User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:250b76af0b9e34cd12acfefaf512af6e
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                    11 April 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 198/PJ.42/2003

                            TENTANG

          PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BEBAN PENANAMAN KEMBALI HUTAN TANAMAN INDUSTRI

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 12 Nopember 2002 perihal Permohonan Penjelasan 
Atas Peraturan Pemerintah No. 138 TAHUN 2000 Pasal 2, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat Saudara dikemukakan bahwa :
    a.  PT ABC bergerak di bidang pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) meliputi penanaman, 
        pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan pemasaran. Sesuai SK Hak Pengusahaan Hutan 
        Tanaman Industri No. XXX, hak pengusahaan hutan tanaman industri tersebut berlaku untuk 
        jangka waktu 43 tahun terhitung sejak 29 April 1992. tanaman yang diusahakan adalah jenis 
        acacia mangium yang mempunyai daur (jangka waktu yang diperlukan bagi suatu jenis 
        tanaman sejak mulai penanaman sampai mencapai umur tebang) 7 atau 8 tahun;
    b.  Perusahaan mempunyai kewajiban menanam kembali areal yang ditebang agar kelestarian 
        hutan dapat dijaga sehingga pada akhir masa konsesi perusahaan harus meninggalkan lahan 
        dalam keadaan telah tertanam (dalam bentuk hutan tegakan);
    c.  Sesuai Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 32 dan Pedoman Pelaporan 
        Keuangan Pengusahaan Hutan (PPKPH), unsur harga pokok produksi terdiri dari beban 
        penebangan, beban penanaman kembali, beban amortisasi HTI Daur I dan beban administrasi 
        dan umum;
    d.  Saudara mohon penegasan mengenai ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 138 
        Tahun 2000.

2.  Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
    Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU 
    PPh), besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, 
    ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi antara lain :
    a.  biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian 
        bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,  honorarium, 
        bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, 
        biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya    administrasi dan pajak 
        kecuali Pajak Penghasilan;
    b.  penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas 
        pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih 
        dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A.

3.  Berdasarkan Pasal 11A ayat (5) UU PPh, amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak 
    penambangan selain yang dimaksud dalam ayat (4), hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan 
    sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, 
    dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% (dua puluh persen) 
    setahun.

4.  Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan Penghasilan 
    Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, biaya pengembangan hutan 
    tanaman industri yang berumur lebih dari 1 (satu) tahun dan hanya 1 (satu) kali memberikan hasil, 
    dikapitalisasi selama periode pengembangan dan merupakan bagian dari harga pokok produk yang 
    diproduksi atau dijual.

5.  Dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan Nomor 32 antara lain diatur :
    a.  Paragraf 15, beban harus diakui dengan menggunakan dasar akrual.
    b.  Paragraf 16 huruf (b) dan huruf (c), harga pokok produksi kayu tebangan dan hasil hutan 
        lainnya meliputi beban yang terjadi dalam hubungannya dengan kegiatan-kegiatan seperti: 
        perencanaan, penanaman, pemeliharaan dan pembinaan hutan, pengendalian kebakaran dan 
        pengamanan hutan, pemungutan hasil hutan, pemenuhan kewajiban terhadap negara, 
        pemenuhan kewajiban lingkungan dan sosial, dan pembangunan sarana dan prasarana. 
        Perlakuan akuntansi untuk kegiatan yang berkaitan dengan produksi kayu tebangan dan hasil 
        hutan lainnya diatur sebagai berikut :
        1)  huruf (b), Penanaman
            Biaya yang berhubungan dengan penanaman pada hutan alam dibebankan sebagai 
            biaya produksi hasil hutan. Sedangkan biaya berhubungan dengan usaha penanaman 
            bukan untuk diproduksi, misalnya penanaman untuk hutan lindung, disajikan sebagai 
            beban lain-lain.
            Biaya yang timbul sebagai akibat kegiatan pengusahaan hutan, seperti:
            1)  biaya penanaman kembali untuk jalur tebang yang telah diproduksi;
            2)  biaya penanaman tanah kosong;
            3)  biaya penanaman kiri-kanan jalan;
            4)  landscaping; dan
            5)  biaya untuk upaya konservasi lainnya, harus diestimasi dan dibebankan 
                sebagai biaya produksi walaupun kegiatannya belum dilaksanakan. Jumlah 
                estimasi kewajiban yang masih tersisa harus dievaluasi setiap akhir periode.

            Pada Hutan Tanaman Industri :
            (i) Apabila tidak tersedia pohon siap tebang, maka biaya yang berhubungan 
                dengan usaha penanaman dikapitalisasi sebagai "HTI dalam pengembangan" 
                sampai umur siap tebang dan diamortisasi selama jangka  waktu masa 
                konsesi, dan amortisasi dimulai sejak penebangan dilakukan serta dibukukan 
                sebagai biaya produksi. Amortisasi dapat dilakukan dengan menggunakan 
                metode garis lurus atau metode Unit of Production.
            (ii)    Apabila tersedia pohon siap tebang, maka biaya tersebut dibukukan sebagai 
                biaya produksi.

        2)  Huruf (c), Pemeliharaan dan Pembinaan Hutan
            Biaya yang berhubungan dengan usaha pemeliharaan dan pembinaan hutan 
            dibebankan sebagai biaya produksi. Kewajiban yang timbul sehubungan dengan 
            pemeliharaan dan pembinaan hutan yang belum dilaksanakan sampai dengan tanggal 
            pelaporan, harus diestimasi dan disajikan sebagai bagian dari kewajiban.
            Pada Hutan Tanaman Industri :
            (i) Apabila tidak tersedia pohon siap tebang, maka biaya yang berhubungan 
                dengan usaha pemeliharaan dan pembinaan hutan dikapitalisasi sebagai "HTI 
                dalam pengembangan" sampai umur siap tebang dan diamortisasi    selama 
                jangka waktu masa konsesi, dan amortisasi dimulai sejak     penebangan 
                dilakukan serta dibukukan sebagai biaya produksi. Amortisasi dapat 
                dilakukan dengan metode garis lurus atau metode Unit of Production.
            (ii)    Apabila tersedia pohon siap tebang, biaya yang berhubungan dengan usaha 
                pemeliharaan dan pembinaan hutan tersebut dibukukan sebagai biaya 
                produksi.

6.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dengan ini diberikan penegasan bahwa:
    a.  Pada prinsipnya biaya-biaya sebagaimana disebutkan dalam PSAK Nomor 32 sebagai harga 
        pokok produksi kayu tebangan dan hasil hutan lainnya, termasuk di antaranya biaya 
        penanaman kembali dalam rangka pelestarian hutan, merupakan biaya-biaya yang dapat 
        diakui secara fiskal sepanjang biaya-biaya tersebut berkaitan langsung dengan kegiatan 
        produksi dan penjualan tebangan dan hasil hutan lainnya dan tidak terdapat unsur biaya yang 
        tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak 
        Penghasilan;
    b.  Biaya pengembangan hutan tanaman industri sebagaimana diatur dalam Peraturan 
        Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 hanyalah sebagian dari biaya-biaya tersebut pada huruf a, 
        yaitu biaya penanaman, pemupukan dan pemeliharaan tanaman industri hingga mencapai 
        umur siap tebang. Mengingat karakteristik biaya yang terkait dengan pertumbuhan tanaman 
        dan sesuai dengan prinsip matching cost against revenue, maka selama periode 
        pengembangan biaya-biaya tersebut dikapitalisasi dan baru dibebankan sebagai harga pokok 
        pada waktu hasil tebangan dijual;
    c.  Meskipun Undang-undang Pajak Penghasilan tidak mengatur secara khusus mengenai 
        pembebanan biaya-biaya dimaksud pada huruf a, namun sesuai dengan ketentuan umum 

        Undang-undang Pajak Penghasilan serta prinsip matching cost against revenue, biaya-biaya 
        tersebut pada umumnya dibebankan melalui amortisasi sesuai dengan masa manfaatnya yang 
        terkait dengan masa konsesi dan didasarkan pada biaya-biaya per lokasi atau areal 
        penebangan. Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi dengan metode garis lurus atau 
        metode satuan produksi yang harus dilakukan secara taat azas, namun pembebanan biaya 
        amortisasi berdasarkan estimasi pengeluaran tidak diakui secara fiskal.

Demikian penegasan kami harap maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd

SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
peraturan/0tkbpera/250b76af0b9e34cd12acfefaf512af6e.txt · Last modified: (external edit)