peraturan:0tkbpera:21c2c25487b9f30af6c4a9f6f10b09b2
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
7 November 2003
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 1085/PJ.53/2003
TENTANG
PENJELASAN TAX REFUND
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX, tanggal 3 April 2003 hal Usulan Pengadaan Tax Refund,
dengan ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Dalam surat dikemukakan bahwa dalam rangka meningkatkan daya tarik wisatawan asing berkunjung
ke Indonesia, perlu menggalakkan wisata belanja khususnya bagi wisatawan asing yang berbelanja di
Indonesia. Untuk itu, Asosiasi ABC mengusulkan adanya pemberian Tax Refund bagi setiap wisatawan
yang berbelanja khususnya pada setiap perusahaan ritel di Indonesia.
2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain diatur sebagai berikut:
a. Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan antara lain atas penyerahan Barang Kena Pajak
di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha dan atas ekspor Barang Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak.
b. Pasal 4A ayat (2), penetapan jenis barang yang tidak dikenakan PPN didasarkan atas
kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
1) barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;
2) barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
3) makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan
sejenisnya;
4) uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
c. Pasal 9 ayat (2), Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran
untuk Masa Pajak yang sama.
d. Pasal 9 ayat (4), apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih
besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan Pajak yang dapat
dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18
Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002, antara
lain mengatur sebagai berikut:
a. Pasal 7 ayat (3), dalam hal terjadi kesalahan pemungutan yang mengakibatkan Pajak yang
dipungut lebih besar dari yang seharusnya atau tidak seharusnya dipungut dan Pajak yang
salah dipungut tersebut telah disetorkan dan dilaporkan, maka Pengusaha Kena Pajak yang
memungut pajak tersebut tidak dapat meminta kembali Pajak yang salah dipungut;
b. Pasal 7 ayat (4), bahwa pajak yang salah dipungut sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dapat diminta kembali oleh pihak yang terpungut, sepanjang belum dikreditkan atau belum
dibebankan sebagai biaya;
4. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan butir 3, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1,
dengan ini ditegaskan sebagai berikut:
a. Dalam sistem Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia, mekanisme tax refund hanya dapat
dilakukan dengan cara:
1. Apabila Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka Pengusaha Kena
Pajak dapat memohon restitusi PPN melalui SPT Masa PPN. Mekanisme ini hanya
berlaku untuk Pengusaha Kena Pajak.
2. Dalam hal terjadi kesalahan pemungutan pajak, maka pihak yang terpungut dapat
meminta kembali pajak yang telah dipungut tersebut.
b. Berdasarkan hal tersebut di atas, usulan Saudara agar bagi setiap wisatawan yang berbelanja
khususnya pada setiap perusahaan ritel di Indonesia diberikan Tax Refund, dengan sangat
menyesal tidak dapat dikabulkan karena tidak dimungkinkan dalam ketentuan perpajakan
yang berlaku.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
DIREKTUR PPN DAN PTLL
ttd
I MADE GDE ERATA
peraturan/0tkbpera/21c2c25487b9f30af6c4a9f6f10b09b2.txt · Last modified: by 127.0.0.1