peraturan:0tkbpera:2175f8c5cd9604f6b1e576b252d4c86e
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
28 Juli 1988
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 32/PJ.3/1988
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENERBITAN KETETAPAN PAJAK (SERI PPN-124)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan telah diterbitkannya :
1. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 3/4 KEP-21/PJ.3/1987 tanggal 9 April 1987 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta Penetapan Bentuk, Jenis dan Ukuran
dan Warna Formulir Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
2. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : KEP-465/KMK.01/1987 tanggal 31 Juli 1987 tentang
Pedoman Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah serta Perhitungan Sanksi Administrasi Berupa Bunga;
dengan ini kami berikan penjelasan sebagai berikut :
I. Surat Tagihan Pajak (STP) PPN/PPn. BM
1. STP diterbitkan dalam hal :
a. Wajib pajak atau Pengusaha Kena Pajak (PKP) dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga dan atau denda sesuai dengan ketentuan Pasal 7, Pasal 8 ayat (2), Pasal 8
ayat (3), Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 dan Pasal 3 ayat (4),
Pasal 13 ayat (8) dan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983.
b. Terdapat kekurangan bayar sebagai akibat adanya salah tulis dan atau salah hitung
yang terdapat di dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN.
2. a. Sanksi sebagaimana tersebut dalam butir 1 bisa bersifat kumulatif artinya masing-
masing pelanggaran dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal-Pasal yang
bersangkutan.
b. Jika seorang pengusaha yang berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan d
Undang-undang PPN 1984 lalai melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak maka :
- Apabila pengusaha tersebut telah menyetor pajak yang terutang
sebagaimana ketentuan Pasal 3 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1983 maka disamping dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar
2% x Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (4)
Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 juga dikenakan bunga Pasal 9 jo. Pasal
19 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 jika PPN/PPn.BM yang
terutang, terlambat dibayar.
- Apabila pengusaha tersebut tidak menyetor pajak yang terutang, dan
diketahui jumlahnya berdasarkan hasil laporan pemeriksaan atau keterangan
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-undang
Nomor 6 TAHUN 1983, maka disamping diterbitkan STP PPN/PPn.BM yang
menagih sanksi berupa denda administrasi Pasal 3 ayat (4) Undang-undang
Nomor 8 TAHUN 1983, harus diterbitkan pula SKP PPN yang menagih PPN/
PPn.BM yang terutang dengan disertai sanksi administrasi berupa bunga
Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
c. Begitu pula dengan orang/badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak ternyata memungut PPN dan membuat Faktur Pajak.
- Apabila orang/badan tersebut telah menyetor PPN yang telah dipungut/
tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana ketentuan Pasal 14 ayat (2)
Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 maka disamping dikenakan sanksi
berupa denda administrasi sebesar 2% x Dasar Pengenaan Pajak
sebagaimana tersebut dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 8
Tahun 1983, juga dikenakan bunga Pasal 9 jo Pasal 19 ayat (1) Undang-
undang Nomor 6 TAHUN 1983 jika PPN/PPn.BM yang terutang, terlambat
dibayar.
- Apabila orang/badan tersebut tidak menyetor PPN yang telah dipungut/
tercantum dalam Faktur Pajak, dan diketahui jumlahnya berdasarkan hasil
laporan pemeriksaan atau berdasarkan keterangan lain sebagaimana
tersebut dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 disamping diterbitkan STP PPN yang menagih sanksi berupa denda
administrasi Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983, harus
diterbitkan pula SKP PPN yang menagih PPN/PPn.BM yang telah dipungut/
tercantum dalam Faktur Pajaknya, dan dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
d. Apabila seorang pengusaha yang berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan
d Undang-undang PPN 1984 melakukan dua pelanggaran yaitu :
- lalai melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagaimana tersebut dalam
Pasal 3 Undang-undang PPN 1984 dan
- sebelum dikukuhkan melakukan pelanggaran Pasal 14 Undang-undang PPN
1984 yaitu membuat Faktur Pajak;
maka pengusaha dikenakan dua sanksi yaitu sanksi Pasal 3 ayat (4) Undang-undang
PPN 1984 disamping pokok pajak (PPN/PPn.BM) yang terutang yang berdasarkan
Undang-undang PPN 1984 harus dibayar.
Dengan demikian maka :
- Apabila pengusaha tersebut telah menyetor PPN/PPn.BM yang terutang
tersebut dalam Pasal 3 ayat (4) atau Pasal 14 ayat (2) Undang-undang PPn
1984 maka dikenakan sanksi sebagai berikut :
- Sanksi bunga Pasal 9 jo.Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 jika terlambat dibayar;
- 2% x Dasar Pengenaan Pajak tersebut dalam Pasal 3 ayat (4)
Undang-undang PPN 1984 ditambah;
- 2% x Dasar Pengenaan Pajak tersebut dalam Pasal 14 ayat (2)
Undang-undang PPN 1984;
- Apabila pengusaha tersebut tidak menyetor PPN yang terutang dan diketahui
jumlahnya berdasarkan hasil laporan pemeriksaan atau keterangan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-undang
Nomor 6 TAHUN 1983 maka disamping diterbitkan STP berkenaan dengan
sanksi Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang PPN 1984 juga
dikeluarkan SKP untuk menagih jumlah PPN/PPn.BM tersebut pada Pasal 3
ayat (4) dan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang PPN 1984 ditambah sanksi
administrasi berupa bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983.
Catatan :
1. Jika Saudara menemukan Pengusaha yang berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan
d dikukuhkan, maka segera Saudara menyerahkan formulir pengukuhan untuk diisi
oleh Pengusaha tersebut, dan berdasarkan formulir pengukuhan yang diterima,
Saudara menerbitkan keputusan pengukuhan yang berlaku sejak diterimanya
permohonan pengukuhan.
2. Dalam peristiwa tersebut pada butir b, c dan d, jika dalam beberapa Masa Pajak PPN/
PPn.BM yang terutang tidak diketahui dengan pasti maka untuk penghitungan bunga
Pasal 9 jo. Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983, pokok pajak
tersebut dibagi rata.
Dalam hal peristiwa tersebut diatas, terdapat sebagian pokok pajak yang telah disetor
dan sebagian belum disetor maka atas pajak yang telah disetor tetapi terlambat
penyetorannya dikenakan bunga Pasal 9 jo. Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor
6 TAHUN 1983, sedangkan atas kekurangan pokok pajak yang belum disetor
dikenakan bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
3. Jika Pengusaha Kena Pajak disamping terutang PPN juga terutang PPn.BM, maka
denda administrasi Pasal 3 ayat (4) Undang-undang PPN 1984 dikenakan tidak saja
untuk PPN tetapi juga untuk PPn.BM.
4. Apakah terhadap seorang Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak harus dikenakan
Surat Tagihan Pajak, hal tersebut tergantung pada beberapa kegiatan yang dilakukan
oleh Fiskus berupa hasil eksaminasi, penelitian setempat, pemeriksaan (sumir atau
lengkap), penyidikan dan keterangan lain.
Catatan :
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak menyetor atau kurang menyetor dan
diketahui berdasarkan adanya kegiatan tersebut diatas dan bukan karena salah tulis
atau salah hitung tersebut dalam butir 1, huruf b supaya tidak diterbitkan STP tetapi
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
5. Dalam rangka meringankan beban administrasi dan memudahkan pencocokan
dengan data-data dalam Pajak Penghasilan maka STP dapat diterbitkan untuk satu
atau lebih dari satu Masa Pajak yang berurutan dan dianjurkan tidak melebihi tahun
buku atau tahun takwim.
II. Surat Ketetapan Pajak (SKP) PPN/PPn.BM.
1. SKP diterbitkan dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar. Hasil ini diketahui
berdasarkan :
a. Hasil eksaminasi (yang bukan karena salah tulis atau salah hitung dalam SPT Masa).
b. Hasil Penelitian Setempat.
c. Hasil Pemeriksaan (Sumir atau lengkap).
d. Keterangan lain misalnya dari :
- data PPh yang diyakini kebenarannya dan dapat diterapkan untuk
PPN/PPn.BM.
- SPT Masa PPN yang menunjukkan kurang bayar tetapi tidak disetor/dibayar.
2. Untuk satu atau lebih Masa Pajak yang berurutan sepanjang tidak melebihi satu tahun buku/
tahun takwim dapat diterbitkan satu SKP.
Penerbitan satu SKP ini hendaknya memperhatikan saat kedaluwarsa sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
Contoh :
Untuk menagih kekurangan pembayaran PPN/PPn.BM Masa Pajak April 1985 s/d Desember
1985, dapat diterbitkan satu SKP selambat-lambatnya akhir bulan April 1990.
3. a. Dalam satu Surat Ketetapan Pajak dapat tercantum sanksi bunga Pasal 13 ayat (2)
dan/atau kenaikan Pasal 13 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
Atas bagian jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar sebagai akibat pelanggaran
Pasal 13 ayat (1) huruf a dikenakan sanksi administrasi berupa bunga Pasal 12 ayat
(2) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983, sedangkan atas bagian jumlah pajak yang
tidak/kurang dibayar sebagai akibat pelanggaran Pasal 13 ayat (1) huruf b, c dan
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% sesuai Pasal 13 ayat
(3) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
b. Untuk pelanggaran Pasal 13 ayat (1) huruf b, c dan d Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983, supaya dikenakan sanksi berupa kenaikan pajak sebesar 100% saja dan tidak
kumulatif menjadi 200%.
Contoh :
PKP melakukan pelanggaran Pasal 13 ayat (1) huruf b dan atau d, atau huruf c dan
atau d maka dikenakan sanksi berupa kenaikan satu kali 100% dan bukan dua kali
100%.
4. Penerapan sanksi administrasi berupa bunga Pasal 13 ayat (2) :
a. Dihitung atas dasar jumlah PPN/PPn. BM yang tidak atau kurang dibayar;
b. Dihitung untuk masing-masing Masa Pajak;
Apabila karena suatu hal jumlah PPn/PPn. BM yang kurang dibayar untuk masing-masing Masa
Pajak tidak dapat diketahui secara pasti, maka jumlah kekurangan pajak (Pajak terutang/
Pajak Keluaran setelah dikurangi Kredit Pajak misalnya Pajak Masukan, PPN/PPn. BM yang
telah disetor) untuk masing-masing Masa Pajak dapat dihitung sesuai dengan ketentuan Pasal
2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 465/KMK.01/1987 yaitu kekurangan tersebut dibagi
rata per Masa Pajak.
5. Dalam hal telah diterbitkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) dan atau
Surat Perintah Membayar Kembali Pajak (SPMKP), dan ternyata tidak seharusnya
dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c, maka atas bagian
jumlah yang seharusnya tidak dikembalikan harus ditagih dengan penerbitan SKP dengan
sanksi kenaikan 100% Pasal 13 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
Catatan :
Dalam penjelasan Pasal 15 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 disebutkan bahwa apabila
telah diterbitkan Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak dan diketemukan data baru dan
atau data yang semula belum terungkap maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Tambahan
(SKPT). Tetapi mengingat untuk PPN telah diatur secara khusus dalam batang tubuh yaitu
dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983, maka jika kepada
Pengusaha Kena Pajak telah diterbitkan SKKPP dan ternyata terdapat suatu jumlah yang tidak
seharusnya dikembalikan, maka diterbitkan SKP dan bukan SKPT. Hal ini tidak merugikan
Pengusaha Kena Pajak karena untuk PPN/PPn. BM sanksi kenaikan baik dalam SKP maupun
SKPT sama-sama 100%.
6. Dalam hal kepada Pengusaha Kena Pajak telah diterbitkan STP kemudian setelah diperiksa
atau berdasarkan keterangan lain ternyata masih terdapat pajak yang kurang dibayar dalam
Masa Pajak yang bersangkutan, maka atas kekurangan pajak tersebut ditagih dengan SKP.
Jumlah pokok pajak yang tercantum dalam STP supaya dikurangkan dalam penghitungan
SKP.
7. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak memasukkan SPT Masa atau memasukkan SPT Masa
tidak tepat pada waktunya dan ternyata terdapat PPN/PPn. BM yang kurang dibayar maka
selain kemungkinan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 38 dan Pasal 39
Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi administrasi
sebagai berikut :
a. Jika Pengusaha Kena Pajak tidak ditegor, maka dapat diterbitkan;
1. STP dengan sanksi denda administrasi Rp.10.000,00 (Pasal 7 Undang-undang
Nomor 6 TAHUN 1983) dan
2. SKP dengan sanksi berupa bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 atas jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar.
b. Jika Pengusaha Kena Pajak setelah ditegor sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal
13 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983, tidak memasukkan SPT
Masa atau memasukkan SPT Masa lewat dari jangka waktu tersebut dalam Surat
Tegoran, diterbitkan:
1. STP dengan sanksi denda administrasi Rp.10.000,00 (Pasal 7 Undang-undang
Nomor 6 TAHUN 1983) dan
2. SKP dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% Pasal 13
ayat (3) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 (lihat S.E. Direktur Jenderal
Pajak No.:24/PJ.3/1987 tanggal 23 Oktober 1987 tentang Surat Tegoran PPN
(Seri PPN-104).
8. Jika dalam penerapan S.K. Menteri Keuangan Nomor : 465/KMK.01/1987 telah diterbitkan SKP
untuk beberapa Masa Pajak dan diantara Masa Pajak tersebut dalam SKP terdapat kelebihan
yang seharusnya tidak dikompensasikan maka atas kelebihan pajak tersebut tidak dikenakan
sanksi kenaikan Pasal 13 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
Tetapi kelebihan pajak yang terjadi dalam Masa Pajak terakhir dari Masa Pajak tersebut dalam
SKP maka atas kelebihan pajak yang tidak seharusnya dikompensasikan tersebut dikenakan
sanksi Pasal 13 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
III. Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT) :
1. Apabila diketemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, yang semula telah ditetapkan dengan
Surat Pemberitaan atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) maka diterbitkan SKPT.
2. Data baru dan atau data yang semula belum terungkap sebagaimana tersebut pada butir 1
dapat diperoleh berdasarkan :
a. Hasil penelitian setempat;
b. Hasil pemeriksaan (sumir atau lengkap);
c. Hasil Penyidikan;
d. Keterangan lain.
3. Dalam rangka meringankan beban administrasi dan memudahkan pencocokan dengan data-
data Pajak Penghasilan maka SKPT dapat diterbitkan untuk satu atau lebih dari satu Masa
Pajak yang berurutan dan dianjurkan tidak melebihi tahun buku atau tahun takwim.
IV. Surat Pemberitaan (S.Pb.) :
1. Jika dari hasil :
a. penelitian setempat sebagaimana tersebut dalam Seri Operasional X S.E No.:
102/PJ.12/1985 tanggal 4 Desember 1985 dan bukan karena hasil eksaminasi SPT
Masa PPN sebagaimana dimaksud dalam S.E Direktur Jenderal Pajak No.:
SE-37/PJ.3/1986 tanggal 31 Juli 1986 perihal : Pedoman tata usaha SPT Masa PPN
(Seri PPN-81) atau
b. pemeriksaan (sumir atau lengkap);
ternyata jumlah pajak yang dibayar dan atau dipungut sama dengan jumlah pajak yang
terutang, maka diterbitkan Surat Pemberitaan.
2. Sambil menunggu diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk
pelaksanaan tentang tata cara penerbitan S.Pb., untuk sementara Saudara dapat menerbitkan
S.Pb., dengan menggunakan formulir sebagaimana diatur dalam S.E. No.: SE-22/PJ.3/1987
tanggal 20 Oktober 1987 tentang Surat Pemberitaan (Seri PPN-102), sedangkan sarana
lainnya untuk sementara dapat Saudara ciptakan sendiri jika diperlukan atau menggunakan
formulir yang telah ada jika menurut Saudara cocok untuk digunakan dengan beberapa
perubahan.
Catatan :
Jika kepada PKP telah diterbitkan SKKPP atau dalam SPT-nya menunjukkan lebih dibayar, dan
setelah dilakukan penelitian atau pemeriksaan ternyata SKKPP yang telah diterbitkan adalah
benar atau jumlah kelebihan tersebut dapat SPT adalah benar, maka tidak perlu diterbitkan
S.Pb. Jika diperlukan oleh PKP maka Saudara dapat menerbitkan surat yang menyatakan
bahwa lebih bayar tersebut adalah benar dengan catatan akan ditinjau kembali jika terdapat
kekeliruan.
V. Lain-lain
1. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka ketentuan sebagaimana tersebut dalam :
a. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.: SE-62/PJ.3/1985 tanggal 22 Oktober 1985
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran STP Pajak Pertambahan Nilai 1984 (Seri
PPN-63), dinyatakan tidak berlaku dengan catatan semua STP yang telah terlanjur
diterbitkan berdasarkan petunjuk S.E tersebut tidak perlu ditinjau kembali, sepanjang
tidak dipermasalahkan oleh PKP. Jika dipermasalahkan misalnya PKP mengajukan
peninjauan kembali, maka pembetulannya dilakukan berdasarkan petunjuk dalam
S.E. ini;
b. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.:SE-37/PJ.3.1986 tanggal 31 Juli 1986
tentang Pedoman Tata Usaha SPT Masa PPN (Seri PPN-81) Bab V tentang Eksaminasi
SPT Masa pada butir 3.1. tentang penerbitan STP pelaksanaannya disesuaikan dengan
petunjuk dalam S.E. ini;
c. Surat Edaran lainnya yang bertentangan dengan S.E. ini dinyatakan tidak berlaku
atau disesuaikan dengan petunjuk dalam S.E. ini;
2. Wewenang untuk menanda tangani :
a. Nota Penghitungan STP PPN (KP.PPN.14A);
b. Nota Penghitungan STP PPn. BM (KP.PPN.14B);
c. Nota Penghitungan SKP PPN (KP.PPN.16A);
d. Nota Penghitungan SKP PPn. BM (KP.PPN.17A);
pada kolom yang menetapkan jika perlu dapat dilimpahkan kepada bawahan Saudara
misalnya kepada KORTEK atau KASI Penetapan yang bersangkutan atau menurut arrestasi
penetapan yang ditetapkan oleh Saudara.
3. Dalam hal kepada Pengusaha Kena Pajak sekaligus diterbitkan STP dan SKP, dan STP hanya
dikeluarkan untuk pengenaan sanksi administrasi saja (tidak ada kekurangan pokok pajak)
maka :
a. Kolom B No. I s/d V Nota Penghitungan STP PPN (KP.PPN.14A);
b. Kolom B No. I s/d IV Nota Penghitungan STP PPn. BM (KP.PPN.14B);
tidak perlu diisi karena angka-angka tersebut sudah dapat ditampung dalam Nota
Penghitungan SKP PPn. BM.
Sebaiknya dalam kolom catatan pada Nota Penghitungan STP PPN dan Nota Penghitungan
PPn. BM dapat diberikan catatan seperlunya dengan menunjuk Nota Penghitungan SKP PPN
dan Nota Penghitungan SKP PPn. BM.
4. Penghitungan sanksi administrasi berupa denda administrasi, bunga dan kenaikan dapat
dilihat pada contoh terlampir.
Demikian petunjuk ini diberikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
SALAMUN A.T
peraturan/0tkbpera/2175f8c5cd9604f6b1e576b252d4c86e.txt · Last modified: by 127.0.0.1