peraturan:0tkbpera:080acdcce72c06873a773c4311c2e464
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 29 Juli 1996 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 131/PJ.32/1996 TENTANG PPN CABANG TELUK BETUNG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 17 Mei 1996 perihal tersebut diatas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara menanyakan : a. Surat Setoran Pajak atas penyerahan Kepada RSU X yang ditandatangani sendiri oleh PBF Kimia Farma Teluk Betung karena pihak RSU tidak bersedia menandatangani SSP tersebut, apakah dapat dipakai sebagai kredit pajak. b. Bagaimana membuktikan PPN atas penyerahan kepada Pemungut pajak telah disetor sehubungan dengan SSP lembar ke-2 tidak ada di KPP. c. Kekeliruan dalam pencantuman nomor seri Faktur Pajak apakah dapat dibetulkan. d. Kesalahan tidak menyebutkan nomor Keputusan Presiden yang bersangkutan atas penyerahan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri yang PPNnya ditanggung Pemerintah, apakah dapat mengakibatkan PPN tersebut menjadi tidak ditanggung Pemerintah. 2. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (3) dan lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1289/KMK.04/1988, PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan atau JKP kepada Pemerintah yang pembayarannya melalui Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah, dipungut dan disetor oleh Bank Pemerintah atau Bank Pembangunan Daerah atas nama rekanan Pemerintah. PKP rekanan membuat Faktur Pajak dan SSP dengan membubuhkan NPWP serta identitas rekanan yang bersangkutan tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bank Pemerintah atau Bank Pembangunan Daerah. 3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-28/PJ./1996, pengembalian kelebihan Pajak Masukan yang disebabkan atas penyerahan kepada pemungut PPN dilampiri dengan SSP. 4. Sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-27/PJ.9/1992, pembayaran dianggap absah apabila SSP lembar ke 2 telah ditatausahakan oleh KPP. Apabila dokumen tersebut belum ditatausahakan oleh KPP, maka untuk menguji keabsahan dokumen tersebut harus dilakukan konfirmasi ke Kantor Penerima Pembayaran. Dalam hal jawaban yang diterima dari Kantor Penerima Pembayaran menyatakan "benar telah ada setoran pajak" maka jawaban tersebut dianggap sama fungsinya dengan lembar ke 2 SSP yang telah ditera MCR KPKN. 5. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-53/PJ./1994, atas Faktur Pajak yang hilang, rusak atau cacat, atau salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan, PKP penjual dapat membetulkan Faktur Pajak Standar tersebut dengan menerbitkan Faktur Pajak Standar Pengganti. 6. Sesuai dengan ketentuan Surat Edaran bersama Dirjen Anggaran Nomor : SE-33/A/1987 dan Dirjen Pajak Nomor : SE-41/PJ/1987, PPN yang terutang atas proyek Pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman dan atau hibah Luar Negeri tidak dibebankan pada pinjaman luar negeri, tetapi harus dibebankan pada APBN, kemudian dipotong kembali sebagai penerimaan negara. Pembebanan dan pemotongan PPN tersebut dilaksanakan dengan penerbitan SPM nihil. Rekanan Pemerintah mengajukan 2 macam tagihan kepada Pimpinan Proyek yaitu masing-masing tagihan sebesar nilai penyerahan tanpa PPN dan tagihan untuk PPN. 7. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-19/PJ.53/1996 butir 5, penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh kontraktor Utama/Supplier sehubungan dengan proyek pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri sejak tanggal 1 April 1995 : - tidak dipungut PPN dan PPnBM; - Faktur Pajak tetap dibuat dengan diberi cap " PPN dan PPnBM tidak dipungut"; - SSP tidak perlu dibuat. 8. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang diajukan dapat disampaikan : a. Penyerahan BKP kepada pemerintah yang pembayarannya melalui Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah, dipungut dan disetor oleh Bank tersebut atas nama rekanan Pemerintah sebagaimana disebutkan pada butir 2 diatas. Maka dari itu Penyerahan BKP dari PBF Kimia Farma Teluk Betung ke RSU Abdul Muluk yang merupakan realisasi proyek Pemerintah yang pembayarannya dilakukan oleh Bank Pemerintah Daerah harus dipungut dan disetor sendiri oleh Bank Pemerintah Daerah tersebut atas nama PBF Kimia Farma. PBF Kimia Farma membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada RSU Abdul Muluk, SSP tersebut diisi dan dibubuhkan NPWP PBF Kimia Farma tetapi ditandatangani oleh Bank Pembangunan Daerah sebagai penyetor atas nama PBF Kimia Farma. Dalam pelaksanaannya ternyata SSP tersebut ditandatangani oleh Kimia Farma sendiri bukan oleh Pihak Bank dan Pihak Bank pada saat melakukan pembayaran telah memotong PPN yang terutang. Dengan demikian PPN yang terutang tersebut telah disetor walaupun SSPnya tidak ditandangani oleh Bank. Karena SSP adalah merupakan bukti penyetoran pajak maka atas SSP yang terlanjur ditandatangani oleh Kimia Farma dapat dipakai sebagai sarana pengkreditan pajak. b. Untuk membuktikan bahwa SSP lembar kedua benar telah disetor, KPP dapat melakukan konfirmasi ke Bank Pembangunan Daerah. Apabila berdasarkan hasil konfirmasi dinyatakan "benar telah ada setoran pajak" maka jawaban konfirmasi tersebut dapat dianggap sama fungsinya dengan lembar ke-2 SSP. c. Kekeliruan dalam mencetak nomor seri Faktur Pajak adalah merupakan kesalahan dalam penulisan, oleh karena itu Faktur Pajak yang nomor serinya salah dapat dibetulkan dengan cara menarik kembali Faktur Pajak yang salah tersebut dan diganti dengan Faktur Pajak yang benar. d. Perlakuan PPN atas penyerahan BKP/JKP dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri adalah sebagai berikut : d.1. Sebelum 1 April 1995, PPN yang terutang dibayar dengan SPM nihil. Faktur Pajak Tetap harus dibuat dan dilampiri dengan SSP. Dalam hal ini tidak ada keharusan pembubuhan cap "PPN dan PPnBM ditanggung Pemerintah". d.2. Sesudah 1 April 1995, PPN yang terutang tidak dipungut dan karenanya tidak perlu dibuatkan SSP, Faktur Pajak wajib dibubuhi cap "PPN dan PPnBM Tidak Dipungut Sesuai PP Nomor 42 TAHUN 1995 ". d.3. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya "PPN dan PPnBM ditanggung Pemerintah" seperti dimaksud pada butir d.1, dan "PPN dan PPnBM Tidak Dipungut Sesuai PP Nomor 42 TAHUN 1995" seperti dimaksud pada butir d.2, dapat dikreditkan. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN, ttd ABRONI NASUTION
peraturan/0tkbpera/080acdcce72c06873a773c4311c2e464.txt · Last modified: (external edit)