peraturan:0tkbpera:08b2dbdc9ca941d237893bd425af8bfa
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 17 Januari 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR S - 18/PJ.43/2003

                            TENTANG

                 PERMOHONAN PEMBEBASAN PPh PASAL 22 IMPOR 
             ATAS RELOKASI MESIN DARI PLN BATAM KE PLN CABANG TANJUNG PINANG

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara kepada Gubernur Riau Nomor XXX tanggal 6 September 2002 perihal 
Pembebasan PPN dan PPh Impor atas Mesin yang Direlokasi dari PLN Batam ke PLN Cabang Tanjung Pinang, 
dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut, Saudara mengemukakan bahwa PT PLN (Persero) Wilayah Riau merelokasi 
    mesin dari PLN Batam ke PLN Cabang Tanjung Pinang dan setelah dilaksanakan prosedur 
    pemberitahuan barang impor yang diangkut lanjut, maka PT PLN (Persero) Wilayah Riau dikenakan 
    PPh Pasal 22 impor sebesar 2,5% dari nilai transaksi komponen Rp 525.835.866 atau Rp 13.145.897. 
    Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara mengajukan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 atas 
    kegiatan tersebut.

2.  Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47/KMK.01/1987 tentang 
    Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas 
    Pengeluaran/Pemasukan/Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari/ke/di Kawasan 
    Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam dan Pulau-pulau di Sekitarnya yang Dinyatakan 
    sebagai Kawasan Berikat (Bonded Zone) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri 
    Keuangan Nomor 548/KMK.04/1994, diatur bahwa pengeluaran Barang Kena Pajak yang berasal dari 
    luar negeri dari Kawasan Berikat ke dalam daerah pabean Indonesia dianggap sebagai impor.

3.  Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 tentang 
    Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tatacara 
    Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    392/KMK.03/2001 tanggal 4 Juli 2001, diatur bahwa:
    a.  Pasal 1 butir 1;
        Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ditunjuk sebagai pemungut Pajak 
        Penghasilan Pasal 22 atas impor barang
    b.  Pasal 2 ayat (1) huruf a;
        Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor ditetapkan sebagai berikut:
        1)  yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah 
            persen) dari nilai impor;
        2)  yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
        3)  yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
    c.  Pasal 3 ayat (1) huruf c;
        Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah dalam hal impor 
        sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.

4.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa:
    a.  Terhadap relokasi mesin dari PLN Batam ke PLN Cabang Tanjung Pinang wajib dikenakan 
        pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dengan besarnya pungutan sebagai berikut:
        1)  Apabila menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah 
            persen) dari nilai impor;
        2)  Apabila tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai 
            impor.
    b.  Relokasi mesin dari PLN Batam ke PLN Cabang Tanjung Pinang tidak termasuk sebagai impor 
        barang yang dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22.

Demikian agar Saudara maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR,

ttd

SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN
peraturan/0tkbpera/08b2dbdc9ca941d237893bd425af8bfa.txt · Last modified: (external edit)