User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:0ac6bb01918e52c611c2ac94e1a8bdcd
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                             28 Juni 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 523/PJ.311/2005

                             TENTANG

                      PENJELASAN PAJAK ATAS PNBP

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat dari Saudara nomor XXX tanggal 15 April 2005 perihal tersebut di atas, dengan ini 
disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan antara lain:
    a.  Dalam rangka meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Sekretariat Jenderal 
        Departemen Keuangan telah menyewakan sebagian ruangan gedung kantor Sekretariat 
        Jenderal Departemen Keuangan kepada pihak ketiga;
    b.  Dari hasil pemeriksaan BPKP, PNBP tersebut masih terutang PPh dan PPN;
    c.  Saudara minta penjelasan mengenai ketentuan perpajakan yang berlaku atas PNBP 
        penyewaan ruangan gedung kantor inventaris/milik instansi pemerintah kepada pihak III.

2.  Pajak Penghasilan
    a.  Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang 
        Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 
        2000, diatur bahwa yang menjadi Subjek Pajak antara lain adalah badan. Dalam memori 
        penjelasannya antara lain disebutkan bahwa unit tertentu dari badan pemerintah yang 
        memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu:
        1)  dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
        2)  dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD;
        3)  penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau 
            Daerah; dan
        4)  pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
    b.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, diatur bahwa 
        yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis 
        yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar 
        Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak 
        yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

3.  Pajak Pertambahan Nilai.
    a.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang 
        dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah 
        terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 diatur antara lain:
        1)  Pasal 1 angka 5 : Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan 
            atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau 
            kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk 
            menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas 
            petunjuk dari pemesan.
        2)  Pasal 1 angka 6 : Jasa Kena Pajak (JKP) adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam 
            angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
        3)  Pasal 1 angka 7 : Penyerahan JKP adalah setiap kegiatan pemberian JKP 
            sebagaimana dimaksud dalam angka 6.
        4)  Pasal 1 angka 13 : Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan 
            kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang 
            meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau 
            BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana 
            pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial 
            politik, atau organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk 
            usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
        5)  Pasal 1 angka 14 : Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana 
            dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya 
            menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha 
            perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, 
            melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
        6)  Pasal 1 angka 15 : Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud 
            dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau 
            penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, 
            tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan 
            Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai 
            Pengusaha Kena Pajak.
        7)  Pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah 
            Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan 
            dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung 
            pajak yang terutang.
        8)  Pasal 1 angka 19 menyatakan bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk 
            semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena 
            penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-
            undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
        9)  Pasal 3A ayat (1) : Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana     dimaksud 
            dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk 
            dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan 
            melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang 
            terutang.
        10) Pasal 4 huruf c : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena 
            Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Dalam penjelasannya 
            disebutkan bahwa Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak 
            meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak 
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya 
            dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.
        11) Pasal 4A ayat (3) juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang 
            Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai mengatur 
            kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan jasa penyewaan 
            ruangan gedung kantor tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak 
            Pertambahan Nilai.
        12) Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% 
            (sepuluh persen).
        13) Pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung 
            dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan DPP.
        14) Pasal 13 ayat (1) : Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap 
            penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau 
            huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 
            huruf c.
    b.  Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan 
        Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 disebutkan antara lain sebagai berikut:
        1)  Pasal 1 : Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku 
            melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah 
            peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam 
            ratus juta rupiah).
        2)  Pasal 4 ayat (1) : Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan 
            sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun 
            buku, jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya melebihi batas 
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
    c.  Sesuai dengan definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen adalah lembaga 
        pemerintahan yang mengurus suatu bidang pekerjaan negara dengan pimpinan seorang 
        Menteri.

4.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan bahwa:
    a.  Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan memenuhi kriteria sebagai unit tertentu dari 
        badan pemerintah yang tidak termasuk sebagai Subjek Pajak sebagaimana dimaksud pada 
        butir 2. Atas penerimaan dari penyewaan ruangan gedung kantor inventaris/milik instansi 
        pemerintah kepada pihak ketiga yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak, tidak 
        termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan.
    b.  Kegiatan penyewaan ruangan yang dilakukan oleh Sekretariat Jenderal Departemen 
        Keuangan kepada pihak ketiga dalam rangka meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak 
        termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak.
    c.  Apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto atas jasa sewa 
        ruangan lebih dari Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), maka Sekretariat Jenderal 
        Departemen Keuangan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha 
        Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang 
        terutang yaitu sebesar 10% dari nilai penggantian serta wajib menerbitkan Faktur Pajak.

Demikian harap maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd.

HERRY SUMARDJITO
peraturan/0tkbpera/0ac6bb01918e52c611c2ac94e1a8bdcd.txt · Last modified: 2023/02/05 04:12 (external edit)