peraturan:0tkbpera:0e7e05fa1026b0c5459267608ae320b8
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
7 Maret 2000
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 110/PJ.311/2000
TENTANG
KOMISI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 15 Januari 2000 perihal sebagaimana tersebut di atas
dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut, Saudara mengajukan permasalahan yang perlu mendapat penegasan tentang
komisi yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri yang belum diatur pengenaan Pajak
Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Menurut pendapat Saudara :
- PPh atas komisi tidak dapat diterapkan karena belum diatur cukup dalam Pasal 26 UU PPh,
maka kecenderungan bebas PPh sangat besar.
- PPN atas komisi sulit diterapkan karena azas manfaat sulit ditentukan destinasinya, sehingga
PPN diragukan penerapannya.
2. Pajak Penghasilan (PPh)
2.1 Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994
beserta penjelasannya diatur bahwa atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan
jasa, pekerjaan dan kegiatan yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah,
Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap
di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak
yang wajib membayarkan.
2.2 Berdasarkan ketentuan di atas maka atas penghasilan komisi termasuk dalam pengertian
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan sehingga wajib dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) atau berdasarkan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.
3. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
3.1 Berdasarkan Pasal 3A, Pasal 4 huruf c dan penjelasan Pasal 11 ayat (3) dan ayat (5) Undang-
undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11
Tahun 1994 diatur bahwa orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari
Luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e wajib memungut,
menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. Adapun saat terutangnya
pajak terjadi bila orang pribadi atau badan tersebut mulai memanfaatkan Jasa Kena Pajak
tersebut di dalam Daerah Pabean, dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
pemanfaatan Jasa Kena Pajak, maka terutangnya pajak terjadi pada saat pembayaran.
3.2 Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 597/KMK.04/1994
tanggal 21 Desember 1994 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor :
SE-08/PJ.5/1995 tanggal 17 Maret 1995 antara lain disebutkan bahwa :
a. Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat berupa jasa-jasa sebagai berikut :
- Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang melekat pada atau ditujukan
untuk barang tidak bergerak yang berada dalam Daerah Pabean dan
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan di dalam Daerah Pabean
Indonesia. Misalnya jasa perencanaan atau penggambaran bangunan.
- Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada atau
ditujukan untuk barang bergerak yang berada atau dimanfaatkan di dalam
Daerah Pabean dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan di dalam
Daerah Pabean. Misalnya jasa persewaan rig atau pengeboran minyak dan
jasa persewaan alat-alat berat.
- Jasa yang dilakukan secara phisik di dalam Daerah Pabean. Misalnya jasa
konsultan, jasa pengacara, jasa akuntan, dan jasa surveyor.
b. Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari
peristiwa-peristiwa sebagai berikut :
- Saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak secara nyata
dimanfaatkan atau telah digunakannya Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan tujuannya,
- Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak dinyatakan sebagai utang,
- Saat Harga Jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Penggantian Jasa
Kena Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan,
- Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak dibayar, baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang
memanfaatkan.
3.3 Berdasarkan hal tersebut di atas dengan ini ditegaskan bahwa :
a. Komisi yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sepanjang dimanfaatkan
oleh orang pribadi atau badan di dalam Daerah Pabean terutang PPN pada saat Jasa
Kena Pajak tersebut dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean sebagaimana disebutkan
dalam butir 3.2 di atas. Dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut maka terutangnya pajak terjadi pada saat
pembayaran.
b. PPN yang dipungut harus disetorkan oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Wajib Pajak Luar Negeri yang
menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean.
Apabila masih ada pertanyaan atau pertanyaan atau memerlukan penjelasan lebih lanjut, silahkan
Saudara langsung menghubungi Kantor Pelayanan Pajak setempat atau dimana Saudara terdaftar
sebagai Wajib Pajak.
Demikian agar maklum.
DIREKTUR
ttd
IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/0tkbpera/0e7e05fa1026b0c5459267608ae320b8.txt · Last modified: by 127.0.0.1