peraturan:0tkbpera:04f2a4140112ae491f66a1c558df795f
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
2 Februari 1989
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 07/PJ.4/1989
TENTANG
PENYITAAN UANG KAS/UANG TUNAI DAN LAIN-LAIN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Kepala Kantor Wilayah XII Direktorat Jenderal Pajak tanggal 31 Oktober 1988
Nomor S-051/WPJ.12/BD.04/1988 yang meminta penjelasan mengenai penyitaan terhadap uang kas dan lain-
lain, bersama ini diberikan penjelasan sebagai berikut:
1. Penyitaan dalam Hukum Pajak bertujuan agar barang yang disita dapat dipakai sebagai jaminan atas
pelunasan hutang pajak berikut biaya penagihannya sebagaimana tercantum dalam Surat Paksa.
Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan (berdasarkan ketentuan perundang-undangan) hutang
pajak tersebut belum dilunasi oleh Wajib Pajak maka barang yang telah disita tersebut dapat dijual
(oleh fiskus) di muka umum, dan hasil penjualannya dipergunakan untuk melunasi hutang pajak
berikut biaya penagihannya.
2. PENYITAAN UANG KAS/UANG TUNAI
2.1. Dalam pengertian UANG TUNAI (istilah menurut UU No. 19 Tahun 1959) termasuk pula CEK
ATAS UNJUK, sedangkan cek atas nama tidak termasuk di dalamnya. Berdasarkan pasal 9
ayat (4) Undang-Undang No. 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara Dengan Surat
Paksa, UANG TUNAI termasuk harta gerak yang dapat disita, namun bagaimana prosedur dan
tata cara penyitaannya hingga kini belum diatur.
2.2. Penyitaan UANG TUNAI pada prinsipnya harus dihadiri oleh Wajib Pajak atau salah seorang
anggota keluarga terdekat (istri atau anak yang sudah dewasa yaitu berumur 21 tahun atau
lebih) atau oleh KASIR Perusahaan Wajib Pajak serta dihadiri 2 (dua) orang saksi. Dalam hal
penyitaan tidak dihadiri oleh Wajib Pajak maka salah seorang saksi haruslah Kepala Daerah
Setempat (Camat atau Lurah). Jumlah uang tunai yang disita harus dirinci dalam suatu daftar
seperti contoh terlampir (Lampiran 1) yang merupakan lampiran dari Berita Acara
Pelaksanaan Sita (KP Pan 13). Jumlah setinggi-tingginya UANG TUNAI yang boleh disita adalah
sama dengan jumlah hutang pajak sebagaimana tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan
Sita (KP Pan 13) ditambah dengan biaya penagihan penyampaian Surat Paksa dan biaya
penagihan pelaksanaan sita.
2.3. Lampiran sebagaimana dimaksud dalam butir 2.2. dibuat dalam rangkap 3 (tiga). Asli untuk
Juru Sita, tindasan pertama untuk Wajib Pajak dan tindasan kedua dimasukkan dalam
brankast atau tempat penyimpanan uang tunai yang disita. Selanjutnya brankast atau tempat
penyimpanan uang tunai yang disita ditempeli dengan Segel Sita (KP Pan 14).
2.4. Apabila setelah 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Sita, hutang pajak beserta biaya
penagihannya sebagaimana tersebut di atas belum dilunasi oleh Wajib Pajak/penanggung
pajak maka Juru Sita segera memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak/penanggung
pajak bahwa uang tunai yang telah disita akan dipergunakan untuk melunasi hutang pajak
berikut biaya penagihannya (Lampiran 2).
2.5. Setelah itu Uang Tunai yang disita dihitung kembali dengan dihadiri oleh Wajib Pajak/
penanggung pajak atau salah seorang anggota keluarga terdekat atau KASIR serta dua orang
saksi. Setelah cocok maka dengan mempergunakan NPWP Wajib Pajak/penanggung pajak
dibuatlah KPU 33 dan KP Pan 30 untuk selanjutnya Juru Sita menyetorkannya ke Kas Negara.
3. PENYITAAN ATAS KERTAS-KERTAS BERHARGA
Termasuk kertas-kertas berharga antara lain Cek Atas Nama, Giro Bilyet, Sertifikat Deposito, Bukti
Pemilikan Saham dan lain-lain. Pada prinsipnya cara penyitaan atas kertas-kertas berharga sama
seperti penyitaan atas uang tunai. Namun mengingat kertas-kertas berharga tersebut diatas, tak
dapat diuangkan tanpa persetujuan Wajib Pajak/penanggung pajak maka sebaiknya Juru Sita
mengarahkan perhatiannya kepada penyitaan uang tunai.
Adapun Rekening Koran atau Rekening Koran Giro hanyalah semacam Daftar Perhitungan yang dibuat
oleh Bank mengenai posisi keuangan dari nasabah Bank yang bersangkutan pada suatu saat tertentu.
Penyitaan terhadap Rekening Koran mungkin dimaksudkan agar Bank memblokir Rekening Simpanan
Wajib Pajak pada Bank tersebut. Namun dengan adanya ketentuan mengenai Rahasia Bank, hal
tersebut hanya dapat dilakukan atas idzin Menteri Keuangan (periksa pasal 36 dan 37 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang "Pokok-Pokok Perbankan").
4. PENYITAAN HARTA GERAK/HARTA TAK GERAK YANG MASIH DALAM ANGSURAN KREDIT
Pada dasarnya semua harta yang berada dalam penguasaan Wajib Pajak/penanggung pajak dapat
disita, kecuali beberapa jenis harta tertentu yang menurut undang-undang tidak boleh disita. Namun
apabila Juru Sita mengetahui bahwa harta gerak/harta tak gerak yang bersangkutan masih dalam
angsuran kredit, sebaiknya mengalihkan perhatiannya kepada harta gerak/harta tak gerak yang lain,
satu dan lain hal untuk menghindari kemungkinan timbulnya sanggahan dari pihak ketiga atas harta
yang telah disita. Selain itu perlu diingat bahwa harta yang masih dalam angsuran kredit, secara
hukum belum merupakan hal milik Wajib Pajak/penanggung pajak.
Demikianlah untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.
A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PERENCANAAN PENERIMAAN DAN PENAGIHAN
ttd
Drs. MADE ARMADE
peraturan/0tkbpera/04f2a4140112ae491f66a1c558df795f.txt · Last modified: by 127.0.0.1