Perubahan
PER-11/PJ/2022 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-03/PJ/2022 TENTANG FAKTUR PAJAK
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-03/PJ/2022
TENTANG
FAKTUR PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa ketentuan mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak serta Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak dengan karakteristik konsumen akhir telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor **18/PMK.03/2021** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam membuat dan mengadministrasikan Faktur Pajak, perlu diberikan pedoman pelaksanaan atas Peraturan Menteri Keuangan dimaksud;
c. bahwa saat ini, ketentuan mengenai Faktur Pajak terdapat dalam beberapa peraturan yang terpisah sehingga perlu dilakukan simplifikasi dalam 1 (satu) peraturan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Faktur Pajak.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 2021** tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
2. Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 2021** tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
3. Peraturan Pemerintah Nomor **1 TAHUN 2012** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor **9 TAHUN 2021** tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6621);
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor **18/PMK.03/2021** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 153).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG FAKTUR PAJAK.
BAB I - KETENTUAN UMUM
Pasal 1 - Definisi
yang dimaksud dengan:
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang KUP
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya.
Undang-Undang PPN
2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
PPN
3. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
PPnBM
4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
BKP
5. Barang Kena Pajak yang selanjutnya disingkat BKP adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
JKP
6. Jasa Kena Pajak yang selanjutnya disingkat JKP adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Pembeli BKP
7. Pembeli BKP adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan BKP dan yang membayar atau seharusnya membayar harga BKP tersebut.
Penerima JKP
8. Penerima JKP adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan JKP dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian atas JKP tersebut.
Wajib Pajak
9. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengusaha Kena Pajak
10. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Faktur Pajak
11. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
Pajak Masukan
12. Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan/atau impor BKP.
Informasi Elektronik
13. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), posel (email), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Tanda Tangan Elektronik
14. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Sertifikat Elektronik
15. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau penyelenggara sertifikasi elektronik.
NPWP
16. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
NIK
17. Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.
NSFP
18. Nomor Seri Faktur Pajak yang selanjutnya disingkat NSFP adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Kode Aktivasi
19. Kode Aktivasi adalah kode berupa karakter yang dapat terdiri atas angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat pemberitahuan Kode Aktivasi.
Password
20. Password adalah kode berupa karakter yang dapat terdiri atas angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui alamat posel (email).
SPT Masa
22. Surat Pemberitahuan Masa yang selanjutnya disebut SPT Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan untuk suatu Masa Pajak.
PER-04/PJ/2020
23. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-04/PJ/2020** yang selanjutnya disebut **PER-04/PJ/2020** adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-04/PJ/2020** tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak beserta perubahannya.
Pasal 2 - Gambaran Besar
BAB II - KEWAJIBAN DAN SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
Pasal 3 - Untuk dan Saat
(1) PKP wajib Faktur untuk:
(1) PKP wajib membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk setiap:
(2) Faktur ayat (1) harus pada:
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
(3) Saat ayat (2)a ayat (2)d dasar ketentuan pajak.
(3) Saat penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, serta saat ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 4 - Faktur Pajak Gabungan
(1) PKP dapat 1 Faktur seluruh serah BKP &/ JKP ke sama 1 bulan kalender.
(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), PKP dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
(2) Faktur ayat (1) Faktur Pajak gabungan.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan.
(3) Faktur ayat (2) paling lama akhir bulan serah.
(3) Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.
(4) bayar sebelum serah Faktur tetap akhir bulan serah ayat (3).
(4) Dalam hal terdapat pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP yang diterima dalam bulan penyerahan, Faktur Pajak gabungan tetap dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) lebih 1 kode transaksi dapat Faktur ayat (2) kode sama.
(5) Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wajib dibuat Faktur Pajak dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, PKP dapat membuat Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas penyerahan dengan kode transaksi yang sama, untuk tiap-tiap kode transaksi dimaksud.
(6) Faktur ayat (2) tidak dapat serah fasilitas.
(6) Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dibuat atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP ke dan/atau dari kawasan tertentu atau tempat tertentu.
(7) Contoh ketentuan Lampiran A 1.
(7) Contoh mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB III - KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK DAN KETENTUAN PENGISIAN KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK
Pasal 5 - Minimal Isi Faktur
Keterangan dalam Faktur Pasal 2 (2) paling sedikit memuat:
Keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) paling sedikit memuat:
a. nama alamat NPWP menyerahkan,
a. nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b. identitas beli terima:
b. identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi:
1. nama alamat dan NPWP WPDN badan IP;
1. nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;
2. nama alamat NPWP/NIK SPDN sesuai ketentuan;
2. nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. nama alamat nomor paspor SPLN orang pribadi; atau
3. nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
4. nama alamat SPLN badan atau bukan subjek Pasal 3 UU PPh;
4. nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan;
c. jenis barang jasa harga dan potongan;
c. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
d. PPN yang dipungut;
e. PPnBM yang dipungut;
f. kode nomor seri tanggal buat Faktur; dan
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama tanda tangan yang berhak.
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Pasal 6 - Penulisan Alamat
(1) Nama alamat NPWP serah BKP JKP Pasal 5 a wajib sesuai surat pengukuhan.
(1) Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, dan NPWP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP yang menyerahkan BKP atau JKP.
(2) Identitas beli BKP terima JKP nama alamat NPWP NIK nomor paspor Pasal 5 b wajib diisi sebenarnya.
(2) Identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor yang sebenarnya atau sesungguhnya.
(3) SPDN nama alamat (2) dapat SKT surat pengukuhan PKP beli BKP terima JKP.
(3) Bagi subjek pajak dalam negeri, nama dan alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diisi sesuai dengan nama dan alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP.
(4) cantum SKT surat pengukuhan PKP berbeda sebenarnya harus aju ubah data agar sesuai.
(4) Dalam hal nama dan/atau alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berbeda dengan nama dan/atau alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan perubahan data berupa nama dan/atau alamat dalam surat keterangan terdaftar atau surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
(5) ubah data (4) berdasarkan Peraturan.
(5) Permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.
(6) serah BKP JKP ke pemusatan, tapi kirim ke yang dipusatkan, berlaku:
(6) Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang merupakan tempat dilakukannya pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, tetapi BKP dan/atau JKP dimaksud dikirim atau diserahkan ke tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
(7) Pusat (6) diatur Peraturan Sistem elektronik &/ tempat lapor WP Besar Khusus madya.
(7) Pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yaitu pemusatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tempat pendaftaran Wajib Pajak dan pelaku usaha melalui sistem elektronik dan/atau tempat pelaporan usaha PKP pada kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan kantor pelayanan pajak madya.
(8) Contoh cantum (2) & (3) nama alamat NPWP (6) dalam Lampiran A 2.
(8) Contoh pencantuman alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) serta pencantuman nama, alamat, dan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 7 - Keterangan Jenis
Pasal 8 - Rupiah Kurs
Pasal 9 - NSFP
Pasal 10 - Penandatangan Faktur
(1) Nama PKP menandatangani Pasal 5 g wajib sesuai KTP WNI paspor WNA berlaku.
(1) Nama PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP, yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g wajib diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam kartu tanda penduduk bagi warga negara Indonesia atau paspor bagi warga negara asing, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani.
(2) PKP menandatangani (1) nama didaftarkan penanda tangan aplikasi Sistem.
(2) PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP, yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang namanya telah didaftarkan sebagai penandatangan Faktur Pajak pada aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) PKP dapat tunjuk lebih 1 menandatangani (2).
(3) PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) pejabat/pegawai yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) pemusatan yang ditunjuk sebelum harus mendaftarkan sebagai penanda tangan.
(4) Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, dan pejabat/pegawai yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum pemusatan ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak setelah pemusatan, PKP tempat pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang harus mendaftarkan pejabat/pegawai dimaksud sebagai penandatangan Faktur Pajak.
(5) Tanda tangan Pasal 5 g berupa Tanda Tangan Elektronik.
(5) Tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g dalam Faktur Pajak berupa Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 11 - Keterangan Faktur
BAB IV - BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
Pasal 12 - Bentuk e-Faktur
Pasal 13 - Aplikasi e-Faktur
Pasal 14 - Syarat membuat e-Faktur
Pasal 15 - Permintaan NSFP, Kode Aktivasi, dan Password
Pasal 16 - Permintaan NSFP Jumlah Tertentu
Pasal 17 - Tanggal Mulai Buat Faktur
Pasal 18 - Jangka Waktu Unggah
Pasal 19 - Faktur Penjualan e-Faktur
Pasal 20 - Tidak Pungut Bebas DTP
Pasal 21 - TLDDP Berikat KEK
BAB V - TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN DAN PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
Pasal 22 - Faktur Pengganti
Pasal 23 - Pembatalan Faktur
Pasal 24 - Pembetulan SPT Ganti Batal
BAB VI - FAKTUR PAJAK BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK PEDAGANG ECERAN
Pasal 25 - PKP Pedagang Eceran
Pasal 26 - Faktur Pedagang Eceran
Pasal 27 - Bentuk Faktur PKP PE
Pasal 28 - Faktur Swaguna Non-Hubungan PE Fasilitas
Pasal 29 - BKP JKP Tertentu ke Konsumen Akhir
Pasal 32 - Faktur Terlambat Dibuat
Pasal 33 - Faktur Dianggap Tidak Dibuat
BAB VIII - PELAPORAN FAKTUR PAJAK
Pasal 34 - Kewajiban Pelaporan Faktur di SPT Masa
BAB IX - TATA CARA PENGAJUAN PERMINTAAN DAN PEMBERIAN DATA e-FAKTUR YANG RUSAK ATAU HILANG
Pasal 35 - Permintaan Data e-Faktur
BAB X - KEADAAN TERTENTU
Pasal 36 - Keadaan Tertentu
(1) PKP buat Faktur bentuk kertas Pasal 2 (9) dalam keadaan tertentu sebabkan PKP tidak dapat buat e-Faktur.
(1) PKP diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tidak dapat membuat e-Faktur.
(2) Keadaan tertentu (1) yaitu peperangan kerusuhan revolusi bencana alam pemogokan kebakaran sebab lain luar kuasa PKP ditetap oleh DJP.
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Bentuk ukuran Faktur kertas (1) format dalam Lampiran M.
(3) Bentuk dan ukuran Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Format tata cara guna kode NSFP Faktur kertas (1) sama Lampiran B.
(4) Format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP dalam Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B Peraturan Direktur Jenderal ini, kecuali ditetapkan lain oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Faktur kertas (3) paling sedikit untuk:
(5) Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat paling sedikit untuk:
(6) Dalam keadaan tertentu (2) perlu betul ganti, dibuat bentuk kertas.
(6) Dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terhadap Faktur Pajak perlu dilakukan pembetulan atau penggantian, Faktur Pajak pengganti dibuat berbentuk kertas (hardcopy).
(7) keadaan tertentu (2) tetap berakhir oleh DJP, data Faktur kertas (1) & (6) wajib rekam unggah ke DJP guna aplikasi untuk persetujuan DJP.
(7) Dalam hal keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (6) wajib direkam dan diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak oleh PKP menggunakan aplikasi e-Faktur untuk memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
(8) keadaan tertentu (2) Faktur perlu batal, Faktur direkam aplikasi saat keadaan tertentu (2) tetap berakhir oleh DJP.
(8) Dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terhadap Faktur Pajak perlu dilakukan pembatalan, pembatalan Faktur Pajak direkam pada aplikasi e-Faktur pada saat keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak.
(9) Ketentuan batas waktu unggah e-Faktur ke DJP Pasal 18 (1) tidak berlaku dalam keadaan tertentu (2).
(9) Ketentuan mengenai batas waktu mengunggah (meng-upload) Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB XI - KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 37 - Pengkreditan Pajak Masukan
BAB XII - KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38 - Peralihan PM Dapat Dikreditkan - saat Peraturan ini mulai berlaku:
(1) kecualikan ketentuan Pasal 31 (4), PPN Faktur yang:
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4), PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang:
dibuat dasar PER-24/PJ/2012 merupakan PM dapat dikreditkan sepanjang penuh ketentuan pengkreditan sesuai ketentuan pajak; dan
yang dibuat berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-24/PJ/2012** tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-04/PJ/2020** tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan di bidang perpajakan; dan
(2) aplikasi e-Faktur Host-to-Host Pasal 1A (2) a PER-16/PJ/2014 tetap dapat guna sampai dicabutnya Keputusan DJP penetapan PKP yang gunakan aplikasi e-Faktur Host-to-Host.
2. aplikasi e-Faktur Host-to-Host yang digunakan oleh PKP yang membuat e-Faktur sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat (2) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-16/PJ/2014** tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-10/PJ/2020** tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-11/PJ/2019** tentang Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan, tetap dapat digunakan sampai dengan dicabutnya Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penetapan sebagai PKP yang menggunakan aplikasi e-Faktur Host-to-Host.
BAB XIII - KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39 - Pencabutan saat Peraturan mulai berlaku:
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 40 - Mulai Berlaku 1 April 2022
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.
Akhir
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2022
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
SURYO UTOMO
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran A - CONTOH KASUS
Contoh mengenai pembuatan Faktur Pajak gabungan.
PT A yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada PT B dan menerima pembayaran dari PT B selama bulan April 2022 sebagai berikut:
Tanggal | Uraian | Harga Jual/
Pembayaran (Rp) |
4 | Penyerahan BKP | 1.000.000,00 |
11 | Penyerahan BKP | 1.500.000,00 |
18 | Penyerahan BKP | 2.000.000,00 |
19 | Penerimaan pembayaran dari PT B atas penyerahan tanggal 4 April 2022 | 1.000.000,00 |
25 | Penyerahan BKP | 2.500.000,00 |
26 | Penerimaan pembayaran uang muka dari PT B untuk penyerahan yang akan dilakukan pada bulan Mei 2022 | 250.000,00 |
30 | Penyerahan BKP | 3.000.000.00 |
Dalam hal atas penyerahan tersebut hanya menggunakan 1 (satu) kode transaksi dan PT A memilih membuat Faktur Pajak gabungan maka PT A wajib membuat Faktur Pajak gabungan pada tanggal 30 April 2022 yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan dan pembayaran uang muka yang diterima pada bulan April 2022, yaitu dengan dasar pengenaan pajak sebesar Rp10.250.000,00 (Rp1.000.000,00 + Rp1.500.000,00 + Rp2.000.000,00 + Rp2.500.000,00 + Rp250.000,00 + Rp3.000.000,00).
PTA yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada CV C sebagai berikut:
penjualan BKP berupa komputer pada tanggal 2, 9, 16, 23, dan 30 April 2022; dan
pemberian cuma-cuma BKP berupa keyboard dan mouse komputer pada tanggal 4, 11, 18, dan 25 April 2022.
.. Berdasarkan data di ates maka PT A wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan kode transaksi 01 atas penyerahan (penjualan) BKP berupa komputer dan kode transaksi 04 atas penyerahan (pemberian cuma-cuma) BKP berupa keyboard dan mouse komputer. Dalam hal PT A memilih untuk membuat Faktur Pajak gabungan maka PT A wajib membuat:
1 (satu) Faktur Pajak gabungan pada tanggal 30 April 2022 dengan menggunakan kode transaksi 01 yang meliputi seluruh penyerahan BKP berupa komputer yang dilakukan pada bulan April 2022; dan
1 (satu) Faktur Pajak gabungan pada tanggal 25 April 2022 atau paling lama tanggal 30 April 2022 dengan menggunakan kode transaksi 04 yang meliputi seluruh penyerahan BKP berupa keyboard dan mouse komputer yang dilakukan pada bulan April 2022.
Contoh pencantuman nama, alamat, dan NPWP Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dalam Faktur Pajak.
Pada bulan Mei 2022, PT D yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP dengan rincian sebagai berikut.
Penyerahan BKP kepada PT E yang beralamat di Gedung Tinggi, Lantai 9, Jalan Gatot Subroto No. 420, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Alamat PT E tersebut merupakan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya yang juga tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP PT E. Atas penyerahan tersebut, PT D wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan alamat PT E yaitu Gedung Tinggi, Lantai 9, Jalan Gatot Subroto No. 420, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190.
Penyerahan BKP kepada CV F yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Kav. 560, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Alamat CV F tersebut merupakan alamat yang sebenamya atau sesungguhnya, Namun, alamat yang masih tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP CV F yaitu Jalan Jenderal Sudirman Kav. 561, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Perbedaan alamat tersebut terjadi karena CV F baru pindah alamat dan belum mengajukan permohonan perubahan data. Atas penyerahan tersebut, PT D wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan alamat CV F sesuai dengan:
alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, yaitu Jalan Jenderal Sudirman Kav. 560, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190; atau
alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP, yaitu Jalan Jenderal Sudirman Kav. 561, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190.
Mengingat alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP berbeda dengan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya maka CV F harus mengajukan permohonan perubahan data berupa alamat dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.
Penyerahan BKP kepada PT G yang kantor pusatnya beralamat di Jalan T.M.P. Kalibata No. 100G, RT 60/RW 70, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan 12750. PT G pusat terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua dengan NPWP 01.999.999.9-055.000 sehingga tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutangnya dipusatkan di PT G pusat. PT G mempunyai cabang yang berada di kawasan berikat yang atas penyerahannya mendapat fasilitas PPN tidak dipungut. PT G cabang tersebut beralamat di Jalan Raya. Semarang Kendal KM 12, Kelurahan Randugarut, Kecamatan Tugu, Semarang 50181. PT G cabang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat dengan NPWP 01.999.999.9-503.001.
Dalam hal atas penyerahan tersebut, BKP dikirimkan ke alamat PT G cabang maka PT D wajib membuat Faktur Paiak yang mencantumkan nama, alamat, dan NPWP Pembeli BKP yaitu sebagai berikut:
nama diisi dengan nama PT G pusat;
NPWP diisi dengan NPWP PT G pusat, yaitu 01.999.999.9-055.000; dan
alamat diisi dengan alamat PT G cabang, yaitu Jalan Raya Semarang Kendal KM 12, Kelurahan Randugarut, Kecamatan Tugu, Semarang 50181.
Contoh mengenai batas waktu pengunggahan (peng-upload-an) dan persetujuan e-Faktur.
a. PT H yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP pada tanggal 11 April 2022. PT H membuat e-Faktur pada tanggal 11 April 2022 menggunakan aplikasi e-Faktur dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak 11 April 2022. Namun, e-Faktur tersebut baru diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur pada tanggal 14 Mei 2022.
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, e-Faktur yang dibuat dan diunggah (di-upload) oleh PT H tersebut dapat diberikan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak karena diunggah (di—upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lambat tanggal 15 Mei 2022.
PT H yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP pada tanggal 18 April 2022. PT H membuat e-Faktur pada tanggal 18 April 2022 menggunakan aplikasi e-Faktur dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak 18 April 2022. Namun, e-Faktur tersebut baru diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur pada tanggal 16 Mei 2022.
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, Direktorat Jenderal Pajak tidak memberikan persetujuan (reject) atas e-Faktur yang diunggah (di-upload) tersebut karena diunggah (di-upload) setelah tanggal 15 Mei 2022. e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak (reject) tersebut bukan merupakan Faktur Pajak.
Contoh Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap.
PT I merupakan PKP yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri (pabrikan) sepatu. Berdasarkan surat pengukuhan PKP, diketahui PT I memiliki NPWP 03.456.789.1-012.000 dan beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 42G, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Selain menjual sepatu kepada distributor, PT I juga melakukan penjualan kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir melalui toko ritelnya yang bernama Toko I-Sepatu.
PT I menjual sepatu kepada distributor Tuan Ogi, warga negara Indonesia orang pribadi, yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 423, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Atas penjualan sepatu tersebut, PT I membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan identitas Pembeli BKP sebagai berikut:
Nama : Ogi
Alamat : Jalan Gatot Subroto No. 42B, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190
NPWP : 00.000.000.0-000.000
NlK/paspor : -
Dengan demikian, PT I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap karena Faktur Pajak tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 humf b angka 2 Peraturan Direktur Jenderal ini, yaitu mencantumkan NPWP 00.000.000.0-000.000, tetapi tidak mencantumkan NIK.
PT I menjual sepatu kepada distributor CV J, NPWP 72.345.678.9-012.000, yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 42D, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Atas penjualan sepatu tersebut, PT I membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan kode transaksi 04 pada isian kode dan NSFP. Dengan demikian, PT I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap karena. Faktur Pajak berisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B angka 2 huruf a angka 1) Peraturan Direktur Jenderal ini, yaitu mencantumkan kode transaksi 04, seharusnya kode tansaksi 01.
PT I menjual sepatu kepada konsumen akhir Nyonya Fio melalui Toko I-Sepatu. Atas penjualan sepatu tersebut, PT I membuat Faktur Pajak bagi PKP pedagang eceran berupa faktur penjualan dengan mencantumkan identitas penjual BKP sebagai berikut:
Nama : PT I
NPWP :03.456.789.1-012.000
Dengan demikian, PT I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap karena tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a Peraturan Direktur Jenderal ini, yaitu tidak mencantumkan alamat PT I.
Contoh Faktur Pajak terlambat dibuat dan tidak terlambat dibuat.
PT K yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada CV L yang Faktur Pajaknya seharusnya dibuat pada tanggal 12 April 2022. PT K membuat Faktur Pajak pada tanggal 13 April 2022 dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak 13 April 2022.
Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak yang terlambat dibuat. PT K dikenai sanksi adnfinistratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. Dalam hal CV L merupakan PKP maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Berdasarkan contoh sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, Faktur Pajak yang dibuat oleh PT H bukan merupakan Faktur Paiak yang terlambat dibuat karena meskipun diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak pada tanggal 14 Mei 2022, tetapi tanggal pembuatan Faktur Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut sama dengan tanggal saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, yaitu tanggal 11 April 2022.
Contoh Faktur Pajak dianggap tidak dibuat.
CV M yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada. PT N yang Faktur Pajaknya seharusnya dibuat pada tanggal 20 April 2022. Namun, tanggal pembuatan Faktur Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak yaitu 20 Juli 2022.
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak yang dianggap tidak dibuat karena dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, yaitu setelah melewati tanggal 19 Juli 2022.
CV M dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP, dan dalam hal PT N merupakan PKP maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Format kode dan NSFP.
Format kode dan NSFP terdiri atas 16 (enam belas) digit, yaitu:
2 (dua) digit pertama adalah kode transaksi;
1 (satu) digit berikutnya adalah kode status; dan
13 (tiga belas) digit berikutnya adalah NSFP.
Format kode dan NSFP secara keseluruhan menjadi sebagai berikut:
Penulisan kode dan NSFP dalam Faktur Pajak harus lengkap sesuai dengan banyaknya digit.
Direktorat Jenderal Pajak memberikan NSFP kepada PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan. Misalnya, untuk tahun 2022 akan dimulai dari NSFP 000-22.00000001, dan seterusnya.
Contoh penulisan kode dan NSFP yaitu sebagai berikut:
010.000-22.00000001,
berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, status Faktur Pajak normal (bukan Faktur Pajak pengganti), dengan NSFP 000-22.00000001 sesuai dengan NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak, tahun pembuatan Faktur Pajak 2022.
011.000-22.00000001,
berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, status Faktur Pajak pengganti, dengan NSFP 000-22.00000001 sesuai dengan NSFP Faktur Pajak yang diganti, tahun pembuatan Faktur Pajak yang diganti 2022.
Tata cara penggunaan kode dan NSFP.
Tata Cara penggunaan kode transaksi pada Faktur Pajak.
Kode transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut.
01: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
Kode transaksi ini digunakan dalam hal bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 02 sampai dengan kode transaksi 09.
02: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN instansi pemerintah yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN instansi pemerintah.
03: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN lainnya (selain instansi pemerintah) yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN lainnya (selain instansi pemerintah).
Pemungut PPN lainnya selain instansi pemerintah yaitu pemungut PPN yang ditunjuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penunjukan pemungut PPN yang bersangkutan. Termasuk pemungut PPN lainnya yaitu perusahaan yang tunduk terhadap kontrak karya pertambangan yang di dalam kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai pemungut PPN.
04: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang dasar pengenaan pajaknya menggunakan nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 8A ayat [1) Undang-Undang PPN yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
05: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dipungut dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang PPN yang PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
Kode transaksi ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh PKP yang:
a) mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu;
b) melakukan kegiatan usaha tertentu; dan/atau
c) melakukan penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu.
06: Digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
Kode transaksi ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain jenis penyerahan pada kode transaksi 01 sampai dengan kode transaksi 05, dan kode transaksi 07 sampai dengan kode transaksi 09, antara lain sebagai berikut.
a) Penyerahan yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPN.
b) Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 16E Undang-Undang PPN.
07: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau ditanggung pemerintah.
Kode transaksi ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau ditanggung pemerintah berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain sebagai berikut.
a) Ketentuan yang mengatur mengenai bea masuk, bea masuk tambahan, PPN dan PPnBM, dan pajak penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan dana pinjaman/hibah luar negeri.
b) Ketentuan yang mengatur mengenai tempat penimbunan berikat.
c) Ketentuan yang mengatur mengenai biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi.
d) Ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan avtur untuk keperluan angkutan udara luar negeri.
e) Ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan bahan bakar minyak untuk kapal angkutan laut luar negeri.
f) Ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang tidak dipungut PPN.
g) Ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan perpajakan pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dengan kontrak bagi hasil gross split.
h) Ketentuan yang mengatur mengenai impor dan penyerahan alat angkutan tertentu serta penyerahan dan pemanfaatan JKP terkait alat angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN.
i) Ketentuan yang mengatur mengenai penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus.
j) Ketentuan yang mengatur mengenai penyelenggaraan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
k) Ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak penjualan dan perlakuan PPN dan/atau PPnBM bagi kontraktor perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara generasi I.
l) Ketentuan yang mengatur mengenai PPN ditanggung pemerintah.
08: Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM.
Kode transaksi ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain sebagai berikut.
a) Ketentuan yang mengatur mengenai impor dan/atau penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
b) Ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu kepada perusahaan angkutan udara niaga untuk pengoperasian pesawat udara yang melakukan penerbangan luar negeri.
c) Ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan air bersih yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
d) Ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan jasa kepelabuhanan tertentu kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri.
e) Ketentuan yang mengatur mengenai impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
f) Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan PPN dan/atau PPnBM kepada perwakilan negara asing dan badan internasional serta pejabatnya.
09: Digunakan untuk penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana diatur dalam Pasal 16D Undang-Undang PPN yang PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP.
Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau ditanggung pemerintah, atau dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM, tetap menggunakan kode transaksi 07 atau 08, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 01 sampai dengan 06 dan kode transaksi 09.
Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 07 dan 08, penyerahan kepada pemungut PPN yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN yang bersangkutan tetap menggunakan kode transaksi 02 atau 03, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 04, 05, 06, dan 09.
Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 07 dan 08 serta 02 dan 03, penyerahan yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPN dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 16E Undang-Undang PPN tetap menggunakan kode transaksi 06, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 04, 05, den 09.
Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 02 sampai dengan 09 maka kode transaksi yang digunakan yaitu kode transaksi 01.
Dalam hal penyerahannya kepada pemungut PPN, tetapi PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dikecualikan dari pemungutan oleh pemungut PPN yang bersangkutan maka. kode transaksi yang digunakan yaitu kode transaksi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 5).
Tata cara penggunaan kode status pada Faktur Pajak.
Kode status diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
0 (nol) untuk status normal; atau
1 [satu) untuk status pengganti.
Dalam hal dibuat Faktur Pajak pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya, maka kode status yang digunakan tetap kode status 1 (satu).
Tata cara penggunaan NSFP.
NSFP terdiri atas 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun pembuatan pads. digit keempat dan digit kelima.
NSFP diberikan dalam bentuk blok nomor dengan jumlah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
Contoh:
PKP meminta dan dapat diberikan 100 NSFP maka NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa;
900.22.00000001 s.d. 900.22.00000100;
900.22.99999901 s.d. 901.22.00000000;
900.22.99999999 s.d. 901.22.00000098, dan sebagainya.
NSFP digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun pembuatan yang tertera dalam NSFP sebagaimana dimaksud pada angka 1) mulai tanggal surat pemberian NSFP.
Berdasarkan contoh sebagaimana dimaksud pada angka 2) maka NSFP hanya dapat digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak dalam tahun 2022.
Lampiran C - TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK
Kode dan NSFP.
Diisi dengan kode dan NSFP yang format dan tata cara penggunaannya tercantum dalam Lampiran huruf B Peraturan Direktur Jenderal ini.
Identitas PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP.
Nama
Diisi dengan nama PKP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP.
Alamat
Diisi dengan alamat PKP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP.
NPWP
Diisi dengan NPWP PKP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP.
Dalam hal nama dan/atau alamat yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP berbeda dengan nama dan/atau alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, PKP harus mengajukan permohonan perubahan data berupa nama dam/atau alamat dalam surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.
Identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP.
Diisi dengan identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi:
nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;
nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan.
Nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor yang sebenarnya atau sesungguhnya. Bagi subjek pajak dalam negeri, nama dan alamat dapat diisi sesuai dengan nama dan alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP.
Penulisan alamat lazimnya didahului dengan nama jalan dan diikuti dengan nomor bangunan dan RT/RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos. Dalam hal terdapat kawasan/area (misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan) maka ditulis nama kawasan/area tersebut sebelum nama jalan.
Dikecualikan dari tata cara penulisan alamat di atas, dalam hal suatu alamat berdasarkan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya tidak mempunyai nama jalan atau tidak berada di suatu jalan tertentu dan tidak mempunyai nomor bangunan maka penulisan alamat paling sedikit mencantumkan nomor RT/RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos.
Dalam hal nama dan/atau alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP berbeda dengan nama dan/atau alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, Waiib Pajak harus mengajukan permohonan perubahan data berupa nama dan/atau alamat dalam surat keterangan terdaftar atau surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.
Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang merupakan tempat dilakukannya pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, tetapi BKP dan/atau JKP dimaksud dikirim atau diserahkan ke tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
nama dan NPWP diisi dengan nama clan NPWP PKP tempat dilakukannya pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang; dan
alamat diisi dengan alamat tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan yang menerima BKP dan/atau JKP.
Jika Pembeli BKP atau Penerima JKP mempakan subjek pajak dalam negeri orang pribadi dan dalam Faktur Pajak dicantumkan identitas berupa nama, alamat, dan NIK, maka kolom NPWP dapat diisi dengan NPWP orang pribadi tersebut atau 00.000.000.0-000.000.
Jika Pembeli BKP atau Penerima JKP merupakan subjek pajak luar negeri orang pribadi, subjek pajak luar negeri badan, atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan, maka kolom NPWP dalam Faktur Pajak diisi dengan 00.000.000.0-000.000.
Pengisian mengenai BKP dan/ atau JKP yang diserahkan.
Kolom “No.”
Diisi dengan nomor urut dari BKP dan/ atau JKP yang diserahkan.
Kolom “Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak.”
Diisi dengan jenis BKP dan/atau JKP yang diserahkan yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
Dalam hal diterima uang muka, termin, atau angsuran, kolom ini ditambah dengan keterangan, misalnya uang muka, termin, atau angsuran, atas penyerahan BKP den/atau JKP.
Dalam hal diketahui jumlah unit atau satuan tertentu lainnya, PKP harus menambahkan keterangan jumlah unit atau satuan tertentu lainnya tersebut atas BKP dan/atau JKP yang diserahkan.
Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP berupa kendaraan bermotor baru kepada Pembeli BKP untuk dilakukan registrasi kendaraan bermotor baru, kolom ini wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa merek, tipe, varian, dan nomor rangka, dengan format:
#merek#tipe#varian#nomor rangka.
Contoh:
PT O yang merupakan PKP dealer kendaraan bermotor baru merek OTR menyerahkan 3 (tiga) unit kendaraan bermotor baru kepada Tuan P sebagai pembeli dengan rincian data sebagai berikut:
Merek | Tipe | Varian | Jumlah Unit | Harga Jual per unit (Rp) | Nomor Rangka |
OTR | Alpha | MT | 1 | 200.000.000 | MHYKZEBISCJ115045 |
OTR | Betha | AT | 2 | 350.000.000 | MHYABCBICBA124588
MHYABCSICBA125124 |
Berdasarkan data di atas, kolom “Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak” diisi sebagai berikut:
No. | Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak | Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin |
1. | OTR#Alpha#MT#MHYKZEBISCJ115045 | 200.000.000 |
2. | OTR#Betha#AT#MHYABCBICBA124588 | 350.000.000 |
3. | OTR#Betha#AT#MHYABCSICBA125124 | 350.000.000 |
Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP berupa tanah dan/atau bangunan, kolom ini wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa alamat lengkap tanah dan/atau bangunan dimaksud, yang lazimnya didahului dengan nama jalan dan diikuti dengan nomor unit (tanah/bangunan) dan RT/RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta. diakhiri dengan kode pos.
Dalam hal terdapat kawasan/area (misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan) maka ditulis nama kawasan/area tersebut sebelum nama jalan.
Dikecualikan dari tata cara penulisan alamat di atas:
dalam hal suatu alamat berdasarkan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya tidak mempunyai nama jalan atau tidak berada di suatu jalan tertentu dan tidak mempunyai nomor unit (tanah/bangunan) maka penulisan alamat paling sedikit mencantumkan nomor RT/ RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos; dan
dalam hal penyerahan BKP berupa tanah dan/atau bangunan oleh PKP yang menyerahkan properti baru yang belum terbentuk struktur RT/RW dan belum memiliki nama jalan maka penulisan alamat paling sedikit mencantumkan nama kawasan/area (misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan), nomor unit (tanah/bangunan), nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos.
Kolom “Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.”
Diisi dengan harga jual atau penggantian atas BKP dan/atau JKP yang diserahkan sebelum dikurangi dengan uang muka atau termin.
Dalam hal diterima uang muka atau termin maka yang menjadi dasar penghitungan PPN yaitu jumlah uang muka atau termin yang bersangkutan.
Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.
Diisi dengan penjumlahan dari nilai dalam kolom “Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.”
Potongan Harga.
Diisi dengan total nilai potongan harga BKP dan/atau JKP yang diserahkan, dalam hal terdapat potongan harga yang diberikan.
Uang Muka yang Telah Diterima.
Diisi dengan nilai uang muka yang telah diterima dari penyerahan BKP dan/atau JKP.
Dasar Pengenaan Pajak.
Diisi dengan:
nilai pada jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin sebagaimana dimaksud pada angka 5 dikurangi dengan potongan harga dan uang muka yang telah diterima;
dasar pengenaan pajak berupa nilai lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
nilai tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, yang menjadi dasar penghitungan PPN yang dipungut dan disetor dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang PPN.
Total PPN.
Diisi dengan jumlah PPN yang terutang sebesar:
tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPN dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 8; atau
besaran tertentu PPN yang dipungut sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang PPN.
Total PPnBM.
Hanya diisi apabila terjadi penyerahan BKP yang tergolong mewah, yaitu sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud panda angka 8.
………………., tanggal ……………………..
Diisi dengan tempat dan tanggal Faktur Pajak dibuat.
Nama dan Tanda Tangan.
Diisi dengan nama dan Tanda Tangan Elektronik PKP orang pribadi yang menandatangani Faktur Pajak atau pejabat/pegawai yang telah ditunjuk oleh PKP untuk menandatangani Faktur Pajak.
Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan dengan menggunakan mata uang selain Rupiah maka:
hanya Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 8, Total PPN sebagaimana dimaksud pada angka 9, dan Total PPnBM sebagaimana dimaksud pada angka 10, yang harus dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak, bea keluar, dan pajak penghasilan, yang berlaku pada saat Faktur Pajak seharusnya dibuat; dan
untuk Faktur Pajak pengganti, kurs yang digunakan yaitu kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak, bea keluar, dan pajak penghasilan, yang berlaku pada saat Faktur Pajak yang diganti pertama kali seharusnya dibuat.
Lampiran D - CONTOH BENTUK e-FAKTUR
Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan Kode Aktivasi
Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
Diisi dengan nomor surat pemberitahuan Kode Aktivasi.
Diisi dengan tanggal surat pemberitahuan Kode Aktivasi.
Diisi dengan nama PKP.
Diisi dengan NPWP PKP.
Diisi dengan alamat PKP.
Diisi dengan nomor surat permintaan aktivasi akun PKP.
Diisi dengan tanggal surat permintaan aktivasi akun PKP.
Diisi dengan Kode Aktivasi PKP.
Diisi dengan username PKP.
Diisi dengan alamat posel (email) PKP yang tercantum dalam surat permintaan aktivasi akun PKP.
Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
Petunjuk Pengisian Surat Permintaan NSFP (Selain dengan Jumlah Tertentu)
Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP ditandatangani.
Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permintaan NSFP.
Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP.
Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP. Dalam hal surat permintaan NSFP ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
Diisi dengan nama PKP.
Diisi dengan NPWP PKP.
Diisi dengan alamat PKP.
Diisi dengan jumlah angka permintaan NSFP.
Diisi dengan jumlah terbilang permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada angka(11).
Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
Diisi dengan Masa Pajak SPT Masa PPN.
Diisi dengan jumlah Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (14).
Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).
Petunjuk Pengisian Surat Permintaan NSFP dengan Jumlah Tertentu
Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP ditandatangani.
Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permintaan NSFP.
Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP.
Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP. Dalam hal surat permintaan NSFP ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
Diisi dengan nama PKP.
Diisi dengan NPWP PKP.
Diisi dengan alamat PKP.
Diisi dengan jumlah angka permintaan NSFP, yang mencerminkan proyeksi kebutuhan NSFP selama 3 (tiga) Masa Pajak.
Diisi dengan jumlah terbilang permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada angka(11).
Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
Diisi dengan tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dengan alasan permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.
Diisi dengan Masa Pajak SPT Masa PPN.
Diisi dengan jumlah Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (15). Dalam hal isian pada angka (14) diisi dengan alasan pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, kolom ini diisi dengan jumlah keseluruhan Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh PKP tempat pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang serta seluruh PKP yang tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutangnya dipusatkan.
Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERIAN NSFP DALAM BENTUK ELEKTRONIK
Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan.
Diisi dengan nama PKP.
Diisi dengan NPWP PKP.
Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP dalam bentuk elektronik.
Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP dalam bentuk elektronik.
Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP.
Diisi dengan nomor awa] NSFP yang diberikan.
Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan.
Petunjuk Pengisian Surat Pemberian NSFP (Selain dengan Jumlah Tertentu)
Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP.
Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP.
Diisi dengan nama PKP.
Diisi dengan NPWP PKP.
Diisi dengan alamat PKP.
Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP.
Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP.
Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan.
Diisi dengan nomor awal NSFP yang diberikan.
Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan.
Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
Petunjuk Pengisian Surat Pemberian NSFP dengan Jumlah Tertentu
Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP dengan jumlah tertentu.
Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP dengan jumlah tertentu.
Diisi dengan nama PKP.
Diisi dengan NPWP PKP.
Diisi dengan alamat PKP.
Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.
Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.
Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan.
Diisi dengan nomor awal NSFP yang diberikan.
Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan.
Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
Petunjuk Pengisian Surat Permohonan Cetak Ulang Kode Akfivasi/Kirim Ulang Password
Diisi dengan nomor surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
Diisi dengan tanggal surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/Kirim ulang Password ditandatangani.
Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password.
Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password.
Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password. Dalam hal surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/ldrim ulang Password ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
Diisi dengan nama PKP.
Diisi dcngan NPWP PKP.
Diisi dengan alamat PKP.
Diisi dengan alamat posel (email) utama yang dimiliki PKP.
Diisi dengan alamat posel (email) alternatif selain alamat posel (email) sebagaimana dimaksud pada angka (11).
Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).
Lampiran J - TATA CARA PEMBUATAN FAKTUR PAJAK PENGGANTI
Atas permintaan PKP Pembeli BKP den/atau Penerima JKP atau atas kemauan sendiri, PKP yang membuat Faktur Pajak membetulkan Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau penulisan dengan cara membuat Faktur Pajak pengganti menggunakan aplikasi e-Faktur.
Pembuatan Faktur Pajak pengganti dapat dilakukan sepanjang terhadap SPT Masa PPN Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti masih dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang—undangan di bidang perpajakan.
Pembetulan Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau penulisan tidak diperkenankan dilakukan selain dengan cara sebagaimana dimaksud pada angka 1.
Pembuatan Faktur Pajak pengganti dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B dan huruf C Peraturan Direktur Jenderal ini.
Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud pada angka 1, diisi berdasarkan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
NSFP Faktur Pajak pengganti tetap menggunakan NSFP yang sama dengan NSFP Faktur Pajak yang diganti.
Tanggal Faktur Pajak pengganti diisi dengan tanggal pada saat Faktur Pajak pengganti dibuat.
Dalam hal PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP telah melaporkan Faktur Pajak yang djganti dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak keluaran maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal PKP Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP telah melaporkan Faktur Pajak yang diganti dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak masukan maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Faktur Pajak pengganti dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti dengan mencantumkan nilai dan/atau keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya setelah penggantian.
Pelaporan Faktur Pajak pengganti dalam SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud pada angka 10 harus mencantumkan kode dan NSFP Faktur Pajak yang diganti pada kolom yang telah ditentukan dalam formulir SPT Masa PPN.
Lampiran K - TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
PKP harus melakukan pembatalan Faktur Pajak menggunakan aplikasi e—Faktur untuk Faktur Pajak yang telah dibuat atas penyerahan:
BKP dan/atau JKP yang transaksinya dibatalkan; atau
barang dan/atau jasa yang seharusnya tidak dibuatkan Faktur Pajak.
Pembatalan Faktur Pajak dapat dilakukan sepanjang terhadap SPT Masa PPN Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang dibatalkan masih dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.
Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasikan oleh PKP yang membuat Faktur Pajak.
Dalam hal PKP yang membuat Faktur Pajak belum melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak keluaran maka PKP dimaksud harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, kolom PPN, dan kolom PPnBM.
Dalam hal PKP yang menyerahkan BKP atau barang dan/atau menyerahkan JKP atau jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak keluaran maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, kolom PPN, dan kolom PPnBM.
Dalam hal PKP Pembeli BKP atau pembeli barang dan/atau Penerima JKP atau penerima jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak masukan maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, kolom PPN, dan kolom PPnBM.
Petunjuk Pengisian Surat Permintaan Data e-Faktur
Diisi dengan nomor surat permintaan data e-Faktur sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
Diisi dengan tanggal surat permintaan data e-Faktur ditandatangani.
Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permintaan data e-Faktur.
Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan data e-Faktur.
Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan data e-Faktur. Dalam hal surat permintaan data e-Faktur ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
Diisi dengan nama PKP.
Diisi dengan NPWP PKP.
Diisi dengan alamat PKP.
Diisi dengan Masa Pajak awal dari data e-Faktur yang diminta.
Diisi dengan tahun dari Masa Pajak awal sebagaimana dimaksud pada angka (11).
Diisi dengan Masa Pajak akhir dari data e-Faktur yang diminta.
Diisi dengan tahun dari Masa Pajak akhir sebagaimana dimaksud pada angka (13).
Diisi dengan alasan permintaan data e-Faktur.
Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).
Petunjuk Pengisian Faktur Pajak Berbentuk Kertas (Hardcopy)
Format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP dalam Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sama dengan format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B Peraturan Direktur Jenderal ini, kecuali ditetapkan lain oleh Direktur Jenderal Pajak.
Tata cara pengisian keterangan dalam Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sama dengan tata cara pengisian keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C Peraturan Direktur Jenderal ini, kecuali untuk tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g Peraturan Direktur Jenderal ini.
Tanda tangan untuk Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) diisi dengan tanda tangan basah PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang telah ditunjuk oleh PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal ini.
Akhir
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
SURYO UTOMO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
u.b.
KEPALA BAGIAN UMUM,
ttd
DWI BUDI ISWAHYU
NIP 19701102 199012 1 001