peraturan:0tkbpera:0163cceb20f5ca7b313419c068abd9dc
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 5 Desember 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 837/PJ.31/2003 TENTANG PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 ATAS PEMBAYARAN BUNGA KE LUAR NEGERI 2003 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 4 Nopember 2003 perihal Pajak Penghasilan yang Dipotong atas Bunga yang Dibayar atau Terhutang kepada Bank, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan permasalahan klien Saudara, PT. ABC, sebagai berikut: a. PT. ABC memperoleh fasilitas kredit dari XYZ, yaitu: - Kredit investasi, sebesar US$ 50,000,000 + Rp. 33.479.104.433,- - Kredit modal kerja, sebesar US$ 5,000,000 + Rp. 1.998.565.121,- _____________ _________________ - Jumlah US$ 55,000,000 + Rp. 35.477.669.554,- b. Pada tahun 1998, karena krisis moneter di Indonesia, terdapat utang bunga yang belum dibayar, yaitu: - Kredit investasi, sebesar US$ 13,317,440 + Rp. 16,152,144,071,- - Kredit modal kerja, sebesar US$ 1,063,815 + Rp. 1.318.203.120,- _____________ ________________ - Jumlah US$ 14,381,255 + Rp. 17.470.347.191,- c. Pada tanggal 1 April 1999 (dalam rangka restrukturisasi/penyehatan XYZ oleh BPPN, yang kemudian bergabung ke dalam Bank CBA), utang (pokok + bunga) kepada XYZ tersebut diambil alih oleh BPPN dengan jumlah nilai pengalihan yang sama dengan nilai buku; d. Pada tanggal 27 September 2002, BPPN menjual seluruh aset tagihan tersebut kepada PT. BCA (jumlah nilai pengalihan tidak disebutkan); e. Pada tanggal 24 Oktober 2002, PT. BCA menjual kembali sebagian aset tagihannya kepada Bank BAC, Tbk. Sebesar US$ 11,000,000 dan kemudian pada tanggal 27 Nopember 2002 menjual seluruh sisa aset tagihannya kepada YYY (bertempat kedudukan di British Virgin Island) sebesar US$ 58,381,335 dan Rp. 52.948.016.745,- f. Antara pihak-pihak kreditur baru tersebut di atas dengan PT. ABC selaku debitur tidak terdapat hubungan istimewa; g. Saudara mohon penegasan apakah atas pinjaman (aset tagihan pihak kreditur) yang dijual terakhir kepada YYY terutang/harus dipotong PPh Pasal 26. 2. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf f Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Undang-undang Pajak Penghasilan), yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk antara lain: d. keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta; dan f. bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. 3. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf d Undang-undang Pajak Penghasilan, besarnya penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi antara lain: d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; 4. Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan, atas penghasilan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan, antara lain: b. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang 5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut: a. Dalam transaksi penjualan atau pengalihan harta berupa aset tagihan dari kreditur lama kepada kreditur baru, yang menerima/memperoleh penghasilan (keuntungan atau kerugian) adalah pihak penjual/kreditur lama. Bagi debitur, sepanjang tidak dilakukan restrukturisasi utang (misal : pembebasan sebagian utang atau hair cut) maka tidak ada konsekuensi perpajakannya; b. Bunga yang terutang selama periode kepemilikan (holding period) oleh satu kreditur merupakan penghasilan bagi kreditur yang bersangkutan, meskipun belum dibayarkan. Apabila dalam harga penjualan atau pengalihan aset tagihan termasuk bunga yang masih harus ditagih/dibayar, maka bunga tersebut tetap merupakan penghasilan bagi kreditur lama (yang dibayarkan oleh kreditur baru, dan pada saat itu kreditur baru yang seharusnya dapat melakukan pemotongan pajak atas bunga berdasarkan Pasal 23/26). Bagi kreditur baru bunga tersebut merupakan bagian dari harga perolehan aset tagihan. Apabila bunga tersebut kemudian dibayarkan oleh debitur, maka bunga tersebut merupakan reimbursement yang mengurangi harga perolehan aset tagihan; c. Bunga yang terutang kemudian setelah aset tagihan berada dalam periode kepemilikan kreditur baru merupakan penghasilan bagi kreditur baru; d. Berdasarkan penegasan tersebut pada huruf a, b, dan c, atas pembelian aset tagihan oleh YYY tidak terutang/dipotong PPh Pasal 26, akan tetapi atas bunga yang terutang selama periode kepemilikan oleh Wajib Pajak luar negeri tersebut wajib dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak debitur (PT. ABC). Demikian untuk menjadikan maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd SURJOTAMTOMO SOEDIRDJO
peraturan/0tkbpera/0163cceb20f5ca7b313419c068abd9dc.txt · Last modified: (external edit)