peraturan:0tkbpera:131f383b434fdf48079bff1e44e2d9a5
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
19 Desember 2000
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 591/PJ.312/2000
TENTANG
PELAKSANAAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DALAM MASA PERALIHAN PENGELOLAAN GEDUNG
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 10 Oktober 2000 perihal tersebut di atas, dengan ini
kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut dijelaskan antara lain:
a. Bidang usaha PT. ABC untuk cabang Surabaya sebelumnya adalah jasa pengelolaan gedung
yang dibangun dengan perjanjian BOT dengan pihak Bank Mandiri (EX Bapindo).
b. Dalam perjanjian BOT tersebut PT. ABC wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari
para Tenant dan sebaliknya dipungut Pajak Penghasilan (PPh) atas penyewaan kepada badan.
c. Sehubungan dengan Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat dengan
Putusan Nomor 15 / P.K.P.U. / 2000/PN. NIAGA. JKT.PST. Jo. No. 45/PAILIT 2000/PN. NIAGA.
JKT.PST. tanggal 28 September 2000 terhadap PT. ABC, selambatnya sejak tanggal
28 Oktober 2000 tidak berhak lagi atas hasil pengelolaan gedung tersebut, namun pihak
kreditur belum menetapkan siapa yang ditunjuk/dikuasakan untuk pengelolaan dalam masa
peralihan tersebut, sedangkan sementara itu terdapat hasil pungutan sewa maupun
pengeluaran biaya eksploitasi dari bangunan tersebut.
d. Berdasarkan perjanjian perdamaian tanggal 25 September 2000 Pasal 3 sampai dengan Pasal
6 yang disahkan dengan Putusan Nomor 15 / P.K.P.U./2000/PN. NIAGA.
JKT. PST. Jo. No. 45/PAILIT 2000 / PN. NIAGA. JKT. PST, tanggal 28 September 2000 Pihak
PT. ABC harus menyerahkan gedung pada kreditur yang mana bila kreditur yang
bersangkutan tidak menerimanya, PT. ABC akan menyerahkan kepada Komite Khusus yang
akan dikoordinasikan oleh Lawyer.
e. Atas permasalahan tersebut PT. ABC memohon penjelasan mengenai perlakuan perpajakan
sehubungan dengan :
- PPN yang harus dipungut, serta Faktur Pajak yang bersangkutan dengan NPWP, No.
Seri Faktur Pajak siapa, penandatanganan Faktur Pajak, pungutan serta pelaporannya
kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
- PPh yang harus memungut/dipungut dari para Tenant, penyetoran serta pelaporannya
kepada KPP, siapa yang harus melaksanakannya.
2. Pajak Penghasilan (PPh)
a. Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 394/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996 tentang
Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Persewaan Tanah dan Atau Bangunan Mengatur antara lain :
1) Ayat (1); apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak, Pajak Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa,
sebesar :
- Enam Persen (6%) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau
bangunan dan bersifat final dalam hal kepemilikan tanah dan/atau bangunan
yang disewakan maupun yang menyewakan adalah Wajib Pajak badan dalam
negeri atau bentuk usaha tetap;
- Sepuluh Persen (10%) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau
bangunan dan bersifat final dalam hal yang menyewakan adalah Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri;
- Sepuluh Persen (10%) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau
bangunan dan bersifat final dalam hal kepemilikan tanah dan/atau bangunan
yang disewakan adalah milik Wajib Pajak orang pribadi tetapi yang
menyewakan adalah Wajib Pajak badan dalam negeri atau Bentuk Usaha
Tetap.
2) Ayat (2); apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak
Penghasilan selain yang disebut pada ayat (1), Pajak Penghesilan yang terutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib dibayar sendiri oleh pihak yang
menyewakan.
b. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-22/PJ.4/1996 tanggal 14 Juni 1996 tentang
Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan menegaskan
antara lain :
Butir 6; dalam hal PPh yang terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa,
penyewa wajib;
a) Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa;
b) Memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Final)
kepada yang menyewakan;
c) Menyetor PPh terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya
sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
d) Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya sewa.
c. Berdasarkan hal-hal tersebut, kewajiban pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPh
sehubungan dengan sewa yang diterima dari para Tenant setelah dilakukan penyerahan
pengelolaan gedung tersebut dapat ditegaskan sebagai berikut;
1) Dalam hal penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23 maka pemotongan, penyetoran dan
pelaporan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dilaksanakan oleh pihak penyewa
tersebut.
2) Dalam hal penyewa adalah orang pribadi dan/atau bukan Subjek Pajak, penyetoran
dan pelaporan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atas PPh yang terutang
dilaksanakan oleh badan pengelola gedung yang bersangkutan. Dalam hal ini apabila
yang mengelola gedung sekarang adalah komite khusus yang dikoordinasikan oleh
lawyer, maka penyetoran dan pelaporan tersebut dilakukan oleh Komite dimaksud.
3. Pertambahan Nilai (PPN)
a. Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994, diatur
bahwa:
- Pasal 2 ayat (1):
Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
- Pasal 2 ayat (2):
Setiap Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN 1984,
wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat
kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha kena Pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
- Pasal 32 ayat (1) huruf b:
Dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili, dalam hal badan dalam
pembubaran atau pailit oleh orang atau badan yang dibebani untuk melakukan
pemberesan.
b. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 diatur bahwa:
- Pasal 3A:
Pengusaha yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak wajib memungut, menyetor
dan melaporkan PPN yang terutang.
- Pasal 4:
PPN dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah
Pabean oleh Pengusaha.
c. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa mengingat
PT ABC yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah tidak berhak
lagi untuk mengelola gedung dimaksud, maka penyetoran dan pelaporan kewajiban PPN atas
hasil pengelolaan gedung selanjutnya dilakukan oleh Komite Khusus yang dikoordinasikan
oleh Lawyer. Untuk itu Komite Khusus tersebut harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak
dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR
ttd
IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/0tkbpera/131f383b434fdf48079bff1e44e2d9a5.txt · Last modified: by 127.0.0.1