KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
SURAT EDARAN
NOMOR SE-31/PJ/2021
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR **21/PMK.010/2021** TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN RUMAH TAPAK DAN UNIT HUNIAN RUMAH SUSUN YANG DITANGGUNG PEMERINTAH
Yth.
1.
Pejabat Eselon II di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak;
2.
Kepala Kantor Wilayah;
3.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak; dan
4.
Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan,
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
A.
Umum
Sehubungan dengan telah diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor **21/PMK.010/2021** tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021, perlu diberikan penjelasan mengenai Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah atas penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun, dalam suatu Surat Edaran Jenderal Pajak.
B.
Maksud dan Tujuan
1.
Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman mengenai Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah atas penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun.
2.
Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk menciptakan keseragaman dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **21/PMK.010/2021** tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021.
C.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
1.
pengertian;
2.
ketentuan umum;
3.
saat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
4.
persyaratan rumah tapak atau unit hunian rumah susun;
5.
orang pribadi yang memanfaatkan insentif Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah;
6.
Masa Pajak dilakukannya penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun;
7.
pembuatan Faktur Pajak dan penyampaian laporan realisasi atas pemanfaatan insentif Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah;
8.
pemindahtanganan rumah tapak atau unit hunian rumah susun;
9.
pengawasan atas pemanfaatan insentif Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah;
10.
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak berhak mendapatkan insentif Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah; dan
11.
ketentuan lain-lain.
D.
Dasar
1.
Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja (Undang-Undang PPN);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor **1 TAHUN 2012** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **42 TAHUN 2009** tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan alas Barang Mewah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor **9 TAHUN 2021** tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha; dan
3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor **21/PMK.010/2021** tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 (PMK-21/2021).
E.
Materi dan Penjelasan
1.
Pengertian
a.
Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja.
b.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat dengan PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
c.
Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat dengan PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
d.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenal pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
e.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
f.
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
g.
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2.
Ketentuan Umum
a.
PPN yang terutang atas penyerahan:
1)
rumah tapak; dan
2)
unit hunian rumah susun.
ditanggung oleh Pemerintah untuk Tahun Anggaran 2021.
b.
PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a diberikan sebesar:
1)
100% (seratus persen) dan PPN terutang atas penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun dengan Harga Jual paling tinggi Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); dan
2)
50% (lima puluh persen) dan PPN terutang atas penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun dengan Harga Jual di atas Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
c.
PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a diberikan sepanjang memenuhi ketentuan:
1)
objek yang diserahkan merupakan rumah tapak atau unit hunian rumah susun yang diserahkan pada saat:
a)
ditandatanganinya akta jual beli (AJB); atau
b)
diterbitkan surat keterangan lunas (SKL) dan penjual dalam hal penandatanganan AJB belum dilaksanakan,
serta dilakukan penyerahan hak secara nyata untuk menggunakan atau menguasai rumah tapak siap huni atau unit hunian rumah susun siap huni yang dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima (BAST);
2)
rumah tapak atau unit hunian rumah susun harus memenuhi persyaratan:
a)
Harga Jual paling tinggi Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan
b)
merupakan rumah tapak baru dan unit hunian rumah susun baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni dan belum pernah dilakukan pemindahtanganan;
3)
dimanfaatkan untuk setiap 1 (satu) orang pribadi atas perolehan 1 (satu) rumah tapak atau 1 (satu) unit hunian rumah susun;
4)
penyerahan dilakukan pada Masa Pajak Maret 2021 sampai dengan Masa Pajak Agustus 2021;
5)
Faktur Pajak yang dibuat atas penyerahan dimaksud harus:
a)
diisi dengan lengkap dan benar, termasuk identitas pembeli berupa nama pembeli dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK);
b)
diberi keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 21/PMK.01012021”;
c)
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN oleh PKP yang melakukan penyerahan rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun;
dan
6)
tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak penyerahan.
d.
Terhadap PKP yang menyerahkan rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun yang PPN terutangnya ditanggung Pemerintah, dilakukan pengawasan atas pemenuhan ketentuan PPN ditanggung Pemerintah.
e.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menagih PPN terutang yang semula ditanggung Pemerintah apabila atas penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun tersebut seharusnya tidak berhak mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah.
3.
Saat Terutang PPN
a.
PPN terutang pada saat penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 1).
b.
Dalam hal pembayaran diterima sebelum dilakukannya penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun, saat terutang PPN yaitu pada saat penerimaan pembayaran oleh penjual.
4.
Persyaratan Rumah Tapak atau Unit Hunian Rumah Susun
a.
Yang dimaksud dengan rumah sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 2) yaitu bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
b.
Termasuk rumah tapak atau unit hunian rumah susun sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 2) yaitu bangunan tempat tinggal yang sebagian dipergunakan sebagai toko atau kantor.
5.
Orang Pribadi yang Memanfaatkan Insentif PPN Ditanggung Pemerintah
a.
PPN ditanggung Pemerintah hanya dapat dimanfaatkan untuk setiap 1 (satu) orang pribadi atas perolehan 1 (satu) rumah tapak atau 1 (satu) unit hunian rumah susun sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 3).
b.
Orang pribadi sebagaimana dimaksud pada huruf a yaitu pembeli yang meliputi:
1)
Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki NPWP atau NIK; dan
2)
Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki NPWP sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kepemilikan rumah tapak atau unit hunian rumah susun bagi WNA.
c.
Insentif PPN ditanggung pemerintah pada PMK-21/2021 melekat kepada orang pribadi, sehingga keluarga yang hanya memiliki satu NPWP dapat melakukan pembelian rumah tapak atau unit hunian rumah susun untuk beberapa anggota keluarganya dengan NIK yang berbeda.
d.
Dalam hal orang pribadi memperoleh rumah tapak atau unit hunian rumah susun lebih dan 1 (satu) unit, PPN ditanggung Pemerintah diberikan hanya untuk 1 (satu) rumah tapak atau unit hunian rumah susun yang pertama diperoleh dan telah dibuat Faktur Pajak.
6.
Masa Pajak Dilakukannya Penyerahan Rumah Tapak atau Unit Hunian Rumah Susun
a.
Penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 2) harus dilakukan pada Masa Pajak Maret 2021 sampai dengan Masa Pajak Agustus 2021 sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 4).
b.
Terhadap rumah tapak atau unit hunian rumah susun yang telah dilakukan pembayaran uang muka atau cicilan kepada penjual sebelum berlakunya PMK-21/2021, mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah, sepanjang:
1)
pembayaran uang muka atau cicilan pertama kali kepada penjual dilakukan paling lama tanggal 1 Januari 2021; dan
2)
penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun dilakukan pada Masa Pajak Maret 2021 sampai dengan Masa Pajak Agustus 2021.
c.
PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf b diberikan hanya atas PPN yang terutang atas pembayaran sisa cicilan dan pelunasan yang dibayarkan pada bulan Maret 2021 sampai dengan bulan Agustus 2021.
d.
Dalam hal terdapat pembayaran uang muka atau cicilan untuk perolehan rumah tapak atau unit hunian rumah susun yang dilakukan kepada penjual sebelum tanggal 1 Januari 2021, atas perolehan rumah tapak atau unit hunian rumah susun tersebut tidak dapat memanfaatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah.
7.
Pembuatan Faktur Pajak dan Penyampaian Laporan Realisasi atas Pemanfaatan Insentif PPN Ditanggung Pemerintah
a.
PKP yang melakukan penyerahan rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a wajib membuat:
1)
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 6) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
2)
laporan realisasi PPN ditanggung Pemerintah.
b.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun yang antara lain memuat:
1)
identitas pembeli berupa:
a)
nama pembeli sesuai NIK dan NPWP atau NIK, bagi pembeli yang merupakan WNI; atau
b)
nama pembeli dan NPWP, bagi pembeli yang merupakan WNA;
2)
informasi nama barang diisi:
a)
jenis rumah, yaitu berupa rumah tapak atau unit hunian rumah susun;
b)
nama perumahan atau unit hunian rumah susun;
c)
tipe rumah, blok, dan nomor unit; dan
d)
alamat (Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kota/Kabupaten);
3)
uraian pembayaran,meliputi uang muka/cicilan ke-…, dan skema pelunasan (kredit, tunai, atau cash bertahap).
c.
NIK memiliki kedudukan yang sama dengan NPWP dalam rangka pembuatan Faktur Pajak dan pengkreditan Pajak Masukan. Dengan demikian, identitas pembeli yang merupakan WNI pada Faktur Pajak diisi dengan NIK karena insentif PPN ditanggung Pemerintah pada PMK-21/2021 melekat kepada orang pribadi.
d.
Untuk insentif PPN ditanggung Pemerintah yang diberikan sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b angka 1), pembuatan Faktur Pajak dilakukan sebagai berikut:
1)
Faktur Pajak dibuat pada aplikasi e-Faktur dengan memilih kode transaksi 07, kemudian memilih cap “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR **21/PMK.010/2021**”;
2)
Dasar Pengenaan Pajak diisi sebesar Harga Jual rumah tapak atau unit hunian rumah susun; dan
3)
jumlah PPN diisi sebesar 10% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2).
e.
Untuk insentif PPN ditanggung Pemerintah yang diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b angka 2), Faktur Pajak dibuat 2 (dua) jenis, yaitu Faktur Pajak dengan kode transaksi 01 dan Faktur Pajak dengan kode transaksi 07, dengan ketentuan sebagai berikut:
1)
Pembuatan Faktur Pajak dengan kode transaksi 07 untuk bagian yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah:
a)
Faktur Pajak dibuat pada aplikasi e-Faktur dengan memilih kode transaksi 07, kemudian memilih cap “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR **21/PMK.010/2021**”;
b)
Harga Jual diisi sebesar 50% dan Harga Jua rumah tapak atau unit hunian rumah susun;
c)
Dasar Pengenaan Pajak diisi sebesar Harga Jual sebagaimana dimaksud pada huruf b); dan
d)
jumlah PPN diisi sebesar 10% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c).
2)
Pembuatan Faktur Pajak dengan kode transaksi 01 untuk bagian PPN yang tidak mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah:
a)
Faktur Pajak wajib dibuat pada aplikasi e-Faktur dengan memilih kode transaksi 01 dan pada kolom referensi diisi dengan keterangan:
-
PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR **21/PMK.010/2021**“; dan
-
kode dan nomor sen faktur dan Faktur Pajak yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf a).
b)
Harga Jual diisi sebesar 50% dan Harga Jual rumah tapak atau unit hunian rumah susun;
c)
Dasar Pengenaan Pajak diisi sebesar Harga Jual sebagaimana dimaksud pada huruf b); dan
d)
jumlah PPN diisi sebesar 10% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c).
f.
Dalam hal pilihan cap “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR **21/PMK.010/2021**” belum tersedia dalam aplikasi e-Faktur Client Desktop milik PKP yang membuat Faktur Pajak, PKP dapat melakukan update cap atas penyerahan yang mendapatkan fasilitas dengan mengakses menu “sinkronisasi cap” pada aplikasi e-Faktur Web Based.
g.
Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (la) Undang-Undang PPN tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak. Dengan demikian, PKP dianggap tidak membuat Faktur Pajak dan tidak dapat memanfaatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam PMK-21/2021.
h.
Dalam hal sampai dengan Masa Pajak Agustus 2021 tidak terjadi:
1)
penandatanganan AJB dan penyerahan hak secara nyata untuk menggunakan atau menguasai rumah tapak atau unit hunian rumah susun yang dibuktikan dengan BAST; atau
2)
penerbitan SKL dan penjual dan penyerahan hak secara nyata untuk menggunakan atau menguasai rumah tapak atau unit hunian rumah susun yang dibuktikan dengan BAST,
maka atas PPN terutang yang semula ditanggung Pemerintah dengan bukti pemungutan berupa Faktur Pajak dengan kode transaksi 07, menjadi PPN terutang yang harus dipungut oleh PKP penjual. Untuk itu, PKP penjual harus melakukan penggantian Faktur Pajak dengan kode transaksi 01 serta melakukan pembetulan SPT Masa PPN pada Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang dilakukan penggantian.
i.
Pajak Masukan yang dibayar oleh PKP penjual sehubungan dengan penyerahan rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah, dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
j.
PKP penjual dapat meminta pembeli untuk membuat surat pernyataan di atas meterai yang menyatakan bahwa pembeli:
1)
hanya membeli 1 (satu) rumah tapak atau unit hunian rumah susun yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah; dan
2)
bersedia membayar PPN terutang dan sanksi administratif dalam hal gagal menyelesaikan pembayaran dalam periode PMK-21/2021 yaitu Masa Pajak Maret 2021 sampai dengan Masa Pajak Agustus 2021, atau dipindahtangankan dalam jangka waktu kurang dan 1 (satu) tahun sejak saat penyerahan.
k.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN oleh PKP penjual merupakan laporan realisasi PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 5).
8.
Pemindahtanganan Rumah Tapak atau Unit Hunian Rumah Susun
a.
Rumah tapak atau unit hunian rumah susun sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a tidak dapat dipindahtangankan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak penyerahan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 6).
b.
Dalam hal rumah tapak atau unit hunian rumah susun dipindahtangankan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak saat penyerahan, PPN terutang atas penyerahan rumah tapak atau unit hunian rumah susun tersebut tidak ditanggung Pemerintah.
9.
Pengawasan atas Pemanfaatan Insentif PPN Ditanggung Pemerintah
a.
Terhadap pemanfaatan insentif PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf d, dilakukan pengawasan sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang menjelaskan mengenai:
1)
pengawasan Wajib Pajak dalam bentuk permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan kunjungan (visit) kepada Wajib Pajak; dan/atau
2)
kebijakan pengawasan dan pemeriksaan Wajib Pajak dalam rangka perluasan basis pajak.
b
Dalam pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan PMK-21/2021, Direktorat Data dan Informasi Perpajakan menyampaikan data Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf d dan huruf e kepada Kantor Pelayanan Pajak tern pat PKP penjual terdaftar dan Direktorat Potensi Kepatuhan dan Penerimaan, paling lambat tanggal 10 Oktober 2021.
c.
Berdasarkan data Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b, Account Representative (AR) melakukan pengawasan terhadap PKP penjual yang melakukan penyerahan rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun dan memanfaatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah PMK-21/2021, dengan menyusun konsep surat permintaan penjelasan atas pemanfaatan insentif PPN ditanggung Pemerintah disertai dokumen pendukung berupa AJB/SKL dan BAST, yang dilakukan pada bulan September 2021 dan Oktober 2021, serta menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pengawasan I/Il/lII/IV/V/VI.
d.
Kepala Seksi Pengawasan I/Il/lII/IV/V/VI meneliti dan memaraf konsep surat permintaan penjelasan atas pemanfaatan insentif PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf c, dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
e.
Kepala KPP memberikan persetujuan dan menandatangani surat permintaan penjelasan
f.
AR menindaklanjuti dan menatausahakan surat permintaan penjelasan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) mengenai Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP.
g.
Berdasarkan surat permintaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada huruf e, AR:
1)
dalam hal PKP memberikan tanggapan dengan menyampaikan penjelasan atas pemanfaatan insentif PPN ditanggung Pemerintah kepada PKP penjual disertai dokumen pendukung berupa AJB/SKL dan BAST sebelum tanggal 31 Oktober 2021, melakukan penelitian atas pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c; atau
2)
dalam hal PKP tidak memberikan tanggapan dengan menyampaikan penjelasan atas pemanfaatan insentif PPN ditanggung Pemerintah kepada PKP penjual disertai dokumen pendukung berupa AJB/SKL dan BAST sebelum tanggal 31 Oktober 2021:
a)
membuat konsep daftar nominatif PKP penjual tidak menyampaikan data AJB/SKL dan BAST dengan format excel sesuai dengan Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Surat Edaran Direktur Jenderal ini serta menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pengawasan II; dan
b)
mengusulkan dilakukan pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa data konkret atau pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko, sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai kebijakan pemeriksaan.
h.
Termasuk dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf g angka 1) yaitu penelitian atas Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 5) untuk memastikan bahwa:
1)
Faktur Pajak dengan kode transaksi 07 memiliki cap “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR **21/PMK.010/2021**”; dan/atau
2)
Faktur Pajak dengan kode transaksi 01 memuat keterangan pada kolom referensi faktur “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR **21/PMK.010/2021**” serta kode dan nomor sen faktur dan Faktur Pajak yang mendapat insentif PPN ditanggung Pemerintah
I.
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf g angka 1), AR:
1)
dalam hal ketentuan pada angka 2 huruf c terpenuhi, membuat konsep daftar nominatif Faktur Pajak atas penyerahan rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah, dengan format excel sesuai Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Surat Edaran Direktur Jenderal ini, serta menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pengawasan II; atau
2)
dalam hal ketentuan pada angka 2 huruf c tidak terpenuhi:
a)
membuat konsep daftar nominatif Faktur Pajak atas penyerahan rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun yang tidak mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah, dengan format excel sesuai Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Surat Edaran Direktur Jenderal ini, serta menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pengawasan II; dan
b)
menyampaikan permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada PKP penjual sesuai dengan SOP Tata Cara Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan.
j.
Kepala Seksi Pengawasan II sebagai koordinator meneliti dan memaraf konsep daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada huruf g angka 2) huruf a), huruf i angka 1), dan huruf i angka 2) huruf a), serta menyampaikannya kepada Kepala KPP
k.
Kepala KPP memberikan persetujuan dan menandatangani konsep daftar nominatif untuk selanjutnya dikirim kepada Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan paling lambat tanggal 10 November 2021.
l.
Pengawasan atas pemanfaatan insentif PPN ditanggung Pemerintah dilakukan sesuai dengan bagan alir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
10.
Pembayaran PPN yang Seharusnya Tidak Berhak Mendapatkan Insentif PPN Ditanggung Pemerintah
a.
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c tidak terpenuhi, Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menagih PPN terutang yang tidak seharusnya mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah.
b.
KPP tempat PKP penjual terdaftar melakukan penagihan PPN terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, apabila berdasarkan kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud pada angka 9 dan/atau berdasarkan data dan/atau informasi menunjukkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c tidak terpenuhi.
c.
Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan PKP penjual mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
d.
Dalam hal orang pribadi sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 3):
1)
memperoleh rumah tapak atau unit hunian rumah susun yang merupakan perolehan kedua atau lebih yang memanfaatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah serta atas penyerahan telah terdapat AJB/SKL dan BAST; atau
2)
melakukan pemindahtanganan rumah tapak atau unit hunian rumah susun yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dilakukannya penyerahan,
orang pribadi tersebut wajib membayar PPN yang sudah ditanggung Pemerintah.
e.
Pembayaran PPN sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan untuk setiap Masa Pajak yang meliputi saat terutangnya PPN yang semula mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah.
f.
Pembayaran PPN sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak dengan Kode Akun Pajak 411211 dan Kode Jenis Setoran 121 serta Masa Pajak diisi dengan saat terutangnya PPN yang semula mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah.
g.
Pembayaran PPN sebagaimana dimaksud pada huruf f dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak yang dilaporkan sebagai “PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama” pada induk SPT PPN pada Masa Pajak dilakukannya pembayaran sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan UU PPN.
h.
Atas pembayaran PPN sebagaimana dimaksud pada huruf f yang tidak memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan UU PPN, tidak dapat dikreditkan dan tidak dapat dipindahbukukan.
i.
Dalam hal pembeli tidak melakukan pembayaran PPN yang seharusnya terutang sebagaimana dimaksud pada huruf d, KPP tempat pembeli terdaftar dapat melakukan himbauan kepada pembeli untuk melakukan pembayaran PPN atau langsung mengusulkan dilakukannya pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa data konkret atau pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai kebijakan pemeriksaan.
j.
KPP sebagaimana dimaksud pada huruf i yaitu KPP tempat Wajib Pajak pembeli terdaftar atau KPP yang wilayah kerjanya meliputi domisili sesuai “domisili yang tertera pada KTP pembeli” dalam hal pembeli belum memiliki NPWP.
11.
Ketentuan Lain-Lain
a.
Sehubungan dengan perolehan rumah tapak atau unit hunian rumah susun, pembeli dapat memilih untuk memanfaatkan:
1)
untuk rumah tapak
a)
fasilitas dibebaskan dan pengenaan PPN bagi penyerahan rumah sederhana atau rumah sangat sederhana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai batasan rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta perumahan lainnya, yang atas penyerahannya dibebaskan dan pengenaan pajak pertambahan nilai; atau
b)
insentif PPN ditanggung Pemerintah berdasarkan PMK-21/2021;
2)
untuk unit hunian rumah susun
a)
fasilitas dibebaskan dan pengenaan PPN bagi penyerahan rumah susun sederhana milik sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai batasan harga jual unit hunian rumah susun sederhana milik dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh unit hunian rumah susun sederhana milik; atau
b)
insentif PPN ditanggung Pemerintah berdasarkan PMK-21/2021.
b.
Rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) huruf a) atau huruf a angka 2) huruf a), tidak dapat memanfaatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah berdasarkan PMK-21/2021.
c.
Atas rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun yang telah mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah berdasarkan PMK-21/2021 tidak dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan PPN sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) huruf a) atau huruf a angka 2) huruf a).
d.
PMK-2112021 secara khusus mengatur mengenai pemberian insentif berupa PPN ditanggung Pemerintah, dan tidak mengatur mengenai pemberian insentif di bidang Pajak Penghasilan atas penjualan rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun.
e.
Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban terkait Pajak Penghasilan atas penghasilan dan penjualan rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
f.
Untuk lebih memberikan pemahaman dalam pemberian insentif PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan rumah tapak dan/atau unit hunian rumah susun berdasarkan PMK-21/2021, diberikan contoh kasus sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
F.
Penutup
Dengan ditetapkannya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, agar pelaksanaan PMK-21/2021 berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal ini. Selanjutnya, diminta agar seluruh unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak melakukan pengawasan sehubungan dengan pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal ini di lingkungan wilayah kerja masing-masing.
Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 05 Mei 2021
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
SURYO UTOMO