peraturan:0tkbpera:22f2729737ae3dc9702e4cee0eb3e900
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 23 Februari 1995 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 55/PJ.43/1995 TENTANG PPh UNTUK PARA PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA ABRI DAN PARA PENSIUNAN ATAS PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN PADA KEUANGAN NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 telah dikeluarkan beberapa Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan sebagai peraturan pelaksanaannya. Khususnya yang menyangkut Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI dan para pensiunan atas penghasilan yang dibebankan kepada Keuangan Negara/Keuangan Daerah telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 TAHUN 1994 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 636/KMK.04/1994. Dengan Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan tersebut perlu diketahui hal-hal sebagai berikut : 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 TAHUN 1994 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 636/KMK.04/1994, atas penghasilan yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI dan para Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya berupa gaji kehormatan, gaji, uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap yang terkait dengan gaji kehormatan atau gaji atau pensiun, yang dibebankan pada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, PPh Pasal 21 yang terutang ditanggung pemerintah. Adapun yang dimaksud dengan tunjangan yang terkait dengan gaji kehormatan, gaji atau uang pensiun telah ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 636/KMK.04/1994 tersebut, termasuk di dalamnya : a. tunjangan keluarga; b. tunjangan jabatan struktural dan fungsional; c. tunjangan pangan; d. tunjangan khusus, termasuk tunjangan khusus Irian Jaya, tunjangan khusus Timor-Timur dan tunjangan khusus lainnya, misalnya Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN). 2. Dengan Peraturan Pemerintah tersebut telah dicabut : a. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1985 tentang Tunjangan Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI dan para Pensiunan atas penghasilan berupa gaji, honorarium, uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lainnya yang dibebankan kepada Keuangan Negara. b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 897/KMK.04/1985 tanggal 18 November 1985 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI dan para Pensiunan atas penghasilan berupa gaji, honorarium, uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lainnya yang dibebankan kepada Keuangan Negara. c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 50/KMK.04/1994 tanggal 12 Februari 1994 tentang Tidak Dilakukannya Pemotongan PPh Pasal 21 atas Honorarium, Uang Perangsang dan Imbalan Lainnya Yang Dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d ke bawah dan Anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah yang Dibebankan kepada Keuangan Negara. 3. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 TAHUN 1994 serta Keputusan Menteri Keuangan RI No. 636/KMK.04/1994, maka terhitung 1 Januari 1995 bagi para Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI, dan para Pensiunan tidak lagi menerima tunjangan pajak, tetapi Pajak Penghasilan yang terutang atas Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas ditanggung pemerintah. PPh yang ditanggung oleh pemerintah ini merupakan kenikmatan bagi penerimanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 sehingga bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan. 4. Karena PPh yang ditanggung pemerintah bukan merupakan objek pajak, maka cara penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas, tidak perlu lagi dipergunakan rumus sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-2078/PJ.23/1984 tanggal 10 Desember 1985 yang telah disampaikan kepada Saudara dengan surat kami No. S-2083/PJ.23/1985 tanggal 11 Desember 1985. 5. Perlu kami jelaskan bahwa sesuai dengan Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 tersebut, Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah hanyalah penghasilan berupa gaji kehormatan, gaji, uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang bersifat tetap dan terkait dengan gaji kehormatan atau gaji atau uang pensiun. Sedangkan atas penghasilan yang diterima Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI dan para Pensiunan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 4 di atas dipotong PPh Pasal 21, kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d ke bawah dan anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah. Besarnya potongan PPh Pasal 21 tersebut adalah 15% dan bersifat final serta tidak ditanggung pemerintah. 6. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan PPh Pasal 21 atas gaji kehormatan atau gaji bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan Anggota ABRI. 6.1. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak. a. Penghasilan bruto sebulan (yaitu penghasilan berupa gaji kehormatan atau gaji dan tunjangan-tunjangan yang terkait dengan gaji kehormatan atau gaji); b. Dikurangi : b.1. Biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto pada huruf a, maksimum diperkenankan Rp. 54.000,00 sebulan); b.2. Iuran pensiun; b.3. Iuran Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua; c. Penghasilan neto sebulan (a-b); d. Penghasilan Kena Pajak diperoleh dari penghasilan neto pada butir 6.1 huruf c dikalikan 12 dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). 6.2. Penghitungan PPh Pasal 21 bulanan. Penghitungan PPh Pasal 21 bulanan atas gaji kehormatan atau gaji dan tunjangan-tunjangan yang terkait dengan gaji kehormatan atau gaji adalah dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 terhadap Penghasilan Kena Pajak pada butir 6.1 huruf d dibagi 12. 7. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan PPh Pasal 21 atas tunjangan khusus yang pembayarannya tidak tercantum dalam daftar gaji kehormatan atau gaji bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan anggota ABRI. Untuk dapat menghitung PPh Pasal 21 atas tunjangan khusus yang pembayarannya tidak tercantum dalam daftar gaji kehormatan atau gaji, terlebih dahulu dihitung PPh Pasal 21 atas gunggungan penghasilan berupa gaji kehormatan atau gaji dan tunjangan khusus tersebut. Kemudian dihitung PPh Pasal 21 atas gaji kehormatan atau gaji sebagaimana diuraikan dalam butir 6. Selisih antara PPh Pasal 21 atas gunggungan penghasilan berupa gaji kehormatan atau gaji dan tunjangan khusus dengan PPh Pasal 21 atas gaji kehormatan atau gaji merupakan PPh Pasal 21 atas tunjangan khusus. Penghitungan PPh Pasal 21 atas tunjangan khusus yang pembayarannya tidak tercantum dalam daftar gaji kehormatan atau gaji dilakukan dengan cara sebagai berikut : 7.1 Penghitungan penghasilan kena pajak atas gunggungan penghasilan berupa gaji kehormatan atau gaji dan tunjangan khusus yang pembayarannya tidak tercantum dalam daftar kehormatan atau gaji. a. Penghasilan bruto sebulan (yaitu penghasilan berupa gaji kehormatan atau gaji dan tunjangan-tunjangan terkait dengan gaji kehormatan atau gaji ditambah tunjangan khusus yang pembayarannya tidak tercantum dalam daftar gaji kehormatan atau gaji); b. Dikurangi : b.1. Biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto pada huruf maksimum diperkenankan Rp. 54.000,00 sebulan); b.2. Iuran pensiun; b.3. Iuran Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua; c. Penghasilan neto sebulan (a-b); d. Penghasilan Kena Pajak diperoleh dari penghasilan neto butir 7.1. huruf c dikalikan 12 dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). 7.2 Penghitungan PPh Pasal 21 bulanan atas gunggungan penghasilan berupa gaji kehormatan atau gaji dan tunjangan khusus yang pembayarannya tidak tercantum dalam daftar gaji kehormatan atau gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulanan atas gunggungan penghasilan berupa gaji kehormatan atau gaji dan tunjangan khusus yang pembayarannya tidak tercantum dalam daftar gaji kehormatan atau gaji adalah dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 terhadap penghasilan kena pajak pada butir 7.1. huruf d dibagi 12. Selisih antara PPh Pasal 21 atas gunggungan penghasilan berupa gaji kehormatan atau gaji dan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada butir 7.2. dengan PPh Pasal 21 atas gaji kehormatan atau gaji sebagaimana dimaksud pada butir 6.2. merupakan PPh Pasal 21 atas tunjangan khusus. 8. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan PPh Pasal 21 bagi para Pensiunan. 8.1. Penghasilan Kena Pajak. a. Penghasilan bruto sebulan (yaitu penghasilan berupa uang pensiun dan tunjangan- tunjangan yang terkait dengan pensiun). b. Biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto pada huruf a, maksimum Rp.18.000,00 sebulan). c. Penghasilan neto sebulan (a-b). d. Penghasilan Kena Pajak diperoleh dari penghasilan neto pada butir 8.1 huruf c dikalikan 12 dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). 8.2. Penghitungan PPh Pasal 21 bulanan. Penghitungan PPh Pasal 21 bulanan atas uang pensiun dan tunjangan-tunjangan yang terkait dengan pensiun adalah dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 terhadap Penghasilan Kena Pajak pada butir 8.1 huruf d dibagi 12. 9. Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 TAHUN 1994 adalah : a. Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi, lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan bendaharawan Kedutaan Besar RI di luar negeri yang membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; b. Pemegang Kas ABRI; c. Perusahaan perseroan Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero); d. PT Asuransi ABRI (Persero). 10. Pemotongan, Penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 oleh Bendaharawan pemerintah, PT XYZ, dan PT ABC : a. Menghitung besarnya PPh Pasal 21 yang terutang dan ditanggung pemerintah atas gaji kehormatan, atau gaji, atau uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji kehormatan, gaji, atau uang pensiun bagi masing-masing penerima penghasilan; b. Mencantumkan PPh Pasal 21 yang terutang dan ditanggung pemerintah tersebut pada huruf a diatas kedalam daftar gaji atau daftar pembayaran pensiun, atau daftar pembayaran lainnya yang berkaitan dengan pemberian imbalan kepada pegawai; c. Apabila Bendaharawan pemerintah membayarkan penghasilan berupa tunjangan khusus yang pembayarannya tidak tercantum dalam daftar gaji kehormatan atau daftar gaji, maka Bendaharawan pemerintah wajib menghitung besarnya PPh Pasal 21 yang terutang sebagaimana diuraikan dalam butir 7 dan mencantumkan PPh Pasal 21 yang terutang dan ditanggung pemerintah tersebut kedalam daftar tunjangan khusus dimaksud, bagi masing-masing penerima penghasilan; d. Dalam hal Bendaharawan pemerintah, PT XYZ, dan PT ABC membayarkan penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja, atau imbalan lain dengan nama apapun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah selain penghasilan sebagaimana tersebut pada huruf a diatas, maka Bendaharawan pemerintah atau PT XYZ atau PT ABC wajib memotong PPh Pasal 21 sebesar 15% dan bersifat final kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d kebawah dan anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan Satu kebawah, serta wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada penerima penghasilan tersebut; e. Dalam hal Bendaharawan pemerintah, PT XYZ dan PT ABC membayarkan penghasilan berupa honorarium, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama apapun yang tidak dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, maka Bendaharawan pemerintah atau PT XYZ atau PT ABC wajib memotong PPh Pasal 21 dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 atas penerimaan bruto penghasilan tersebut; f. Menyetorkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada huruf c, d dan e ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak; g. Melaporkan PPh Pasal 21 yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi kedudukan Bendaharawan pemerintah, PT XYZ dan PT ABC paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak. 11. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib memotong PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah yang dihitung dan tercantum dalam daftar gaji, atau daftar pembayaran pensiun, atau daftar pembayaran lain yang berkaitan dengan imbalan yang diberikan kepada pegawai, yang diajukan oleh Bendaharawan pemerintah, Bendaharawan PT XYZ dan Bendaharawan PT ABC dan memindahbukukannya sebagai penerima PPh Pasal 21. 12. Pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 oleh Pemegang Kas ABRI : a. Menghitung besarnya PPh Pasal 21 yang terutang dan ditanggung pemerintah atas gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji masing-masing penerima penghasilan; b. Mencantumkan PPh Pasal 21 yang terutang dan ditanggung pemerintah tersebut pada huruf a di atas ke dalam daftar gaji atau daftar pembayaran lainnya yang berkaitan dengan pemberian imbalan kepada pegawai; c. Dalam hal Pemegang Kas ABRI membayarkan penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama apapun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah selain penghasilan sebagaimana tersebut pada huruf a di atas, maka Pemegang Kas ABRI wajib memotong PPh Pasal 21 sebesar 15% dan bersifat final kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d kebawah dan anggota ABRI berpangkat Letnan Satu kebawah, serta wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada penerima penghasilan tersebut; d. Dalam hal Pemegang Kas ABRI membayarkan penghasilan berupa honorarium, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama apapun yang tidak dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, maka Pemegang Kas ABRI wajib memotong PPh Pasal 21 dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 atas penerimaan bruto penghasilan tersebut; e. Menyetorkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada huruf a, c, dan d ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak; f. melaporkan PPh Pasal 21 yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada huruf e kepada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi kedudukan Pemegang Kas ABRI paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak. 13. Contoh penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI dan Pensiunan atas penghasilan berupa gaji kehormatan, gaji, uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait yang PPh Pasal 21-nya ditanggung pemerintah dan contoh penghitungan PPh atas penghasilan berupa honorarium dan tunjangan lain dengan nama apapun yang harus dipotong PPh Pasal 21, bersama ini kami lampirkan. Demikian agar menjadikan maklum DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd FUAD BAWAZIER
peraturan/0tkbpera/22f2729737ae3dc9702e4cee0eb3e900.txt · Last modified: (external edit)