peraturan:0tkbpera:085ebbec4e5bc8d8f79481dbf896267a
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
7 Oktober 2004
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 859/PJ.51/2004
TENTANG
PENINJAUAN KEMBALI MATERI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 144 TAHUN 2000
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor 49/APBI/IV/2004 tanggal 20 April 2004 Hal Penetapan Batubara
sebagai BBKP (PP 144/2000) dan Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(PP. 65/2001) yang ditujukan kepada Menteri Keuangan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut antara lain disampaikan bahwa :
a. Berdasarkan telaah hukum Mahkamah Agung melalui surat Ketua Muda Mahkamah Agung
Bidang ULDILTUN Nomor 2/Td.TUN/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 hal Permohonan
Pertimbangan Hukum yang ditujukan kepada Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batu bara
Indonesia dinyatakan bahwa penetapan Batubara sebagai Barang Bukan Kena Pajak (BBKP)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 adalah bertentangan
dengan peraturan dasarnya yaitu Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000.
b. Sehubungan dengan hal tersebut di atas Saudara memohon agar status batubara
dikembalikan lagi kepada status semula yaitu sebagai Barang Kena Pajak.
2. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 1999, antara lain
diatur bahwa :
a. Pasal 1 ayat (4), yang dimaksud dengan keberatan adalah suatu permohonan yang berisi
keberatan terhadap berlakunya suatu peraturan perundang-undangan yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan diajukan ke
Mahkamah Agung untuk mendapatkan putusan.
b. Pasal 5 ayat (4), permohonan keberatan harus diajukan dalam jangka waktu adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak berlakunya peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
c. Pasal 8, bahwa Ketua Mahkamah Agung menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan
memeriksa dan memutus tentang permohonan Hak Uji Materiil terhadap suatu permohonan
keberatan.
d. Pasal 10, produk hukum yang memiliki kekuatan hukum mengikat terhadap permohonan uji
materil yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung harus berupa Putusan Mahkamah Agung.
3. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18
Tahun 2000 (UU PPN) menetapkan bahwa :
a. Sesuai Pasal 4A ayat (2) huruf a, jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
antara lain didasarkan atas kelompok barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya.
b. Sesuai Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a, yang dimaksud dengan barang hasil
pertambangan dan hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya seperti minyak
mentah (crude oil), gas bumi, pasir dan kerikil, bijih besi, bijih timah, bijih emas.
4. Sesuai Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 ditetapkan bahwa jenis barang hasil
pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dan sumbernya adalah :
a. minyak mentah (crude oil);
b. gas bumi;
c. pasir dan kerikil;
d. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
e. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak serta bijih bauksit.
5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
a. Telaah hukum Mahkamah Agung sebagaimana disampaikan dalam Surat Ketua Muda
Mahkamah Agung Bidang ULDILTUN Nomor 2/Td.TUN/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 secara
yuridis formal tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena bukan merupakan Putusan
Mahkamah Agung berkenaan dengan Hak Uji Material atas Peraturan Pemerintah Nomor 144
Tahun 2000.
b. Substansi material Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tidak bertentangan dengan
UU PPN karena :
1) Telah mendapat delegasi wewenang dari Pasal 4A ayat (1) UU PPN untuk menetapkan
jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai yang didasarkan
pada kelompok-kelompok barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A
ayat (2) dan ayat (3) UU PPN.
2) Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf a tidak bersifat limitatif karena dalam menjelaskan
pengertian barang hasil pertambangan dan hasil pengeboran yang diambil langsung
dari sumbernya, UU PPN menggunakan kata "seperti" yang dapat dipersamakan atau
disepadankan dengan kata "contohnya" atau "misalnya" yang tidak bermakna limitatif.
c. Dengan memperhatikan hal-hal sebagaimana tersebut pada huruf a dan huruf b di atas
dengan ini disampaikan bahwa materi Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 masih
tetap berlaku. Oleh karena itu dengan sangat menyesal permohonan Saudara tidak dapat
kami penuhi.
Demikian untuk dimaklumi.
a.n. Direktur Jenderal Pajak,
Direktur PPN dan PTLL,
ttd.
A. Sjarifuddin Alsah
NIP 060044664
Tembusan :
1. Menteri Keuangan;
2. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan;
3. Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Keuangan;
4. Direktur PPN dan PTLL;
5. Direktur Peraturan Perpajakan.
peraturan/0tkbpera/085ebbec4e5bc8d8f79481dbf896267a.txt · Last modified: by 127.0.0.1