peraturan:0tkbpera:069bb990aa72457c06f9a01089de7820
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
11 Juni 2001
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 723/PJ.51/2001
TENTANG
PPN UNTUK KOMODITI KOPI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara kepada Presiden RI Nomor S/015/AEKI/II/01 tanggal 5 Februari 2001 hal
Penghapusan PPN untuk Komoditi Kopi yang tembusannya disampaikan kepada kami melalui Surat Sekretaris
Negara Nomor B-78/Sesneg/02/2001 tanggal 28 Februari 2001, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut;
1. Dalam surat tersebut Saudara secara garis besar mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
a. Penerapan PPN didasarkan pada pendekatan komoditi manufacturing dan tidak
mengakomodir komoditi agribisnis (kopi) dimana harga komoditi agribisnis yang terjadi di
pasar lokal sangat dipengaruhi harga pasar intemasional, sehingga hal ini mengurangi
pendapatan petani kopi.
b. Banyaknya pajak/pungutan di daerah serta dampak kebijaksanaan otonomi daerah yang
dapat dipastikan akan lebih membebani biaya di sektor agribisnis sehingga menurunkan daya
saing produk komoditi kopi di pasar Intemasional yang pada gilirannya akan menurunkan
perolehan devisa negara.
c. Komoditi kopi Indonesia dihasilkan hampir 90% oleh petani-petani kecil (small holders)
sehingga dengan adanya pembebanan pungutan-pungutan termasuk PPN akan menyebabkan
penurunan penjualan kopi, yang merugikan petani kopi.
Dengan alasan-alasan seperti dikemukakan di atas, Saudara memohon untuk tidak mengenakan Pajak
Pertambahan Nilai untuk komoditi kopi.
2. Berdasarkan Pasal 4A ayat (2) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, dapal disimpulkan bahwa barang hasil
pertanian, hasil perkebunan, dan hasil kehutanan, yang dipetik langsung, diambil langsung, atau
disadap langsung dari sumbernya adalah tidak termasuk jenis barang yang atas penyerahannya tidak
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
3. Usulan dari berbagai pihak mengenai pengenaan PPN atas produk pertanian telah diperhatikan dan
telah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya telah diterbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai yang berdaya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2001 dan adanya aturan pelaksanaan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tanggal 2 April 2001, yang mengatur antara lain bahwa :
a. Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang :
1) pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
2) peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
3) perikanan baik dari penangkapan atau budidaya.
b. Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang hasil
pertanian yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya
termasuk hasil pemrosesannya yang dilakukan dengan cara tertentu yang diserahkan oleh
petani atau kelompok petani dibebaskan dari pengenaan Pajak ibahan Nilai.
c. Yang dimaksud dengan Petani adalah orang yang melakukan kegiatan usaha di bidang
pertanian, perkebunan, kehutanan, petemakan, perburuan atau penangkapan, penangkaran,
penangkapan atau budidaya perikanan.
4. Sesuai Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, bahwa yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak
adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena
Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
5. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000, bahwa yang
dimaksud dengan Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 360.000.000,00
(tiga ratus enam puluh juta rupiah) atau penyerahan Jasa Kena Pajak dengan jumlah penerimaan
bruto tidak lebih dari Rp 180.000.000,00 (seratus delapan puluh juta rupiah).
6. Sesuai Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, Barang Kena Pajak yang diekspor dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai dengan tarif 0% dan Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor
dapat dikreditkan.
7. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas serta memperhatikan isi surat Saudara, maka usul Saudara
sebenarnya telah tertampung dalam ketentuan tersebut di atas yaitu :
a. atas penyerahan kopi oleh petani atau kelompok petani dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
b. atas penyerahan kopi yang dilakukan oleh pengusaha yang tergolong sebagai Pengusaha
Kecil tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai.
c. atas ekspor kopi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% dan Pajak Masukan yang
telah dibayar dapat dikreditkan atau diminta kembali. Dengan demikian dalam harga pokok
penjualan tidak ikut diperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai dan hal ini akan menaikkan daya
saing di pasaran dunia serta membantu perolehan devisa negara.
Demikian agar Saudara maklum.
Direktur Jenderal
ttd.
Hadi Poernomo
NIP 060027375
peraturan/0tkbpera/069bb990aa72457c06f9a01089de7820.txt · Last modified: by 127.0.0.1