PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) diajukan oleh Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah ;
b. bahwa APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan
Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat;
c. bahwa APBN Tahun Anggaran 2009 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung
terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
d. bahwa penyusunan APBN Tahun Anggaran 2009 berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun
2009 dan memperhatikan aspirasi masyarakat, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan
damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat;
e. bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, Pemerintah harus
menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;
f. bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2009 antara Dewan Perwakilan
Rakyat bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan DPD Nomor 33/DPD/2008 tanggal 2 Juli 2008;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, dan f, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan (2), Pasal 31 ayat (4), dan
Pasal 33 ayat (1), (2), (3), dan (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3687);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3986);
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997
tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara. Republik Indonesia Nomor 3988);
7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
9. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
10. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
17. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
18. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
19. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
20. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661.);
21. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);
22. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
23. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4852);
24. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);
25. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indsnesia Nomor 4893).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009.
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:
1. Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan
perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar
negeri.
2. Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari pajak dalam negeri dan
pajak perdagangan internasional.
3. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan
bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
4. Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan
bea keluar.
5. Penerimaan negara bukan pajak adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk
penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN),
penerimaan negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU).
6. Cost recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan (recoverable cost) oleh
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan menggunakan hasil produksi minyak bumi dan gas
bumi (migas) sesuai dengan ketentuan/ peraturan yang berlaku.
7. Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan oleh pihak swasta
dalam negeri dan pemerintah daerah serta sumbangan oleh pihak swasta dan pemerintah luar negeri,
yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus
menerus, dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu.
8. Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja
pemerintah pusat dan transfer ke daerah.
9. Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah belanja pemerintah pusat yang dialokasikan
kepada kementerian negara/lembaga, sesuai dengan program-program Rencana Kerja Pemerintah
yang akan dijalankan.
10. Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk
menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi
ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi
pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.
11. Belanja pemerintah pusat menurut jenis adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk
membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja
hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
12. Belanja pegawai adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam
bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota
Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang
bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
13. Belanja barang adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai pembelian barang
dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang
tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada
masyarakat serta belanja perjalanan.
14. Belanja modal adalah belanja pemerintah pusat yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal
dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik
lainnya.
15. Pembayaran bunga utang adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membayar
kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun luar
negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan untuk utang outstanding dan tambahan
utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang.
16. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi,
menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak
sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
17. Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada bahan bakar minyak dan tenaga listrik,
sehingga harga jualnya terjangkau masyarakat yang membutuhkan.
18. Belanja hibah adalah belanja pemerintah pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah
kepada Badan usaha Milik Negara, Badan usah Milik Daerah, Pemerintah Negara lain, atau lembaga/
organisasi internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta
tidak secara terus menerus.
19. Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan
kepada masyarakat melalui kementerian negara/lembaga, guna melindungi dari terjadinya berbagai
risiko sosial.
20. Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 12 (dua belas) sampai
dengan angka 19 (sembilan belas), dan dana cadangan umum.
21. Transfer ke daerah adalah pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa
dana perimbangan, dana otonomi khusus dan penyesuaian, serta hibah ke daerah.
22. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas
dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
23. Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
24. Dana alokasi umum, selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam
Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
25. Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
26. Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus
suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang dan Undang- Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
27. Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka
melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di
daerah.
28. Hibah ke daerah adalah dana yang bersumber dari APBN dalam bentuk rupiah, serta pinjaman dan
hibah luar negeri (PHLN) yang diterushibahkan ke daerah, yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat
tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, dan dialokasikan untuk mendanai
kegiatan tertentu.
29. Sisa lebih pembiayaan anggaran, selanjutnya disingkat SILPA, adalah selisih lebih realisasi pembiayaan
atas realisasi defisit anggaran yang terjadi.
30. Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup
anggaran negara dalam APBN.
31. Pembiayaan dalam negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan , dan
nonperbankan dalam negeri yang terdiri dari hasil privatisasi, hasil pengelolaan aset, surat berharga
negara, dan pengeluaran pembiayaan yang terdiri dari dana investasi pemerintah, dan dana bergulir.
32. Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain
dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan
masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nornor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
33. Surat berharga negara, selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga
syariah negara.
34. Surat utang negara, selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang
dalam matauang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh
Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
35. Surat berharga syariah negara, selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah
surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam matauang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
36. Dana Investasi Pemerintah adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk kompensasi finansial dan/atau
kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha.
37. Restrukturisasi BUMN adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN, yang merupakan
salah satu langkah strategis untuk rnemperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja
dan meningkatkan nilai perusahaan.
38. Pembiayaan luar negeri neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar
negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan
pokok pinjaman luar negeri.
39. Pinjaman program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai (cash financing) yang
pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak seperti
matriks kebijakan (policy matrix) atau dilaksanakannya kegiatan tertentu.
40. Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu yang
telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan berdasarkan Undang-Undang ini.
41. Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui
kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk
gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai
penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggungjawab pemerintah.
42. Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total
anggaran belanja negara.
43. Tahun anggaran 2009 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan
tanggal 31 Desember 2009
Pasal 2
(1) Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2009 diperoleh dari sumber-sumber:
a. Penerimaan perpajakan;
b. Penerimaan negara bukan pajak; dan
c. Penerimaan hibah.
(2) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) huruf a direncanakan sebesar
Rp725.842.970.000.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun delapan ratus empat puluh dua miliar
sembilan ratus tujuh puluh juta rupiah).
(3) penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
Rp258.943.558.522.000,00 (dua ratus lima puluh delapan triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar
lima ratus lima puluh delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah).
(4) Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar
Rp938.800.000.00,00 (sembilan ratus tiga puluh delapan miliar delapan ratus juta rupiah).
(5) Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) direncanakan sebesar Rp985.725.328.522.000,00 (sembilan ratus
delapan puluh lima triliun tuiuh ratus dua puluh lima miliar tiga ratus dua puluh delapan juta lima ratus
dua puluh dua ribu rupiah).
Pasal 3
(1) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri dari:
a. Pajak dalam negeri; dan
b. Pajak perdagangan internasional.
(2) Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar
Rp697.346.970.000.000,00 (enam ratus sembilan puluh tujuh triliun tiga ratus empat puluh enam
miliar sembilan ratus tujuh puluh juta rupiah), yang terdiri dari:
a. Pajak Penghasilan sebesar Rp357.400.470.000.000,00 (tiga ratus lima puluh tujuh triliun empat
ratus miliar empat ratus tujuh puluh juta rupiah), termasuk PPh ditanggung Pemerintah atas:
(i)komoditi panas bumi sebesar Rp800.000.000.000,00 (delapan ratus miliar rupiah); (ii) bunga
atas surat berharga negara yang diterbitkan di pasar internasional sebesar
Rp1.200.000.000,000,00 (satu triliun dua ratus miliar nipiah); dan (iii) terminasi dini hak
eksklusif PT Telkom (Pasal 25/29 badan) sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh
miliar rupiah), yanq pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
b. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebesar
Rp249.508.700.000.000,00 (dua ratus empat puluh sembilan triliun lima ratus delapan miliar
tujuh ratus juta rupiah), termasuk pajak ditanggung Pemerintah (DTP) atas: (i) sektor-sektor
tertentu dalam rangka penanggulangan dampak perlambatan ekonomi global dan pemulihan
sektor riil (counter cyclical) sebesar Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah); dan (ii)
BBM bersubsidi (PT Pertamina/Persero) sebesar Rp 10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun
rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
c. Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp28.916.300.000.000,00 (dua puluh delapan triliun
sembilan ratus enam belas miliar tiga ratus juta rupiah).
d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebesar Rp7.753.600.000.000,00 (tujuh triliun
tujuh ratus lima puluh tiga miliar enam ratus juta rupiah), termasuk BPHTB ditanggung
pemerintah atas kekurangan DTP BPHTB PT Pertamina (Persero) tahun 2007 sebesar
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
e. Cukai sebesar Rp49.494.700.000.000,00 (empat puluh sembilan triliun empat ratus sembilan
puluh empat miliar tujuh ratus juta rupiah).
f. Pajak lainnya sebesar Rp4.273.200.000.000,00 (empat triliun dua ratus tujuh puluh tiga miliar
dua ratus juta rupiah).
(3) Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
direncanakan sebesar Rp28.496.000.000.0O0,00 (dua puluh delapan triliun empat ratus sembilan puluh
enam miliar rupiah), yang terdiri dari:
a. Bea masuk sebesar Rp19.160.400.000.000,00 (sembilan belas triliun seratus enam puluh
miliar empat ratus juta rupiah), termasuk bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor
(PDRI) ditanggung pemerintah untuk sektor-sektor tertentu sebesar Rp2.500.000.000.000,00
(dua triliun lima ratus miliar rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
b. Bea keluar sebesar Rp9.335.600.000.000,00 (sembilan triliun tiga ratus tiga puluh lima miliar
enam ratus juta rupiah).
(4) Rincian penerimaan perpajakan Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 4
(1) Penerirnaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri dari:
a. Penerimaan sumber daya alam;
b. Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara;
c. Penerimaan negara bukan pajak lainnya; dan
d. Pendapatan BLU.
(2) Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar
Rp173.496.521.477.000,00 (seratus tujuh puluh tiga triliun empat ratus sembilan puluh enam miliar
lima ratus dua puluh satu juta empat ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah), terdiri dari:
a. Penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA Migas) sebesar
Rp162. 123.070.000.000,00 (seratus enam puluh dua triliun seratus dua puluh tiga miliar tujuh
puluh juta rupiah), dengan ketentuan:
(i) Penerimaan SDA Migas tersebut memperhitungkan cost recovery sebesar
US$ 11.050.750.000,00 (sebelas miliar lima puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu dolar
Amerika Serikat), naik dari besaran tahun 2008 sebesar US$10.473.000.000,00
(sepuluh miliar empat ratus tujuh puluh tiga juta dolar Amerika Serikat), yang
disebabkan oleh kenaikan lifting gas on stream Exxon dan Tangguh, serta swap
Conoco dan Chevron.
(ii) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditugaskan untuk melakukan audit atas kewajaran
unsur biaya dalam cost recovery sejak tahun 1997, dan apabila terdapat temuan
ketidakwajaran, maka BPK wajib melaporkan estimasi besaran kerugian negara yang
timbul, termasuk kerugian daerah dalam kerangka bagi hasil, dan disampaikan dalam
Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I Tahun Anggaran 2009
untuk dapat ditindaklanjuti
(iii) Pemerintah ditugaskan untuk rnenerbitkan Peraturan Pemerintah tentang cost recovery
yang antara lain memuat:
1. Unsur biaya yang dapat dikategorikan dan diperhitungkan sebagai unsur cost
recovery.
2. Standar atau norma universal yang diberlakukan terhadap kewajaran unsur
biaya dalam perhitungan beban pajak dan cost recovery.
3. Standar tersebut tidak hanya berpedoman pada Exhibit Contract, namun juga
disesuaikan dengan standar pembebanan yang berlaku umum sebagaimana
dimaksud pada butir (2).
4. Cost recovery senantiasa harus mengikuti peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia, sehingga acuan cost recovery dalam Exhibit
Contract perlu ditinjau kembali.
5. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah tersebut dilakukan efektif mulai 1
Januari 2009.
(iv) Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS) ditugaskan
untuk memperkuat pengawasan dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara
dari sektor migas.
b. Penerimaan sumber daya alam nonminyak bumi dan gas bumi (SDA Nonmigas) sebesar
Rp11.373.451.477 .00,00 (sebelas triliun tiga ratus tujuh puluh tiga miliar empat ratus lima
puluh satu juta empat ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah).
(3) Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
direncanakan sebesar Rp30.794.000.000.000,00 (tiga puluh triliun tujuh ratus sembilan puluh empat
miliar rupiah).
(4) Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan
sebesar Rp49.210.801.248.000,00 (empat puluh sembilari triliun dua ratus sepuluh miliar delapan ratus
satu juta dua ratus empat puluh delapan ribu rupiah).
(5) Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d direncanakan sebesar
Rp5.442.235.797.000,00 (lima triliun empat ratus empat puluh dua miliar dua ratus tiga puluh lima juta
tujuh ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah).
(6) Penunjukan Gelora Bung Karno dan Kompleks Kemayoran sebagai Badan Layanan Umum dalam
rangka optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dapat ditinjau kembali sesuai peraturan perundang-undangan, dalam hal ini terhadap sebagian aset
yang dikelola oleh Badan Layanan Umum Gelora Bung Karno dan sebagian atau seluruh aset yang
dikelola Badan Layanan Umum Kompleks Kemayoran akan ditetapkan sebagai Penyertaan Modal
Negara dalam suatu Badan Usaha Milik Negara.
(7) Rincian penerimaan negara bukan pajak Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 5
(1) Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 terdiri dari:
a. Anggaran belanja pemerintah pusat; dan
b. Anggaran transfer ke daerah.
(2) Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan
sebesar Rp716.376.346.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar
tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah).
(3) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
Rp320.690.992.000.000,00 (tiga ratus dua puluh triliun enam ratus sembilan puluh miliar sembilan
ratus sembilan puluh dua juta rupiah).
(4) Jumlah anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) direncanakan sebesar Rp1.037.067.338.122.000,00 (seribu tiga puluh tujuh triliun enam puluh
tujuh miliar tiga ratus tiga puluh delapan juta seratus dua puluh dua ribu rupiah).
Pasal 6
(1) Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a
dikelompokkan atas:
a. Belanja pemerintah pusat menurut organisasi;
b. Belanja pemerintah pusat menurut fungsi; dan
c. Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja.
(2) Belanja pemerintah pusat menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh
enam miliar tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah).
(3) Belanja pemerintah pusat menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan
sebesar Rp716.376.946.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar
tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah).
(4) Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh
enam miliar tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah).
(5) Rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat menurut unit organisasi/bagian anggaran,
fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan
Pemerintah.
(6) Rincian anggaran belanja pemerintah pusat Tahun Anggaran 2009 menurut organisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), menurut fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dan
menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Presiden yang menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini yang
ditetapkan paling lambat tanggal 30 Nopember 2008.
Pasal 7
Pengendalian anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam tahun anggaran 2009 ditempuh dengan
kebijakan penetapan besaran subsidi BBM sesuai dengan Undang-Undang APBN dengan toleransi alokasi
maksimum dari realokasi cadangan risiko fiskal.
Pasal 8
Pengendalian anggaran subsidi listrik dalam tahun anggaran 2009 dilakukan melalui:
a. Penerapan tarif dasar listrik (TDL) sesuai harga keekonomian secara otomatis untuk pelanggan dengan
daya 6.600 VA (volt ampere)ke atas.
b. Perluasan penerapan kebijakan tarif insentif dan disinsentif untuk pelanggan dengan daya di bawah
6.600 VA.
c. Penerapan diversifikasi tarif regional seperti Batam dan Tarakan pada daerah-daerah lain.
d. Penyediaan kebutuhan pasokan gas untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) dari PT Perusahaan
Gas Negara (PT PGN) dan KKKS berkoordinasi dengan BP MIGAS.
e. Penyediaan Domestic Market Obligation (DMO) batubara yang berasal dari kebutuhan ketersediaan
inkind batubara.
Pasal 9
(1) Pemerintah menjamin kecukupan pasokan gas yang dibutuhkan perusahaan produsen pupuk dalam
negeri dalam rangka menjaga ketahanan pangan.
(2) Dalam rangka untuk mengurangi beban subsidi pangan terutama pupuk pada masa yang akan datang,
pemerintah menjarnin harga gas untuk memenuhi kebutuhan perusahaan produsen pupuk dalam
negeri dengan harga domestik.
(3) Pemerintah Daerah diberi kewenangan mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi melalui mekanisme
rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).
Pasal 10
(1) Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mempercepat penanggulangan
kemiskinan, maka bantuan langsung masyarakat (BLM) dalam program/kegiatan nasional
pemberdayaan masyarakat (PNPM) yang terdiri dari program pengembangan kecamatan (PPK),
program penanggulangan kemiskinan perkotaan (P2KP), program pengembangan infrastruktur
perdesaan (PPIP), dan percepatan pembangunan daerah tertinggal dan khusus (P2DTK) dalam Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009, dapat diluncurkan sampai dengan akhir
April 2010 sebagai anggaran belanja tambahan Tahun Anggaran 2010.
(2) Pengajuan usulan luncuran program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Menteri Keuangan dalam bentuk konsep DIPA Luncuran (DIPA-L) paling lambat pada tanggal
16 Januari 2010;
(3) Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan DIPA-L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
ditetapkan oleh Pemerintah.
(4) Pemerintah dapat melakukan kontrak dan pembiayaan tahun jamak terbatas sampai dengan tahun
2010 untuk mengatasi keperluan rnendesak dan belum terprogram yang pada tahap awal sumber
dananya antara lain berasal dari bantuan sosial penanggulangan bencana.
Pasal 11
(1) Dalam rangka menjaga kesinambungan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2009, maka
program/kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2009 yang dilakukan dalam tahun 2008
namun belum dapat diselesaikan sampai dengan akhir Desember 2008 dapat dilanjutkan
penyelesaiannya ke tahun 2009.
(2) Pendanaan untuk program/kegiatan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersumber dari bagian
anggaran 069 (belanja lain-lain) dalam tahun 2009
(3) Penyelesaian kegiatan-kegiatan tersebut yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa publik
mengikuti ketentuan perundangan yang berlaku.
(4) Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 12
(1) Kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam tahun 2008 namun
belum dapat diselesaikan sampai dengan akhir Desember 2008 dapat dilanjutkan penyelesaiannya
ke tahun 2009.
(2) Pendanaan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersumber dari pagu kementerian
negara/lembaga masing-masing dalam tahun anggaran 2009.
(3) Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan
oleh Pemerintah.
Pasal 13
(1) Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, maka alokasi dana pada Badan
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dapat digunakan untuk melunasi kekurangan pembayaran
pembelian tanah, bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup dan biaya evakuasi di luar peta terdampak
pada tiga desa (desa Besuki, Kedung Cangkring dan Penjarakan), serta untuk bantuan kontrak rumah,
tunjangan hidup, biaya evakuasi dan relokasi pada sembilan rukun tetangga di tiga desa (Siring Barat,
Jatirejo, dan Mindi).
(2) Kekurangan pembayaran pembelian tanah di luar peta area terdampak pada tiga desa (desa Besuki,
Kedung Cangkring, dan Penjarakan) dilakukan setelah pembayaran pembelian tanah di dalam peta
area terdampak selesai dilakukan.
Pasal 14
Pemerintah diberi kewenangan untuk melakukan pengeluaran dalam rangka memenuhi setiap kewajiban yang
timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht).
Pasal 15
(1) Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat berupa:
a. pergeseran anggaran belanja:
(i) antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;
(ii) antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil
optimalisasi; dan/atau
(iii) antarjenis belanja dalam satu kegiatan.
b. perubahan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan peiak (PNBP);
dan
c. perubahan pinjaman , dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran dan
percepatan penarikan PHLN;
ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di atas
pagu APBN untuk perguruan tinggi non-Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan BLU ditetapkan oleh
Pemerintah.
(3) Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
sepanjang masih dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
tugas pembantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
dekonsentrasi.
(4) Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
antarprovinsi/ kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di
tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di daerah.
(5) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), dan (4) dilaporkan Pemerintah kepada DPR
dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Pasal 16
(1) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. Dana perimbangan;
b. Dana otonomi khusus dan penyesuaian; dan
c. Hibah ke daerah.
(2) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar
Rp296.952.413.800.000,00 (dua ratus sembilan puluh enam triliun sembilan ratus lima puluh dua miliar
empat ratus tiga belas juta delapan ratus ribu rupiah).
(3) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan
sebesar Rp23.738.578.200.000,00 (dua puluh tiga triliun tujuh ratus tiga puluh delapan miliar lima
ratus tujuh puluh delapan juta dua ratus ribu rupiah).
(4) Hibah ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c nihil.
Pasal 17
(1) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. Dana bagi hasil;
b. Dana alokasi umum; dan
c. Dana alokasi khusus.
(2) Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar
Rp85.718.725.000.000,00 (delapan puluh lima triliun tujuh ratus delapan belas miliar tujuh ratus dua
puluh lima juta rupiah).
(3) Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
Rp186.414.100.000.000,00 (seratus delapan puluh enam triliun empat ratus empat belas miliar seratus
juta rupiah).
(4) Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar
Rp24.819.588.800.000,00 (dua puluh empat triliun delapan ratus sembilan belas miliar lima ratus
delapan puluh delapan juta delapan ratus ribu rupiah).
(5) Perhitungan dan pembagian lebih lanjut dana perimbangan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
(6) Rincian dana perimbangan Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 18
(1) Dana otonorni khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b terdiri
dari:
a. Dana otonomi khusus; dan
b. Dana penyesuaian.
(2) Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar
Rp8.856.564.000.000,00 (delapan triliun delapan ratus lima puluh enam miliar lima ratus enam puluh
empat juta rupiah).
(3) Dana penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
Rp14.882.014.200.000,00 (empat belas triliun delapan ratus delapan puluh dua miliar empat belas juta
dua ratus ribu rupiah).
Pasal 19
(1) Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2009 sebesar
Rp985.725.328.522.000,00 (sembilan ratus delapan puluh lima triliun tujuh ratus dua puluh lima miliar
tiga ratus dua puluh delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (5), lebih kecil dari jumlah Anggaran Belanja Negara sebesar
Rp1.037.067.338.122.000,00 (seribu tiga puluh tujuh triliun enam puluh tujuh miliar tiga ratus tiga puluh
delapan juta seratus dua puluh dua ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4),
sehingga dalam Tahun Anggaran 2009 terdapat Defisit Anggaran sebesar Rp51.342.009.600.000,00
(lima puluh satu triliun tiga ratus empat puluh dua miliar sembilan juta enam ratus ribu rupiah),
yang akan dibiayai dari Pembiayaan Defisit Anggaran.
(2) Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
dari sumber:
a. Pembiayaan dalam negeri sebesar Rp60.790.250.000.000,00 (enam puluh triliun tujuh ratus
sembilan puluh miliar dua ratus lima puluh juta rupiah);
b. Pembiayaan luar negeri neto sebesar negatif Rp9.448.240.400.000,00 (sembilan triliun empat
ratus empat puluh delapan miliar dua ratus empat puluh juta empat ratus ribu rupiah).
(3) Rincian Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 20
(1) Pada pertengahan Tahun Anggaran 2009, Pemerintah menyusun Laporan tentang Realisasi
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Semester Pertama Tahun Anggaran 2009
mengenai:
a. Realisasi pendapatan negara dan hibah;
b. Realisasi belanja negara; dan
c. Realisasi pembiayaan defisit anggaran.
(2) Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menyertakan prognosa untuk 6
(enam) bulan berikutnya.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat paling lambat pada akhir bulan Juli 2009, untuk dibahas bersama antara Dewan Perwakilan
Rakyat dengan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Anggaran Pendidikan adalah sebesar Rp207.413.531.763.000,00 (dua ratus tujuh triliun empat ratus
tiga belas miliar lima ratus tiga puluh satu juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu rupiah).
(2) Persentase anggaran pendidikan adalah sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen), yang
merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
total anggaran belanja negara sebesar Rp1.037.067.338.122.00,00 (seribu tiga puluh tujuh triliun enam
puluh tujuh miliar tiga ratus tiga puluh delapan juta seratus dua puluh dua ribu rupiah).
Pasal 22
Anggaran belanja bunga utang yang merupakan bagian dari Belanja Pemerintah Pusat telah memperhitungkan
hasil restrukturisasi tingkat bunga surat utang (SU) 002 dan SU-004 yang mengacu pada besaran tingkat bunga
special rate Bank Indonesia (SRBI) 01 sebesar 0,1% (nol koma satu persen).
Pasal 23
(1) Dalam keadaan darurat, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
a. penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi ekonomi makro lainnya
yang menyebabkan turunnya pendapatan negara, dan/atau meningkatnya belanja negara
secara signifikan;
b. kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil Surat Berharga Negara, secara signifikan;
dan/atau
c. krisis sistemik dalam sistem keuangan dan perbankan nasional yang membutuhkan tambahan
dana penjaminan perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB),
Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan langkah-langkah:
1. pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan/atau pengeluaran melebihi pagu yang
ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2009;
2. pergeseran anggaran belanja antarprogram, antarkegiatan, dan/atau antarjenis belanja dalam
satu kementerian negara/lembaga dan/atau antar kementerian negara/lembaga;
3. penghematan belanja negara dalam rangka peningkatan elisiensi, dengan tetap menjaga
sasaran program/ kegiatan prioritas yang tetap harus tercapai;
4. penarikan pinjaman siaga dari kreditor bilateral maupun multilateral;
5. penerbitan Surat Berharga Negara melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN tahun yang
bersangkutan.
(2) Pemerintah menyampaikan langkah-langkah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
Laporan semester I Pelaksanaan APBN dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Pasal 24
(1) Dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara
pada saat tertentu, kekurangannya dapat ditalangi dari dana saldo anggaran lebih (SAL).
(2) Pemerintah dapat menerbitkan Surat Berharga Negara untuk membiayai kebutuhan pengelolaan kas
bagi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Neqara (APBN), apabila dana tunai pengelolaan
kas tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan awal tahun anggaran berikutnya.
(3) Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar, dengan tetap
memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang
ditetapkan.
Pasal 25
(1) Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 dengan perkembangan
dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam
rangka penyusunan perkiraan Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2009, apabila terjadi:
a. Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009;
b. Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
c. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi,
antarprogram, dan/atau antarjenis belanja;
d. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun-tahun anggaran sebelumnya harus
digunakan untuk pembiayaan anggaran Tahun Anggaran 2009.
(2) Saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak termasuk saldo anggaran
lebih yang merupakan saldo kas di Badan Layanan umum (BLU), yang penggunaannya ditetapkan oleh
Menteri Keuangan sesuai ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggungiawaban
pelaksanaan APBN.
(3) Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun Anggaran 2009 berakhir.
Pasal 26
(1) Setelah Tahun Anggaran 2009 berakhir, Pemerintah menyusun pertanggungjawaban atas pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 berupa Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat.
(2) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan
(3) Laporan Realisasi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan informasi
pendapatan dan belanja secara akrual.
(4) Neraca sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyajikan aset dan kewajiban berdasarkan basis
akrual.
(5) Penerapan pendapatan dan belanja secara akrual dalam laporan keuangan tahun 2009 dilaksanakan
secara bertahap pada badan layanan umum.
(6) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan.
(7) Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009, setelah Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
paling lambat 6 (enam) bulan setelah Tahun Anggaran 2009 berakhir untuk mendapatkan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 27
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OO8 NOMOR 171
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2008
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2009
I. UMUM
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2009 disusun dengan berpedoman
pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok
Kebijakan Fiskal Tahun 2009 sebagaimana telah dibahas dan disepakati bersama, baik dalam
Pembicaraan Pendahuluan maupun Pembicaraan Tingkat I Pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2009
antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Selain itu, APBN Tahun Anggaran 2009 juga mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan
politik, yang berkembang dalam beberapa bulan terakhir, serta berbagai langkah kebijakan yang
diperkirakan akan ditempuh dalam tahun 2009.
Dengan memperhatikan perkembangan faktor eksternal dan stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan
ekonomi Indonesia dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai sekitar 6,0% (enam koma nol persen).
Meskipun perlambatan perekonomian global akan menyebabkan menurunnya kinerja ekspor nasional,
pemerintah akan berupaya agar realisasi pertumbuhan ekonomi sesuai dengan asumsi tersebut.
Melalui pertumbuhan konsumsi masyarakat yang diperkirakan masih cukup tinggi, dan iklim investasi
yang semakin kondusif diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi para investor dalam negeri dan luar
negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sementara itu, impor Indonesia akan lebih
difokuskan pada barang modal sehingga dapat memicu perkembangan industri pengolahan dalam
negeri.
Melalui kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang terkoordinasi, nilai tukar rupiah diperkirakan
akan berada pada kisaran Rp9.400,00 (sembilan ribu empat ratus rupiah) per satu dolar Amerika
Serikat. Stabilitas nilai tukar rupiah ini mempunyai peranan penting terhadap pencapaian sasaran
inflasi tahun 2009, dan perkembangan suku bunga perbankan. Dalam tahun tahun 2009, dengan
terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, dan terjaminnya pasokan dan lancarnya arus distribusi
kebutuhan bahan pokok, maka laju inflasi diperkirakan dapat ditekan pada tingkat 6,2% (enam koma
dua persen). Sejalan dengan itu, rata-rata suku bunga SBI 3 (tiga) bulan diperkirakan akan mencapai
7,5% (tujuh koma lima persen). Di lain pihak, dengan mempertimbangkan pertumbuhan permintaan
minyak dunia yang sedikit melambat seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, serta ketatnya
spare capacity di negara-negara produsen minyak karena investasi di sektor perminyakan yang relatif
lambat, maka rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) di pasar
internasional dalam tahun 2009 diperkirakan akan berada pada kisaran US$80,0 (delapan puluh koma
nol dolar Amerika Serikat) per barel, sedangkan tingkat lifting minyak mentah diperkirakan sekitar 960
(sembilan ratus enam puluh) ribu barel per hari.
Pemerintah menyadari bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di tahun 2009, terdapat beberapa
tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu, sasaran program kerja pemerintah dalam tahun 2009
diharapkan dapat memberikan kemajuan penting dalam pelaksanaan tiga agenda pembangunan
sebagaimana digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009,
yaitu: (a) mewujudkan Indonesia yang aman dan damai; (b) mewujudkan Indonesia yang adil dan
demokratis; dan (c) mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Sementara itu, tema pembangunan tahun
2009 adalah "Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan Kemiskinan."
Dalam upaya mewujudkan tema pembangunan tersebut, Pemerintah menghadapi berbagai masalah
dan tantangan, antara lain: (i) masih relatif tingginya jumlah penduduk miskin; (ii) terbatasnya akses
dan dana dalam sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin; (iii) relatif rendahnya kualitas
pendidikan dan kesehatan masyarakat; dan (iv) masih lemahnya daya tarik investasi dan daya saing
sektor riil.
Untuk menghadapi masalah dan tantangan tersebut guna mewujudkan tema pembangunan dalam
tahun 2009, telah ditetapkan prioritas pembangunan nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Tahun 2009 sebagai berikut: Pertama, peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan.
Kedua, percepatan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang
didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi. Ketiga, peningkatan upaya anti
korupsi, reformasi birokrasi, pemantapan demokrasi, serta pertahanan dan keamanan dalam negeri.
Prioritas pembangunan nasional tersebut dijabarkan dalarn pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2009
sebagai berikut: (i) pelaksanaan amandemen Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang
saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR; (ii) peningkatan pembangunan infrastruktur,
terutama bandara dan pelabuhan; (iii) pelaksanaan pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM)
melalui pendistribusian BBM bersubsidi dengan sistem tertutup dan kebijakan lain yang dianggap perlu
agar subsidi lebih tepat sasaran, dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara dan daya
beli masyarakat; (iv) perhitungan pendapatan dalam negeri neto sebagai basis penetapan pagu DAU
nasional memperhitungkan antara lain beban subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pupuk, dan subsidi
benih; dan (v) pelaksanaan amandemen Undang- Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Di samping itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Pemerintah perlu
melakukan perbaikan quality of spending dan penajaman prioritas terhadap belanjanya.
Dengan demikian, kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2009 diarahkan
terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan
memperluas lapangan kerja, serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan
mengurangi kemiskinan, di samping tetap menjaga stabilitas nasional, kelancaran kegiatan
penyelenggaraan operasional pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, maka prioritas alokasi anggaran belanja pemerintah pusat
dalam tahun 2009 akan difokuskan pada: (i) kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kebutuhan dasar
operasional di setiap kementerian negara/lembaga; (ii) melanjutkan program pengentasan kemiskinan
melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
Program Keluarga Harapan (PKH), dan Jamkesmas; (iii) meningkatkan alokasi program kementerian
negara/lembaga untuk peningkatan produksi pangan, infrastruktur dan energi alternatif;
(iv)pengurangan subsidi BBM melalui efisiensi di PT Pertamina dan PT PLN; (v) melanjutkan rehabilitasi
dan rekonstruksi daerah-daerah pasca bencana aLam; serta (vi)mengamankan pelaksanaan Pemilu
2009.
Selanjutnya, APBN juga diarahkan untuk melaksanakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi
hak warga negara atas: (i) pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; (ii) hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan (iii) jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat, dan mendapat pendidikan yang
layak. Di samping itu, keseimbangan pembangunan, termasuk di dalamnya penganggaran, perlu tetap
harus dijaga agar dapat mencapai prioritas-prioritas perbaikan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan dan pelaksanaan tugas kenegaraan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
1945 (UUD 1945).
Selanjutnya, sesuai dengan amanat UUD 1945, negara memprioritaskan APBN dan APBD untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan mengalokasikan
sekurang-kurangnya 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN dan APBD untuk pendidikan
nasional. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen) tersebut
disamping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi
Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI/2008. Menurut putusan
Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR
harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya
20,0% (dua puluh koma nol persen) untuk pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan DPR memprioritaskan
pengalokasian anggaran pendidikan 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN Tahun Anggaran
2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat UUD 1945. Hal tersebut harus diwujudkan
dengan sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak menyatakan bahwa keseluruhan APBN yang
tercantum dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang
disebabkan oleh adanya bagian dari UU APBN, yaitu mengenai anggaran pendidikan, yang
bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam kaitannya dengan penanganan bencana alam, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2005 yang dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2
Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, telah dibentuk BRR
NAD-Nias dalam rangka melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi NAD dan
Kepulauan Nias pasca bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda wilayah tersebut pada akhir
tahun 2004. Selain tugas melaksanakan kegiatan pemulihan, BRR NAD-Nias juga mengemban 2 (dua)
tugas pokok, yaitu: (i) mengelola proyek rehabilitasi dan rekonstruksi yang berdasarkan dokumen
pelaksanaan anggaran (didanai oleh APBN), dan (ii) mengkoordinasikan proyek-proyek rehabilitasi dan
rekonstruksi yang dibiayai oleh lembaga/negara donor atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing.
Perpu Nomor 2 Tahun 2005, Pasal 26 menyebutkan bahwa: (i) masa tugas BRR akan berakhir setelah
4 (empat) tahun; (ii) setetah berakhirnya masa tugas BRR, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; (iii) setelah berakhirnya masa tugas BRR, segala kekayaannya menjadi
kekayaan milik negara yang selanjutnya dapat diserahkan kepada pemerintah daerah; dan
(iv) pengakhiran masa tugas BRR beserta akibat hukumnya ditetapkan dengan Perpres.
Dengan demikian, tahun 2008 merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan proyek-proyek fisik oleh
BRR NAD-Nias. Sementara itu, dalam rangka melaksanakan proses administrasi penuntasan tugas,
BRR NAD-Nias masih dapat beroperasi hingga April 2009. Oleh karena itu, mulai tahun 2008 sudah
mulai dilakukan persiapan penuntasan masa tugas BRR NAD-Nias. Berkaitan dengan berakhirnya masa
tugas BRR NAD-Nias, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu: (i) pengelolaan
pendanaan pasca BRR NAD-Nias; (ii) pengalihan peralatan dan perangkat (aset) melalui identifikasi
terhadap: tahap pengalihan aset, jenis-jenis pengalihan aset, aset-aset BRR NAD-Nias, dan aset-aset
lembaga/negara donor/NGO; (iii) pengalihan personel (SDM); serta (iv) pengalihan dokumen.
Dalam kerangka tersebut, pada tahun 2009, pelaksanaan lanjutan program rehabilitasi dan
rekonstruksi NAD-Nias akan diserahkan kewenangannya kepada kementerian negara/lembaga (K/L)
dan pemerintah daerah, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dengan demikian,
pembiayaan program rehabilitasi dan rekonstruksi tidak lagi dialokasikan pada bagian anggaran 094
(BRR NAD-Nias), tetapi langsung dialokasikan kepada masing-masing K/L yang bersangkutan.
Sementara itu, biaya operasional BRR NAD-Nias akan dialokasikan pada bagian anggaran 069
(anggaran pembiayaan dan perhitungan). Kementerian negara/lembaga yang akan melanjutkan
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias antara lain Departemen Dalam Negeri, Departemen
Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen Agama, Badan Pertanahan Nasional, dan
Bappenas.
Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyerahan, pelimpahan, dan penugasan
urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggungjawab, juga diikuti dengan
pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara proporsional, demokratis, adil
dan transparan, dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah melalui reformulasi
kebijakan dana perimbangan dan kebijakan lain terkait dengan transfer ke daerah. Sejalan dengan hal
tersebut, penerapan kebijakan transfer ke daerah dalam tahun 2009 ditujukan untuk: (i) terus
melaksanakan desentralisasi fiskal untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah secara konsisten;
(ii) mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan daerah dan antar daerah;
(iii) mengurangi kesenjangan dan perbaikan pelayanan publik di daerah; dan (iv) mengalihkan secara
bertahap sebagian anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan untuk mendanai kegiatan
yang sudah menjadi urusan daerah ke DAK.
Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah tersebut,
diperlukan sumber-sumber pendapatan negara dan pembiayaan anggaran. Beberapa faktor yang
mempengaruhi besaran pendapatan negara dalam APBN Tahun Anggaran 2009, baik penerimaan
perpajakan maupun PNBP, yaitu: kondisi ekonomi makro, realisasi pendapatan pada tahun
sebelumnya, kebijakan yang dilakukan dalam bidang tarif, subyek dan obyek pengenaan, serta
perbaikan dan efektivitas administrasi pemungutan.
Terdapat beberapa hal yang cukup signifikan pengaruhnya pada perhitungan target pendapatan tahun
2009, yaitu adanya perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya yang telah selesai pada tahun
2007 dan 2008. Undang-undang dimaksud antara lain: paket UU Perpajakan, UU Kepabeanan, UU Cukai,
serta berbagai UU sektoral. Perubahan UU perpajakan akan berdampak pada penerimaan negara dan
perekonomian, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek,
perubahan UU perpajakan yang terdiri dari perubahan UU Ketentuan Umum Perpajakan dan UU Pajak
Penghasilan diperkirakan akan memberikan dampak pada penurunan penerimaan perpajakan (tax
potential loss).
Langkah-langkah kebijakan perpajakan yang diambil dalam tahun 2009 antara lain: (i) menyediakan
fasilitas fiskal dan nonfiskal bagi penanaman modal dengan memperluas cakupan sektor dan wilayah
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk
Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu; (ii)
memperluas kantor pelayanan pajak yang berbasis sistem administrasi modern di Jawa dan Bali;
(iii) menyempurnakan manajemen risiko kepabeanan; (iv) melanjutkan harmonisasi tarif bea masuk
impor; dan (v) mengimplementasikan ASEAN Single Window.
Sementara itu, kebijakan di bidang PNBP dalam tahun 2009 akan tetap ditujukan untuk
mengoptimalkan penerimaan yang berasal dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA), bagian laba
BUMN, PNBP lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU). Sasaran tersebut dilakukan
dengan melanjutkan reformasi administrasi dan penyempurnaan kebijakan PNBP melalui:
(i) peninjauan dan penyempurnaan peraturan PNBP pada kementerian negara/lembaga; (ii) monitoring,
evaluasi dan koordinasi pelaksanaan pengelolaan PNBP pada kementerian negara/lembaga;
(iii) penyusunan rencana dan pagu penggunaan PNBP yang lebih realistis pada kementerian negara/
lembaga; (iv) pemantauan, penelaahan, evaluasi, dan verifikasi laporan PNBP pada kementerian
negara/lembaga dan SDA nonmigas; (v)peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan PNBP pada
kementerian negara/lembaga; (vi) percepatan penyelesaian kewajiban Pertamina/KKKS kepada
Pemerintah terkait dengan kegiatan migas; (vii) peningkatan koordinasi terkait dengan pencapaian
target produksi /lifting minyak mentah dan volume gas bumi; dan (viii) perbaikan terhadap kebijakan
cost recovery pada Kontrak Production Sharing (KPS). Di samping itu, untuk meningkatkan kinerja
BUMN antara lain akan dilakukan pengalokasian anggaran yang bersumber dari laba BUMN untuk
pengembangan sektor-sektor strategis dan penguatan sektor manufaktur (barang modal) dalam rangka
memperbaiki peran BUMN dalam perekonomian nasional. Di lain pihak, optimalisasi penerimaan hibah
akan dilakukan antara lain melalui monitoring pencairan atas komitmen para donor dalam rangka
hibah, khususnya untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang terkena musibah bencana
serta re-evaluasi peraturan-peraturan tentang tata cara pengadaan/pengelolaan hibah sehingga seluruh
pengelolaan hibah memiliki arah yang lebih jelas, dan tercatat dalam perhitungan APBN.
Selanjutnya, kebijakan umum pembiayaan anggaran antara lain dititikberatkan pada penetapan
sasaran surplus/defisit anggaran berdasarkan proyeksi penerimaan negara maupun rencana alokasi
belanja negara. Berdasarkan proyeksi dan berbagai langkah kebijakan di atas, dalam APBN Tahun
Anggaran 2009 diperkirakan masih terdapat defisit anggaran. Sebagian besar defisit tersebut akan
dibiayai dari Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri. Untuk menutupi defisit tersebut,
dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip kemandirian dalam pembiayaan anggaran, dengan
lebih memprioritaskan pendanaan yang tersedia, murah dan berisiko rendah yang bersumber dari
dalam negeri.
Dalam kondisi pasar keuangan yang tidak stabil akibat ketatnya likuiditas global, untuk mengurangi
tekanan terhadap kebutuhan pembiayaan anggaran tahun 2009, penerbitan SBN akan dilakukan secara
berhati-hati dan menjaga pada risiko sekecil mungkin. Untuk mengantisipasi kondisi pasar keuangan
yang memburuk yang dapat berdampak pada perekonomian nasional, dipandang perlu dipersiapkan
langkah-langkah di bidang kebijakan fiskal. Dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 telah dipersiapkan
payung hukum apabila terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan deviasi asumsi makro secara
signifikan, kenaikan biaya penerbitan SBN dan masalah sistemik di sektor keuangan.
Langkah-langkah penanggulangan berupa pembiayaan siaga yang berasal dari pemberi pinjaman
lembaga keuangan multilateral dan bilateral. Dalam keadaan tersebut, Pemerintah bertekad untuk
tidak mengurangi belanja prioritas, bahkan akan menambah, jika diperlukan, sehingga dapat dijadikan
cadangan terhadap rumahtangga dan sektor yang terkena dampaknya.
Terkait hal tersebut, strategi pembiayaan anggaran harus dilakukan secara hati-hati agar
sumber-sumber pembiayaan anggaran tersebut dapat digunakan seoptimal rnungkin guna menghindari
terjadinya beban fiskal di masa mendatang yang berpotensi mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal
sustainability). Selain itu, strategi pembiayaan anggaran harus diimplementasikan secara terkoordinasi
agar dapat tercapai pengelolaan fiskal secara prudent, kebijakan moneter yang kredibel, dan
pengelolaan utang yang sehat serta pengelolaan kas yang efisien.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penerimaan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan
pajak penjualan atas barang mewah yang ditanggung pemerintah (DTP) sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b tersebut tidak diperhitungkan dalam besaran penerimaan
dalam negeri neto, dan dialokasikan sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah yang
sama.
Yang dimaksud dengan sektor-sektor tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf b
antara lain adalah sektor migas, energi, pangan, industri terpilih, dan sektor-sektor
publik.
Ayat (3)
Penerimaan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI) yang ditanggung
pemerintah (DTP) sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut tidak diperhitungkan
dalam besaran penerimaan dalam negeri neto, dan dialokasikan sebagai belanja
subsidi pajak dalam jumlah yang sama.
Yang dimaksud dengan sektor-sektor tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a
antara lain adalah sektor migas, panas bumi, listrik, penerbangan, pelayaran, industri
terpilih, dan transportasi publik.
Ayat (4)
Penerimaan perpajakan sebesar Rp725.842.970.000.000,00 (tujuh ratus dua puluh
lima triliun delapan ratus empat puluh dua miliar sembilan ratus tujuh puluh juta
rupiah) terdiri dari :
(dalam rupiah)
411 Pendapatan pajak dalam negeri 697.346.970.000.000,00
4111 Pendapatan pajak penghasilan (PPh) 357.400.470.000.000,00
41111 Pendapatan PPh migas 56.723.470.000.000,00
411111 Pendapatan PPh 24.196.640.000.000,00
minyak bumi
411112 Pendapatan PPh 32.526.830.000.000,00
gas alam
411112 Pendapatan PPh non migas 296.938.510.000.000,00
411121 Pendapatan PPh
Pasal 21 46.935.110.000.000,00
411122 Pendapatan PPh
Pasal 22 6.160.500.000.000,00
411123 Pendapatan PPh
Pasal 22 impor 25.755.360.000.000,00
411124 Pendapatan PPh
Pasal 23 24.556.560.000.000,00
411125 Pendapatan PPh
Pasal 25/29
orang pribadi 3.510.910.000.000,00
411126 Pendapatan PPh
Pasal 25/29 badan 136.978.000.000.000,00
411127 Pendapatan PPh
Pasal 26 22.794.370.000.000,00
411128 Pendapatan PPh
final 30.247.700.000.000,00
41113 Pendapatan PPh fiskal 3.738.490.000.000,00
411131 Pendapatan PPh fiskal
luar negeri 3.738.490.000.000,00
4112 Pendapatan pajak pertambahan nilai
dan pajak penjualan atas barang 249.508.700.000.000,00
mewah
4113 Pendapatan pajak bumi dan bangunan 28.916.300.000.000,00
4114 Pendapatan BPHTB 7.753.600.000.000,00
4115 Pendapatan Cukai 49.494.700.000.000,00
41151 Pendapatan Cukai 49.494.700.000.000,00
411511 Pendapatan Cukai
Hasil Tembakau 48.240.100.000.000,00
411512 Pendapatan Cukai
Ethyl Alkohol 479.000.000.000,00
411513 Pendapatan Cukai
Minuman mengandung
Ethyl Alkohol 775.600.000.000,00
4116 Pendapatan pajak lainnya 4.273.200.000.000,00
412 Pendapatan pajak perdagangan internasional 28.496.000.000.000,00
4121 Pendapatan bea masuk 19.160.400.000.000,00
4L22 Pendapatan bea keluar 9.335.600.000.000,00
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp258.943.558.522.000,00 (dua ratus lima
puluh delapan triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar lima ratus lima puluh
delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah) terdiri dari :
(dalam rupiah)
421 Penerimaan sumber daya alam 173.496.521.477.000,00
4211 Pendapatan minyak bumi 123.029.740.000.000,00
421111 Pendapatan minyak bumi 123.029.740.000.000,00
4212 Pendapatan gas bumi 39.039.330.000.000,00
421211 Pendapatan gas bumi 39.093.330.000.000,00
4213 Pendapatan pertambangan umum 8.723.451.477.000,00
421311 Pendapatan iuran tetap 84.432.994.000,00
421312 Pendapatan royalti 8.693.018.483.000,00
4214 Pendapatan kehutanan 2.500.000.000.000,00
42141 Pendapatan dana reboisasi 1.235.600.000.000,00
42142 Pendapatan provisi sumber
daya hutan 1.249.211.400.000,00
42143 Pendapatan IIUPH (IHPH) 15.188.600.000,00
4215 Pendapatan perikanan 150.000.000.000,00
421511 Pendapatan perikanan 150.000.000.000,00
422 Peradapatan bagian laba BUMN 30.794.000.000.000,00
4221 Pendapatan bagian pemerintah
atas laba BUMN 30.794.000.000.000,00
423 Pendapatan PNBP lainnya 49.210.801.248.000,00
4231 Pendapatan penjualan dan
sewa 14.758.133.834.000,00
42311 Pendapatan penjualan
hasil produksi/ sitaan lainnya 6.677.938.625.000,00
423111 Pendapatan penjualan
hasil pertanian,
kehutanan, dan
perkebunan 3.520.794.000,00
423112 Pendapatan penjualan
hasil peternakan dan
perikanan 11.505.412.000,00
423113 Pendapatan penjualan
hasil tambang 6.527.056.277.000,00
423114 pendapatan penjualan
hasil sitaan/rampasan
dan harta peninggalan 15.866.577.000,00
423115 Pendapatan penjualan
obat-obatan dan hasil
farmasi lainnya 219.500.000,00
4213116Pendapatan penjualan
informasi, penerbitan,
film, survey,
pemetaan dan hasil
cetakan lainnya 41.168.401.000,00
423117 Pendapatan penjualan
dokumen-dokumen
pelelangan 220.390.000,00
423119 Pendapatan penjualan
lainnya 78.381.274.000,00
42312 Pendapatan penjualan aset 33.147.260.000,00
423121 Pendapatan
penjualan rumah,
gedung, bangunan,
dan tanah 41.000.000,00
423122 Pendapatan
penjualan kendaraan
bermotor 1.511.037.000,00
423123 Pendapatan
penjualan sewa beli 30.533.997.000,00
423129 Pendapatan
penjualan aset
lainnya yang berlebih/
rusak/dihapuskan 1.061.226.000,00
42313 Pendapatan penjualan dari
kegiatan hulu migas 7.944.490.000.000,00
423132 Pendapatan minyak
mentah (DMO) 7.944.490.000.000,00
42314 Pendapatan sewa 102.557.949.000,00
423141 Pendapatan sewa
rumah dinas/
rumah negeri 20.241.365.000,00
423142 Pendapatan sewa
gedung, bangunan,
dan gudang 70.991.502.000,00
423143 Pendapatan sewa
benda-benda
bergerak 6.270.268.000,00
423149 Pendapatan sewa
benda-benda
tak bergerak lainnya 5.054.814.000,00
4232 Pendapatan jasa 16.332.891.374.000,00
42321 Pendapatan jasa I 11.649.193.285.000,00
423211 Pendapatan
rumah sakit dan
instansi kesehatan
lainnya 38.612.097.000,00
423212 Pendapatan tempat
hiburan/taman/museum
dan pungutan usaha
pariwisata alam (PUPA) 14.355.393.000,00
423213 Pendapatan surat
keterangan, visa, paspor,
SIM, STNK, dan BPKB 2.964.659.160.000,00
423214 Pendapatan hak dan
perijinan 5.991.429.217.000,00
423215 Pendapatan sensor/
karantina, pengawasan/
pemeriksaan 58.906.261.000,00
423216 Penpapatan jasa
tenaga, pekerjaan,
informasi, pelatihan,
teknologi, pendapatan
BPN, pendapatan DJBC 2.190.947.932.000,00
423217 Pendapatan jasa Kantor
Urusan Agama 73.218.000.000,00
423218 Pendapatan jasa bandar
udara, kepelabuhan, dan
kenavigasian 317.065.225.000,00
42322 Pendapatan jasa II 1.274.489.052.000,00
423221 Pendapatan jasa
lembaga keuangan
(jasa giro) 42.157.432.000,00
423222 Pendapatan jasa
penyelenggaraan
telekomunikasi 1.122.807.075.000,00
423225 Pendapatan biaya
penagihan pajak negara
dengan surat paksa 3.660.932.000,00
423226 Pendapatan uang
pewarganegaraan 3.500.000.000,00
423227 Pendapatan bea lelang 38.307.983.000,00
423228 Pendapatan biaya
pengurusan piutang
dan lelang negara 61.556.630.000,00
423229 Pendapatan registrasi
dokter dan dokter gigi 2.500.000.000,00
42323 Pendapatan jasa luar negeri 380.007.249.000,00
423231 Pendapatan dari
pemberian surat
perjalanan Republik
Indonesia 285.081.659.000,00
423232 Pendapatan dari jasa
pengurusan dokumen
konsuler 85.662.391.000,00
423239 Pendapatan rutin lainnya
dari luar negeri 9.263.199.000,00
42324 Pendapatan layanan jasa
perbankan 8.903.458.000,00
423241 Pendapatan layanan
jasa perbankan 8.903.458.000,00
42325 Pendapatan atas pengelolaan
rekening tunggal Perbendaharaan
(treasury single account) dan/atau
atas penempatan uang negara 3.000.000.000.000,00
42329 Pendapatan jasa lainnya 20.298.330.000,00
423291 Pendapatan jasa lainnya 20.298.330.000,00
4233 Pendapatan bunga 1.844.450.000.000,00
42331 Pendapatan bunga 1.844.450.000.000,00
423313 Pendapatan bunga dari
piutang dan penerusan
pinjamanan 1.494.450.000.000,00
423319 Pendapatan bunga lainnya 350.000.000.000,00
4234 Pendapatan kejaksaan dan peradilan 33.122.633.000,00
42341 Pendapatan kejaksaan
dan peradilan 33.122.633.000,00
423411 pendapatan
legalisasi tanda
tangan 1.163.642.000,00
423412 Pendapatan pengesahan
surat di bawah tangan 290.505.000,00
423413 Pendapatan uang meja
(leges) dan upah pada
panitera badan
pengadilan (peradilan) 721.830.000,00
423414 pendapatan hasil denda/
tilang dan sebagainya 18.935.000.000,00
423415 Pendapatan ongkos perkara 10.073.862.000,00
423419 Pendapatan kejaksaan dan
peradilan lainnya 1.937.794.000,00
4235 Pendapatan pendidikan 5.508.385.809.000,00
42351 Pendapatan pendidikan 5.508.385.809.000,00
423511 Pendapatan uang
pendidikan 3.560.224.943.000,00
423512 Pendapatan uang ujian
masuk, kenaikan tingkat,
dan akhir pendidikan 174.311.917.000,00
423513 Pendapatan uang ujian
untuk menjalankan praktik 111.785.555.000,00
423519 Pendapatan pendidikan
lainnya 1.662.063.394.000,00
4236 Pendapatan gratifikasi, uang sitaan
hasil korupsi 38.700.000.000,00
42361 Pendapatan gratifikasi, uang
sitaan hasil korupsi 38.700.000.000,00
423611 Pendapatan uang
sitaan hasil korupsi
yang telah ditetapkan
pengadilan 6.104.000.000,00
423612 Pendapatan gratifikasi
yang ditetapkan KPK
menjadi milik negara 2.600.000.000,00
423614 Pendapatan uang pengganti
tindak pidana korupsi yang
ditetapkan di pengadilan 29.996.000.000,00
4237 Pendapatan iuran dan denda 687.879.588.000,00
42371 Pendapatan iuran badan usaha 469.900.830.000,00
423711 Pendapatan iuran badan
usaha dari kegiatan
penyediaan dan
pendistribusian BBM 355.939.267.000,00
423712 Pendapatan iuran badan
usaha dari kegiatan usaha
pengangkutan gas bumi
melalui pipa 73.961.563.000,00
423713 Iuran badan usaha di bidang
pasar modal dan lembaga
keuangan 40.000.000.000,00
42372 Pendapatan dan pengamanan hutan 199.494.336.000,00
429721 Pendapatan dana pengarnanan
hutan 199.494.336.000,00
42373 Pendapatan dari perlindungan hutan
dan konservasi alam 14.000.000.000,00
423731 Pendapatan iuran
menangkap/ mengambil/
mengangkut satwa liar/
mengambil/ mengangkut
tumbuhan alam hidup atau
mati 7.000.000.000,00
423735 Pungutan masuk obyek
wisata alam 7.000.000.000,00
42375 Pendapatan denda 4.484.422.000,00
4237352 Pendapatan denda
keterlambatan
penyelesaian pekerjaan
pemerintah 4.454.591.000,00
423753 Pendapatan denda
administrasi BPHTB 29.831.000,00
4239 Pendapatan lain-lain 10.007.238.010.000,00
42391 Pendapatan dari penerimaan
kembali belanja tahun anggaran
yang lalu 9.982.832.071.000,00
423911 Penerimaan kembali
belanja pegawai pusat
TAYL 4.375.334.000,00
423912 Penerimaan kembali belanja
pensiun TAYL 76.167.000,00
423913 Penerimaan kembali belanja
lainnya rupiah murni TAYL 9.975.528.043.000,00
423914 Penerimaan kembali belanja
lain pinjaman luar negeri TAYL 1.000.000,00
423919 Peneririaan kembali belanja
lainnya TAYL 2.851.527.000,00
42392 Pendapatan pelunasan piutang 1.482.654.000,00
423921 Pendapatan pelunasan
piutang nonbendahara 9.500.000,00
423922 Pendapatan pelunasan
ganti rugi atas
kerugian yang diderita
oleh negara (masuk TP/TGR)
bendahara 1.473.154.000,00
42399 Pendapatan lain-lain 22.923.285.000,00
42399I Penerimaan kembali
persekot/uang muka
gaji 16.575.392.000,00
423999 Pendapatan anggaran
lain-lain 6.347.893.000,00
424 Pendapatan badan layanan umum 5.442.235.797.000,00
4241 Pendapatan jasa layanan umum 5.420.617.531.000,00
42411 Pendapatan penyediaan
barang dan jasa kepada
masyarakat 5.235.509.086.000,00
424111 Pendapatan jasa
pelayanan rumah
sakit 3.251.950.871.000,00
424112 Pendapatan jasa
pelayanan pendidikan 124.821.750.000,00
424113 Pendapatan jasa pelayanan
tenaga, pekerjaan, informasi,
pelatihan dan teknologi 34.309.527.000,00
424115 Pendapatan jasa bandar
udara, kepelabuhan,
dan kenavigasian 933.412.653.000,00
424116 Pendapatan jasa
penyelenggaraan
telekomunikasi 842.105.307.000,00
424117 Pendapatan jasa pelayanan
pemasaran 21.287.437.000,00
424119 Pendapatan jasa penyediaan
barang dan jasa lainnya 27.62I.541.000,00
42413 Pengelolaan dana khusus untuk
masyarakat 185.108.445.000,00
424133 Pendapatan program modal
ventura 5.131.437.000,00
424134 Pendapatan program dana
bergulir sektoral 3.392.800.000,00
424135 Pendapatan program dana
bergulir syariah 305.106.000,00
424136 Pendapatan investasi 121.367.625.000,00
424139 Pendapatan pengelolaan dana
khusus lainnya 54.911.477.000,00
4243 Pendapatan hasil kerja sama BLU 21.618.266.000,00
42431 Pendapatan hasil kerja sama BLU 21.618.266.000,00
424312 Pendapatan hasil
kerjasama lembaga/
badan usaha 2I.618.266.000,00
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Realokasi cadangan risiko fiskal adalah realokasi dana cadangan risiko perubahan parameter
harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) setahun dan lifting minyak sebesar
Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah).
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan hasil optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang
diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan
yang target sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana tersebut selanjutnya
dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran ataupun untuk kegiatan lainnya dalam
program yang sama.
Yang dimaksud dengan perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan
Negara Bukan pajak (PNBP) adalah kelebihan realisasi penerimaan dari target yang
direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan tersebut selanjutnya dapat
digunakan oleh kementerian negara/lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan ijin
penggunaan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan perubahan pagu Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN)
adalah peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya luncuran pinjaman proyek dan
hibah luar negeri yang bersifat multi years dan/atau percepatan penarikan pinjaman
yang sudah disetujui dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman luar
negeri termasuk hibah luar negeri yang diterima setelah APBN ditetapkan.
Tidak termasuk dalam luncuran tersebut adalah PHLN yang belum disetujui
dalam APBN Tahun Anggaran 2009 dan pinjaman yang bersumber dari pinjaman
komersial dan fasilitas kredit ekspor, yang bukan merupakan kelanjutan dari
multiyears project.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN Perubahan adalah
melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja pemerintah pusat yang
dilakukan sebelum APBN Perubahan 2009 kepada DPR. Sedangkan yang dimaksud
dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam laporan keuangan pemerintah pusat adalah
melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja pemerintah pusat yang
dilakukan sepanjang tahun 2009 setelah APBN Perubahan 2009 kepada DPR.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Dana perimbangan sebesar Rp296.952.413.800.000,00 (dua ratus sembilan puluh
enam triliun sembilan ratus lima puluh dua miliar empat ratus tiga belas juta delapan
ratus ribu rupiah), terdiri dari:
(dalam rupiah)
1. Dana Bagi Hasil (DBH) 85.718.725.000.000,00
a. DBH Pajak 45.754.404.000.000,00
i. DBH Pajak Penghasilan 10.089.204.000.000,00
- Pajak penghasilan
Pasal 21 9.387.022.000.000,00
- Pajak penghasilan
Pasal 25/29 orang
pribadi 702.182.000.000,00
ii. DBH Pajak Bumi dan
Bangunan 27.446.798.000.000,00
iii. DBH Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan
Bangunan 7.253.600.000.000,00
iv. DBH Cukai 964.802.000.000,00
b. DBH Sumber Daya Alam 39.964.321.000.000,00
i. DBH SDA Minyak Bumi 19.152.500.000.000,00
ii. DBH SDA Gas Bumi 12.207.300.000.000,00
iii. DBH SDA Pertambangan Umum 6.978.761.000.000,00
- Iuran Tetap 67.546.000.000,00
- Royalti 6.911.215.000.000,00
iv. DBH SDA Kehutanan 1.505.760.000.000,00
- Provisi Sumber
Daya Hutan 999.369.000.000,00
- Iuran Hak Pengusahaan
Hutan 12.151.000.000,00
- Dana Reboisasi 494.240.000.000,00
v. DBH SDA Perikanan 120.000.000.000,00
2. Dana Alokasl Umum (DAU) 86.414.100.000.000,00
3. Dana Alokasi Khusus (DAK) 24.819.588.800.000,00
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dana otonomi khusus sebesar Rp8.856.564.000.000,00 (delapan triliun delapan ratus
lima puluh enam miliar lima ratus enam puluh empat juta rupiah) terdiri dari:
1. Alokasi dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat sebesar
Rp3.728.282.000.000,00 (tiga triliun tujuh ratus dua puluh delapan miliar dua
ratus delapan puluh dua juta rupiah) yang disepakati untukdibagi
masing-masing. dengan proporsi 70 persen untuk Papua dan 30 persen untuk
Papua Barat dengan rincian sebagai berikut:
a. Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua sebesar
Rp2.609.797.400.000,00 (dua triliun enam ratus sembilan miliar tujuh
ratus sembilan puluh tujuh juta empat ratus ribu rupiah).
b. Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat sebesar
Rp1.118.484.600.000,00 (satu triliun seratus delapan belas miliar
empat ratus delapan puluh empat juta enam ratus ribu rupiah).
Penggunaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat diutamakan untuk
pendanaan pendidikan dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor
3521 Tahun 20081 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Undang-undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Papua. Dana Otonomi Khusus Propinsi Papua tersebut dibagikan
kepada Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat, yang jumlahnya setara
dengan 2 (dua) persen dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional
dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Pengelolaan Dana Otonomi
Khusus Papua dan Papua Barat dimaksud tetap mengacu kepada peraturan
perundangan yang berlaku.
2. Alokasi dana otonomi khusus Aceh sebesar Rp3.728.282.000.000,00 (tiga
triliun tujuh ratus dua puluh delapan miliar dua ratus delapan puluh dua juta
rupiah). Dana Otonomi Khusus Aceh diarahkan penggunaannya untuk
mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan
ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial,
dan kesehatan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak
tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima
belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu Dana Alokasi Umum
(DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun
keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu Dana Alokasi
Umum (DAU) secara nasional.
Dana otonomi khusus NAD direncanakan, dilaksanakan, serta
dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Provinsi NAD dan merupakan bagian
yang utuh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Perencanaan
sebagian besar dari penggunaan dana otonomi khusus tersebut direncanakan
bersama oleh Pemerintah Provinsi NAD dengan masing-masing pemerintah
kabupaten/kota dalam Pemerintah Provinsi NAD serta merupakan lampiran
dari APBA.
3. Dana Tambahan Infrastruktur dalm rangka otonomi khusus Provinsi Papua
dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp1.400.000.000.000,00 (satu triliun empat
ratus miliar rupiah), terutama ditujukan untuk pendanaan pembangunan
infrastruktur sesuai dengan Undang-undang Nomor 3521 Tahun 20081 tentang
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Undang-undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
Papua.
Dana Tambahan Infrastruktur tersebut diperuntukkan bagi Provinsi Papua
sebesar Rp800.000.000.000,00 (delapan ratus miliar rupiah) dan Provinsi
Papua Barat sebesar Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah).
Pencairan dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun
anggaran 2009 sebesar Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah)
tersebut dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan penyerapan
dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2008,
yang diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan.
Terdapat kekurangan dana tambahan otonomi khusus infrastruktur Provinsi
Papua tahun anggaran 2008 sebesar Rp670.000.000.000,00 (enam ratus tujuh
puluh miliar rupiah) yang dapat diusulkan untuk dialokasikan dalam APBN-P
tahun 2009.
Ayat (3)
Dana penyesuaian sebesar Rp14.882.014.200.000,00 (empat belas triliun
delapan ratus delapan puluh dua miliar empat belas juta dua ratus ribu rupiah)
terdiri dari:
1. Dana tambahan DAU untuk guru pegawai negeri sipil daerah sebesar
Rp7.490.000.000.000,00 (tujuh triliun empat ratus sembilan puluh
miliar rupiah).
2. Dana tambahan DAU sebesar Rp7.000.000.000.000,00 (tujuh triliun
rupiah) yang dialokasikan kepada daerah tertentu sebagai penguatan
desentralisasi fiskal dan untuk mendukung percepatan pembangunan
daerah.
3. Kurang bayar dana prasarana infrastruktur lainnya tahun 2007
sebesar Rp96.747.100.000,00 (sembilan puluh enam miliar tujuh
ratus empat puluh tujuh juta seratus ribu rupiah).
4. Kurang bayar DAK tahun 2007 sebesar Rp295.267.100.000,00 (dua
ratus sembilan puluh lima miliar dua ratus enam puluh tujuh juta
seratus ribu rupiah).
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp51.342.009.600.000,00 (lima puluh satu triliun
tiga ratus empat puluh dua miliar sembilan juta enam ratus ribu rupiah) terdiri dari:
1. Pembiayaan Dalam Negeri sebesar Rp60.790.250.000.000,00 (enam puluh
triliun tujuh ratus sembilan puluh miliar dua ratus lima puluh juta rupiah)
terdiri dari:
(dalam rupiah)
a. Perbankan dalam negeri 16.629.161.400.000,00
i. Rekening dana
investasi 3.690.000.000.000,00
ii. Pelunasan piutang
negara (PT Pertamina) 9.136.361.945.966,00
iii. Rekening pembangunan
hutan 1.696.549.455.000,00
iv. Sisa Anggaran Lebih (SAL)
2008 2.106.250.000.000,00
b. Non-perbankan dalam negeri 44.161.088.599.034,00
i. Privatisasi 500.000.000.000,00
ii. Hasil pengelolaan
aset 2.565.000.000.000,00
iii. Surat berharga
negara (neto) 54.719.000.000.000,00
iv. Dana Investasi Pemerintah
dan restrukturisasi BUMN -13.622.911.400.966,00
Hasil pengelolaan aset sebesar Rp2.565.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus
enam puluh lima miliar rupiah) terdiri dari : (i) penjualan aset
Rp3.565.000.000.000,00 (tiga triliun lima ratus enam puluh lima miliar rupiah)
dan (ii) restrukturisasi BUMN negatif Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun
rupiah).
Surat berharga negara (SBN) neto merupakan selisih antara penerbitan
dengan pembayaran pokok dan pembelian kembali. Penerbitan SBN tidak
hanya dalam mata uang rupiah di pasar domestik, tetapi juga mencakup
penerbitan SBN dalam valuta asing di pasar internasional, baik SBN
konvensional maupun SBSN (Sukuk).
Komposisi jumlah dan jenis instrumen SBN yang akan diterbitkan,
pembayaran pokok, dan pembelian kembali SBN, akan diatur lebih lanjut oleh
pemerintah dengan mempertimbangkan situasi yang berkembang di pasar,
sampai dengan target neto pembiayaan SBN tercapai.
Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan pembangkit listrik
10.000 MW (sepuluh ribu megawatt) berbahan bakar batubara oleh
PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN), Pemerintah memberikan jaminan
penuh atas kewajiban pembayaran pinjaman PT PLN (Persero) kepada
kreditur perbankan. Jaminan pemerintah dimaksud diberikan atas risiko/
kemungkinan PT PLN (Persero) tidak mampu memenuhi kewajiban
pembayaran terhadap kreditur (payment default). Jaminan tersebut akan
diperhitungkan sebagai piutang pemerintah kepada PT PLN (Persero) apabila
terealisir.
Pengelolaan dan pencairan dana penjaminan atas pinjaman PT PLN (Persero)
tersebut di atas diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka restrukturisasi utang PT Garuda dengan Export credit Agency
(ECA), Pemerintah melakukan penjaminan terhadap PT Garuda dalam bentuk
jaminan Standby Letter of Credit kepada bank-bank BUMN.
Pengeluaran dana bergulir yang bersumber dari rupiah murni dialokasikan
sebagai pengeluaran pembiayaan dalam APBN.
Dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN sebesar negatif
Rp13.622.911.400.966,00 (tiga belas triliun enam ratus dua puluh dua miliar
sembilan ratus sebelas juta empat ratus ribu sembilan ratus enam puluh enam
rupiah) dialokasikan untuk: (i) investasi pemerintah sebesar negatif
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), (ii) penyertaan modal negara
untuk PT Pertamina sebesar negatif Rp9.136.361.945.966,00 (sembilan triliun
seratus tiga puluh enam miliar tiga ratus enam puluh satu juta sembilan ratus
empat puluh lima ribu sembilan ratus enam puluh enam rupiah), (iii) pendirian
lembaga penjaminan infrastruktur (guarantee fund) sebesar negatif
Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), (iv) dana kontinjensi untuk
PT PLN sebesar negatif Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), dan
(v) dana bergulir sebesar negatif Rp1.986.549.455.000,00 (satu triliun
sembilan ratus delapan puluh enam miliar lima ratus empat puluh sembilan
juta empat ratus lima puluh lima ribu rupiah).
2. Pembiayaan Luar Negeri neto sebesar negatif Rp9.448.240.400.000,00
(sembilan triliun empat ratus empat puluh delapan miliar dua ratus empat
puluh juta empat ratus ribu rupiah) terdiri dari:
(dalam rupiah)
a. Penarikan pinjaman luar
negeri bruto 52.160.957.600.000,00
- Pinjaman program 26.440.000.000.000,00
- Pinjaman proyek 25.720.957.000.000,00
b. Pembayaran cicilan pokok
utang luar negeri -61.609.198.000.000,00
Pembiayaan luar negeri mencakup pembiayaan utang luar negeri selain dari
surat berharga negara internasional.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Anggaran pendidikan sebesar Rp207.413.531.763.000,00 (dua ratus tujuh triliun empat
ratus tiga belas miliar lima ratus tiga puluh satu juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu
rupiah), terdiri dari:
(dalam rupiah)
1. Anggaran Pendidikan Melalui
Belanja Pemerintah Pusat 89.550.853.106.000,00
i. Departemen Pendidikan
Nasional 61.525.476.815.000,00
ii. Departernen Agama 23.275.218.223.000,00
iii. Kementerian Negara/
Lembaga lainnya 3.045.158.068.000,00
a. Departemen PU 42.377.950.000,00
b. Departemen
Kebudayaan dan
Pariwisata 67.228.388.000,00
c. Perpustakaan
Nasional 259.951.730.000,00
d. Departemen
Keuangan 64.700.000.000,00
e. Departemen
Pertanian 75.000.000.000,00
f. Departemen
Perindustrian 100.000.000.000,00
g. Departemen ESDM 23.100.000.000,00
h. Departemen
Perhubungan 800.000.000.000,00
i. Departemen
Kesehatan 1.300.000.000.000,00
j. Departemen
Kehutanan 14.900.000.000,00
k. Departemen Kelautan
dan Perikanan 250.000.000.000,00
l. Badan Pertanahan
Nasional 24.500.000.000,00
m. Badan Meteorologi
dan Geofisika 16.000.000.000,00
n. Badan Tenaga Nuklir
Nasional 7.400.000.000,00
iv. Bagian Anggaran 69 1.705.000.000.000,00
2. Anggaran Pendidikan Melalui Transfer
ke daerah 117.862.678.657.000,00
i. DBH Pendidikan 817.941.597.000,00
ii. DAK Pendidikan 9.334.900.000.000,00
iii. DAU Pendidikan 97.982.837.060.000,00
iv. Dana Tambahan DAU 7.490.000.000.000,00
v. Dana Otonomi Khusus Pendidikan 2.237.000.000.000,00
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22
Restrukturisasi tingkat bunga SU-002 dan SU-004 dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa
beban bunga SU-002 dan SU-004 pada tahun 2009 dan selanjutnya didasarkan pada tingkat
bunga hasil restrukturisasi yaitu sebesar 0,1% (nol koma satu persen).
Pasal 23
Ayat (1)
Keadaan darurat tersebut terjadi apabila:
1. Prognosa pertumbuhan ekonomi paling rendah 1% (satu persen) dibawah
asumsi; sedangkan prognosa indikator ekonomi makro lainnya mengalami
deviasi paling rendah sebesar l0% (sepuluh persen) dari asumsinya.
Prognosa tersebut dihitung berdasarkan realisasi indikator ekonomi makro
tahun 2008.
2. Posisi nominal dana pihak ketiga di perbankan nasional menurun secara
drastis.
3. Kenaikan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara yang menyebabkan
tambahan biaya penerbitan SBN secara signifikan tercermin dalam:
a. tidak adanya yield penawaran yang dimenangkan dalam benchmark
pemerintah dalam 2 (dua) kali lelang berturut-turut; dan/atau
b. terjadi kecenderungan peningkatan yield sekurang-kurangnya
sebesar 300 basis points (bps) dalam 1 (satu) bulan;
Keadaan darurat tersebut menyebabkan prognosa penurunan pendapatan negara yang
berasal dari penerimaan perpajakan dan PNBP, dan adanya perkiraan tambahan
beban kewajiban negara yang berasal dari pembayaran pokok dan bunga utang,
subsidi BBM dan listrik, serta belanja lainnya.
Yang dimaksud dengan persetujuan DPR adalah keputusan yang tertuang di dalam
kesimpulan Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah yang dilakukan
dalam waktu satu kali dua puluh empat jam sejak diterimanya usulan Pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penerbitan Surat Berharga Negara dapat dilakukan dengan metode lelang maupun
tanpa lelang (penempatan langsung atau private placement).
Untuk menutup kekurangan kas jangka pendek pada awal tahun anggaran, Pemerintah
dapat melakukan penempatan langsung atau private placement Surat Berharga
Negara pada Bank Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan
atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara
dan badan lainnya.
Ayat (2)
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan
negara dan badan lainnya.
Ayat (3)
Informasi tentang pendapatan dan belanja secara akrual dimaksudkan sebagai tahap
menuju pada penerapan anggata! yang dilengkapi dengan informasi hak dan
kewajiban yang diakui sebagai penambah atau pengurang nilai kekayaan bersih.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Penerapan pendapatan dan belanja secara akrual pada Tahun Anggaran 2009
diterapkan pada satuan kerja berstatus Badan Layanan Umum yang secara sistem
telah mampu melaksanakannya.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan Standar Akuntansi Pemerintahan adatah Standar Akuntansi
Pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Ayat (7)
Laporan keuangan yang diajukan dalam rancangan undang-undang sebagaimana yang
dimaksud pada ayat ini adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah
diperiksa oleh BPK dan telah memuat koreksi/penyesuaian (audited financial
statements) sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara.
Pasal 27
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4920