peraturan:0tkbpera:0a30a980e3540e51eb25423caa79f0cb
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
27 Agustus 2004
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 767/PJ.53/2004
TENTANG
PENEGASAN TENTANG PEMBEBASAN PPN ALAT KOMUNIKASI RADIO YANG DISERAHKAN KEPADA POLRI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara kepada Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara tanpa
nomor tanggal 16 Februari 2004 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat yang diteruskan kepada
Direktorat PPN dan PTLL dengan Surat Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara Nomor XXX,
dengan ini disampaikan hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut Saudara mohon agar atas penyerahan alat komunikasi radio kepada POLRI
untuk dipergunakan sebagai sarana pendukung tugas-tugas Ketahanan Negara dibebaskan dari
pengenaan PPN, dengan alasan bahwa seluruh proses pemakaian atas komunikasi radio untuk POLRI
prinsipnya untuk kepentingan Pertahanan Keamanan Negara (stabilitas).
2. Pasal 25 ayat (1) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan mengatur bahwa
Pembebasan Bea Masuk diberikan atas Impor persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer
termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
3. Pasal 4 huruf b Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 mengatur bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan
atas impor Barang Kena Pajak. Dalam penjelasan Pasal tersebut dijelaskan bahwa Pajak juga
dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai.
4. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002 mengatur bahwa atas
impor Barang Kena Pajak yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan Pabean dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan.
5. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu (BKP Tertentu) dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu (JKP Tertentu)
Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 TAHUN 2003 mengatur jenis BKP Tertentu yang atas penyerahannya
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, namun alat komunikasi radio tidak termasuk
dalam jenis BKP Tertentu tersebut.
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan dari
Pungutan Bea Masuk, antara lain mengatur :
a. Pasal 2 ayat (1), bahwa atas impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea
Masuk tetap dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
b. Pasal 2 ayat (2), bahwa menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
atas impor sebagian Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, tidak
dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; dan
c. Pasal 2 ayat (3) huruf k, bahwa Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea
Masuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) antara lain adalah perlengkapan militer
termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 139/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor
Persenjataan, Amunisi, Termasuk Suku Cadang dan Perlengkapan Militer serta Barang dan Bahan
Yang Dipergunakan Untuk Menghasilkan Barang Yang Diperuntukkan Bagi Keperluan Pertahanan dan
Kemanan Negara, antara lain mengatur :
a. Pasal 1 angka 1, bahwa persenjataan dan amunisi adalah alat utama Angkutan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI) termasuk suku cadang dan perlengkapan militer yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara untuk melaksanakan
kegiatan dan operasi dalam rangka pelaksanaan tugas pokok ABRI, serta alat pendukung
yang dipergunakan dalam pengoperasian alat utama dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan
operasi ABRI, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini;
b. Pasal 2, bahwa atas pemasukan barang-barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
diberikan pembebasan bea masuk;
c. Pasal 3 ayat (2), bahwa untuk impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1,
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri suatu pernyataan tertulis
sebagaimana contoh pada Lampiran II yang menyatakan bahwa barang-barang tersebut
dipergunakan untuk keperluan ABRI yang ditandatangani oleh :
1) Direktur Jenderal Material, Fasilitas dan Jasa atau oleh Direktur Pengadaan dalam hal
barang dan bahan diimpor oleh Departemen Pertahanan dan Keamanan;
2) Asisten Logistik Kepala Staf Umum ABRI atau Wakil Asisten Logistik dalam hal barang
dan bahan diimpor oleh Markas Besar ABRI.
d. Lampiran I angka II butir 2, bahwa Komunikasi dan Navigasi seperti Jamming Directing
Finder, Tranceiver, Repeater, Faximile, Telex, Telegraph, Cryptograph, Peralatan Navigasi dan
Alat Komunikasi Khusus merupakan alat pendukung yang dipergunakan dalam pengoperasian
alat utama dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan operasi ABRI.
8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah
Dan Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor Dan Melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran Dan Pelaporannya, antara lain mengatur :
a. Pasal 2 ayat (1), bahwa Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
b. Pasal 2 ayat (2), bahwa Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa
Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena
Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terutang.
9. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 8, dan dengan memperhatikan isi surat
Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini diberikan penegasan bahwa:
a. Atas impor alat komunikasi radio oleh PT ABC tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, sepanjang:
1) Alat komunikasi radio tersebut merupakan alat pendukung yang dipergunakan untuk
pengoperasian alat utama dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan operasi ABRI
yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, sebagaimana dimaksud dalam butir 7
huruf d diatas; dan
2) PT ABC dapat menunjukkan kontrak atau perjanjian kerjasama dengan ABRI yang
disertai/dilampiri suatu pernyataan tertulis dari ABRI yang menyatakan bahwa
barang-barang tersebut dipergunakan untuk keperluan ABRI, sebagaimana dimaksud
dalam butir 7 huruf c di atas.
b. Atas penyerahan alat komunikasi radio oleh PT ABC kepada POLRI yang dipergunakan
sebagai peralatan tugas ketahanan negara, tidak termasuk dalam jenis BKP Tertentu yang
atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN. Dengan demikian atas penyerahan alat
komunikasi radio tersebut terutang PPN dan Bendaharawan POLRI sebagai Pemungut PPN
wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang terutang.
Demikian untuk dimaklumi.
A.n. DIREKTUR JENDERAL,
DIREKTUR PPN DAN PTLL
ttd
A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/0tkbpera/0a30a980e3540e51eb25423caa79f0cb.txt · Last modified: by 127.0.0.1