peraturan:0tkbpera:12f73080e04ce0d8e95defb577ebc3f4
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               10 Oktober 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 521/PJ.42/2003

                            TENTANG

                 PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS DEBT TO EQUITY SWAP

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 12 Desember 2002, dengan ini disampaikan hal-hal 
sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa:
    a.  Klien Saudara mempunyai pinjaman kepada Bank yang kemudian diserahkan ke BPPN. 
        Selanjutnya pada tahun 2000 telah dibuatkan MoU antara klien Saudara dengan BPPN atas 
        utang pokok dan bunga sebesar Rp. 5.000.000.000,- sebagai bagian dari proses restrukturisasi 
        utang kepada BPPN;
    b.  Sampai dengan tahun 2002, klien Saudara mencatat utang pokok dan bunga menjadi 
        Rp. 6.000.000.000,-. Kemudian pada tahun yang sama, kewajiban tersebut oleh BPPN dialihkan 
        kepada kreditur baru dengan nilai ATK sebesar Rp. 4.000.000.000,-;
    c.  Terhadap utang pokok dan bunga sebesar Rp. 6.000.000.000,- tersebut diselesaikan dengan     
        cara perubahan/konversi utang menjadi penyertaan modal kreditur baru pada perusahaan 
        debitur (debt to equity swap) sebesar Rp. 4.000.000.000,- dan sisanya sebesar 
        Rp. 2.000.000.000,- tetap dicatat sebagai utang dan dikenakan bunga;
    d.  Saudara menanyakan bagaimana implikasi Pajak Penghasilan terhadap pencatatan tersebut 
        di atas.

2.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), diatur bahwa:
    a.  Pasal 4 ayat (1) huruf k, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan 
        kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari 
        Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk 
        menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk 
        apapun, termasuk antara lain keuntungan karena pembebasan utang;
    b.  Pasal 6 ayat (1) huruf h, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan 
        bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi piutang yang nyata-
        nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
        1)  telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
        2)  telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan 
            Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai 
            penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang 
            bersangkutan;
        3)  telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
        4)  Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada 
            Direktorat Jenderal Pajak,
        yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

3.  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 TAHUN 2001 tentang Pemberian Keringanan Pajak 
    Penghasilan Kepada Wajib Pajak Yang Melakukan Restrukturisasi Utang Usaha Melalui Lembaga Khusus 
    Yang Dibentuk Pemerintah, antara lain diatur:
    a.  Pasal 6, Pajak Penghasilan yang terutang atas keuntungan yang diperoleh debitur atau 
        kreditur karena perubahan utang menjadi penyertaan modal kreditur pada perusahaan 
        debitur (debt to equity swap) baik langsung maupun melalui pihak ketiga, dibebaskan 
        sepanjang penyertaan modal tersebut dinilai sebesar nilai buku utang pihak debitur.
    b.  -   Pasal 7 ayat (3), Atas utang bunga yang tidak diberikan pembebasan termasuk utang 
            bunga yang diubah menjadi utang baru dan atau penyertaan modal, tetap terutang 
            Pajak Penghasilan oleh kreditur;
        -   Pasal 7 ayat (4) huruf a, Pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 23 
            atau Pasal 26 oleh debitur berkenaan dengan utang bunga yang tidak diberikan 
            pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), untuk utang bunga yang diubah 
            menjadi utang baru dan atau penyertaan modal tetap dilakukan sesuai dengan 
            ketentuan yang berlaku.

4.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dengan ini diberikan penegasan bahwa:
    a.  Atas restrukturisasi utang sebesar Rp. 4.000.000.000,- dengan transaksi perubahan utang 
        menjadi penyertaan modal kreditur baru (debt to equity swap), sepanjang jumlah penyertaan 
        modal dibukukan sama dengan jumlah nilai buku utang-piutang yang dikonversi, maka tidak 
        terdapat konsekuensi perpajakannya;
    b.  Atas sisa utang-piutang sebesar Rp. 2.000.000.000,- yang diubah menjadi utang-piutang baru, 
        merupakan keuntungan karena pembelian piutang dengan nilai yang lebih rendah 
        (Rp. 4.000.000.000,-) dari BPPN dan terutang pajak berdasarkan ketentuan umum UU PPh oleh 
        kreditur baru/pemegang saham baru.

Demikian harap maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd

SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
peraturan/0tkbpera/12f73080e04ce0d8e95defb577ebc3f4.txt · Last modified: (external edit)