KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN I
JALAN GATOT SUBROTO 40-42 JAKARTA 12190, TELEPON (021) 5250208; FAKSIMILI (021) 5736088; SITUS www.pajak.go.id LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KRING PAJAK (021) 1500200; EMAIL [email protected], [email protected]
NOTA DINAS
NOMOR ND-692/PJ.02/2022
Yth.
:
Para Kepala KPP di Seluruh Indonesia
Dari
:
Direktur Peraturan Perpajakan I
Sifat
:
Segera
Hal
:
Penegasan terkait Fasilitas PPN atas Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu, Mesin, dan Peralatan Pabrik sehubungan dengan Berlakunya Ketentuan PPN dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan
Tanggal
:
26 April 2022
Sehubungan dengan berlakunya ketentuan PPN dalam Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 2021** tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Undang-Undang HPP) pada tanggal 1 April
2022, timbul banyak pertanyaan terkait fasilitas PPN atas impor dan penyerahan alat angkutan tertentu, mesin, dan peralatan pabrik, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut.
1.
Undang-Undang HPP mengatur antara lain kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% dan adanya pengaturan kembali pemberian fasilitas PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 16B.
2.
Ada banyak pertanyaan di lapangan terkait pemberian fasilitas PPN atas impor dan penyerahan alat angkutan tertentu sejak berlakunya Undang-Undang HPP, antara lain:
a.
Apakah ketentuan pemberian fasilitas PPN tidak dipungut dalam Peraturan Pemerintah Nomor **50 TAHUN 2019** masih dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak setelah 1 April 2022?
b.
Apakah ketentuan pemberian fasilitas pembebasan PPN atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu berupa mesin dan peralatan pabrik sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor **81 TAHUN 2015** sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor **48 TAHUN 2020** masih dapat dimanfaatkan oleh Wajib
Pajak setelah 1 April 2022?
c.
Bagaimana dampak perubahan tarif PPN dari semula 10% menjadi 11% terhadap informasi dan penggunaan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) PPN atas impor dan penyerahan alat angkutan tertentu dan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN atas impor dan penyerahan mesin dan peralatan pabrik?
3.
Ketentuan yang terkait dengan permasalahan tersebut:
a.
Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 2021** tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang mengatur antara lain:
1)
Pasal 7 ayat (1), Tarif PPN yaitu:
a)
sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
b)
sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
2)
Pasal 16B ayat (1) huruf b dan c, pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk impor dan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3)
Pasal 16B ayat (1a), pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak baik untuk sementara waktu maupun selamanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan terbatas untuk tujuan:
a)
mendorong ekspor dan hilirisasi industri yang merupakan prioritas nasional;
b)
menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya;
c)
mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin dalam rangka program vaksinasi nasional;
d)
meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat;
e)
mendorong pembangunan tempat ibadah;
f)
menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri;
g)
mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk;
h)
membantu tersedianya Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam dan bencana nonalam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional dan bencana nonalam nasional;
i)
menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, yang perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi; dan/atau
j)
mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional, antara lain:
(1)
barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
(2)
jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional;
(3)
jasa pelayanan sosial;
(4)
jasa keuangan;
(5)
jasa asuransi;
(6)
jasa pendidikan;
(7)
jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri; dan
(8)
jasa tenaga kerja
b.
Peraturan Pemerintah Nomor **50 TAHUN 2019** tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai, yang mengatur antara lain:
1)
Pasal 1, alat angkutan tertentu yang atas impornya tidak dipungut PPN meliputi:
a)
alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diimpor oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b)
alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diimpor oleh pihak lain yang ditunjuk oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan impor tersebut;
c)
kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau dan penyeberangan nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
d)
pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional;
e)
suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional;
f)
kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum; dan
g)
komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan :
(1)
kereta api;
(2)
suku cadang;
(3)
peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan; dan/atau
(4)
prasarana perkeretaapian,
yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.
2)
Pasal 2, alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN meliputi:
a)
alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diimpor oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b)
kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau dan penyeberangan nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
c)
pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional;
d)
suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional;
e)
kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum; dan
f)
komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan :
(1)
kereta api;
(2)
suku cadang;
(3)
peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan; dan/atau
(4)
prasarana perkeretaapian,
yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.
3)
Pasal 3, Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN meliputi:
a)
jasa yang diterima oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional yang meliputi:
(1)
jasa persewaan kapal;
(2)
jasa kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu,
(3)
jasa tambat, dan jasa labuh; dan
(4)
jasa perawatan dan perbaikan kapal.
b)
jasa yang diterima oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang meliputi:
(1)
jasa persewaan pesawat udara; dan
(2)
jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara.
c)
jasa perawatan dan perbaikan kereta api yang diterima oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum.
4)
Pasal 4, Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean terkait alat angkutan tertentu yang atas pemanfaatannya tidak dipungut PPN meliputi jasa persewaan pesawat udara yang dimanfaatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional.
c.
Peraturan Pemerintah Nomor **81 TAHUN 2015** sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor **48 TAHUN 2020** tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, yang mengatur antara lain:
1)
Pasal 1 ayat (1) huruf a, Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan PPN meliputi mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, termasuk yang atas impornya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tidak termasuk suku cadang.
2)
Pasal 1 ayat (2) huruf a, Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN meliputi mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, termasuk yang atas perolehannya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tidak termasuk suku cadang.
d.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor **41/PMK.03/2020** tentang Persyaratan dan Tata Cara Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu Serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai, yang mengatur antara lain:
1)
Pasal 6 ayat (1), fasilitas tidak dipungut PPN atas:
a)
impor alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, huruf b, dan huruf g; atau
b)
penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf f,
diberikan dengan menggunakan SKTD.
2)
Pasal 6 ayat (2), SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan SKTD yang berlaku untuk setiap impor atau penyerahan.
3)
Pasal 6 ayat (3), fasilitas tidak dipungut PPN atas:
a)
impor alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f;
b)
penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e;
c)
penyerahan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan/atau
d)
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean terkait alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
diberikan dengan menggunakan SKTD.
4)
Pasal 6 ayat (4), SKTD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan SKTD yang berlaku untuk periode:
a)
sejak 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun takwim dilakukan impor, perolehan, dan/atau pemanfaatan, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKTD diajukan sebelum tahun takwim dimaksud; atau
b)
sejak tanggal penerbitan SKTD sampai dengan 31 Desember tahun penerbitan SKTD, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKTD diajukan dalam tahun takwim dimaksud.
5)
Pasal 16 ayat (1), Wajib Pajak wajib membayar PPN terutang yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal:
a)
Wajib Pajak melakukan impor alat angkutan tertentu, menerima penyerahan alat angkutan tertentu, melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu dan/atau menerima penyerahan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang menggunakan fasilitas tidak dipungut PPN sebelum memiliki SKTD;
b)
Wajib Pajak melakukan impor atau menerima penyerahan alat angkutan tertentu yang menggunakan fasilitas tidak dipungut PPN, melebihi jumlah alat angkutan tertentu yang disetujui dalam SKTD untuk setiap impor atau penyerahan atau jumlah yang disetujui dalam RKIP atau RKIP perubahan; atau
c)
Wajib Pajak melakukan impor atau menerima penyerahan barang dengan menggunakan fasilitas tidak dipungut PPN, yang tidak termasuk dalam jenis alat angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN atas impor atau perolehannya.
e.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021** tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis, Tata Cara Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Telah Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang Digunakan Tidak Sesuai Dengan Tujuan Semula atau Dipindahtangankan, dan Pengenaan Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, yang mengatur antara lain:
1)
Pasal 2 ayat (3), SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan atas:
a)
impor mesin dan peralatan pabrik yang diajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk dan mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk; atau
b)
impor dan/ atau perolehan mesin dan peralatan pabrik yang tidak diajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk.
2)
Pasal 4 ayat (1), pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan Pasal 3 ayat (2) huruf a dilakukan menggunakan SKB PPN.
3)
Pasal 13 ayat (3), RKIP memuat informasi mengenai jumlah dan jenis mesin dan peralatan pabrik yang akan diimpor dan/ atau diperoleh.
4.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, disampaikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Ketentuan pemberian fasilitas PPN atas impor dan penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor **50 TAHUN 2019** masih berlaku dan dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak, sepanjang belum terdapat peraturan lain yang mengatur pencabutan atas Peraturan Pemerintah tersebut. Wajib Pajak tetap dapat memanfaatkan fasilitas PPN tidak dipungut atas impor dan penyerahan alat angkutan tertentu setelah tanggal 1 April 2022, sepanjang memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor **41/PMK.03/2020**.
b.
Ketentuan pemberian fasilitas PPN atas impor dan penyerahan mesin dan peralatan pabrik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor **81 TAHUN 2015** sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor **48 TAHUN 2020** masih berlaku dan dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak, sepanjang belum terdapat peraturan lain yang mengatur pencabutan atas Peraturan Pemerintah tersebut. Wajib Pajak tetap dapat memanfaatkan fasilitas PPN tidak dipungut atas impor dan penyerahan mesin dan peralatan pabrik setelah tanggal 1 April 2022, sepanjang memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**.
c.
Sehubungan dengan perubahan tarif PPN sejak 1 April 2022, Wajib Pajak tetap dapat menggunakan SKTD atau SKB PPN yang mencantumkan nilai PPN menggunakan tarif 10% sepanjang barang yang diimpor atau diserahkan sesuai dalam jenis dan jumlah barang yang tercantum dalam SKTD atau SKB PPN yang telah dimiliki oleh Wajib Pajak.
Demikian disampaikan.
ttd
Hestu Yoga Saksama
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Pajak
2. Para Pejabat Eselon II di Lingkungan Kantor Pusat DJP
3. Para Kepala Kanwil DJP di Seluruh Indonesia
4. Para Kepala Unit Pelayanan Teknis