SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK 
                                                       NOMOR : SE - 36/PJ/2011 
 
                                                                    TENTANG 
 
                                                   KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK 
 
                                                     DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
 
Dalam rangka optimalisasi pencapaian target pencairan piutang pajak tahun 2011 sebagaimana 
ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011, diperlukan pelaksanaan 
penagihan yang terencana, intensif, dan profesional sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, 
dengan prioritas dan strategi tertentu yang didukung oleh manajemen administrasi penagihan yang 
andal. Oleh karena itu, ditetapkan kebijakan penagihan pajak tahun 2011 sebagai berikut:
I.  Target Pencairan Piutang Pajak dan Indikator Kinerja Utama
    A.  Komposisi dan Dasar Penetapan Target Pencairan Piutang Pajak
        1.  Target pencairan piutang pajak 2011 meliputi Piutang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak 
            Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
        2.  Dasar penetapan target pencairan piutang pajak mempertimbangkan estimasi kemampuan 
            membayar Wajib Pajak/Penanggung Pajak, mencakup:
            a.  Estimasi pencairan atas saldo awal piutang pajak dengan memperhitungkan nilai 
                piutang lancar, kurang lancar, diragukan, dan perhatian khusus serta 
                memperhatikan besaran penyisihan piutang berdasarkan Peraturan Menteri 
                Keuangan Nomor PMK-201/PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang 
                Kementerian/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tak Tertagih, dan
            b.  Estimasi pencairan atas ketetapan yang terbit pada tahun berjalan berdasarkan rata-
                rata pencairan piutang pajak yang dibayar di atas 30 hari atau setelah jatuh tempo 
                pembayaran atas ketetapan yang terbit pada tahun berjalan selama tiga tahun 
                terakhir.
    B.  Pencapaian Target Pencairan Piutang Pajak  
        Untuk efektivitas dan efisiensi pencapaian target pencairan, pengukuran dan evaluasi kinerja 
        penagihan, serta menghindari akumulasi beban tugas pada akhir tahun, maka pencapaian target 
        pencairan piutang pajak ditetapkan sebagai berikut:
                




TriwulanAkumulasi Persentase Pencapaian Target
I 25%
II 55%
III 90%
IV 100%

                          
    C.  Indikator Kinerja Utama
        1.  Indikator Kinerja Utama (IKU) terkait penagihan pajak di tingkat Kementerian Keuangan 
            sebagaimana tertuang dalam Kontrak Kinerja tahun 2011 yang ditandatangani oleh 
            Direktur Jenderal Pajak dan Menteri Keuangan adalah IKU Persentase Pencairan Piutang 
            Pajak, yang dihitung dengan formula:
                        Jumlah pencairan piutang pajak 
                        __________________________
                        Jumlah piutang pajak awal tahun
            Formula IKU tersebut terdiri atas komponen sebagai berikut:
            a.  Jumlah pencairan piutang pajak, meliputi seluruh pembayaran dan pengurangan atas 
                SKP/STP terbit sebelum tahun berjalan, yang terdiri dari: 
                *   Pembayaran melalui Surat Setoran Pajak (SSP).
                *   Pembayaran melalui Pemindahbukuan (Pbk).
                *   Pengurangan akibat SK Pembetulan/Pengurangan/Penghapusan Sanksi 
                    Administrasi, dan SK Pengurangan atau Pembatalan SKP yang tidak benar.
                *   Pengurangan akibat SK Keberatan, Putusan Banding dan Peninjauan Kembali.
                *   Pengurangan akibat Keputusan Penghapusan Piutang Pajak.
                *   Pengurangan akibat sebab lain-lain.
            b.  Jumlah piutang pajak awal tahun, yaitu saldo awal sesuai dengan hasil Rekonsiliasi 
                Piutang Pajak Nasional untuk Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Direktorat 
                Jenderal Pajak Tahun Anggaran 2010 setelah dikurangi dengan jumlah piutang yang 
                masuk dalam kategori macet sebagaimana terdapat dalam Laporan Kriteria Kualitas, 
                Umur, dan Penyisihan Piutang Pajak. 
        2.  Kantor Pelayanan Pajak (KPP) menyampaikan laporan capaian IKU tiap triwulan paling 
            lambat tanggal 5 bulan berikut setelah berakhirnya masing-masing triwulan.
        3.  Kantor Wilayah (Kanwil) DJP agar menelaah kembali dan melakukan kompilasi laporan 
            capaian IKU masing-masing KPP di wilayah kerjanya, kemudian mengirimkan kompilasi 
            tersebut ke Subdit Penagihan KPDJP paling lambat tanggal 7 bulan berikut setelah 
            berakhirnya masing-masing triwulan. 

II. Prioritas dan Strategi Penagihan
    A.  Prioritas Tindakan Penagihan 
        Untuk efektivitas pencairan piutang pajak, Kanwil DJP dan KPP memberikan prioritas 
        tindakan penagihan atas kondisi piutang pajak sebagai berikut:
        1.  Piutang pajak yang akan daluwarsa;
        2.  Piutang pajak yang termasuk dalam 100 (seratus) besar Penunggak Pajak pada KPP;
        3.  Piutang pajak dengan nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per 
            Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
        4.  Piutang pajak yang Wajib Pajak/Penanggung Pajaknya memiliki tingkat likuiditas 
            keuangan tinggi (memiliki kemampuan membayar) dan memiliki kemauan untuk melunasi 
            atau piutang pajak memiliki kriteria lancar; 
        5.  Piutang pajak yang Wajib Pajak/Penanggung Pajaknya memiliki kemampuan membayar, 
            namun tidak kooperatif dalam pembayaran utang pajaknya;
        6.  Piutang pajak yang Penanggung Pajaknya termasuk dalam kategori selebriti, public figure, 
            atau tokoh masyarakat;
        7.  Piutang pajak yang Wajib Pajaknya memiliki tanda-tanda kepailitan, dalam proses pailit, 
            atau telah selesai proses kepailitannya.
        8.  Piutang pajak yang Wajib Pajaknya memiliki tanda-tanda akan dilikuidasi/dibubarkan, 
            atau dalam proses likuidasi/pembubaran.
    B.  Strategi Penagihan 
        Dalam rangka pencapaian target pencairan piutang pajak, khususnya terhadap prioritas 
        penagihan, strategi tindakan penagihan yang dilakukan adalah:
        1.  Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
            a.  Penagihan atas piutang yang akan daluwarsa
                1)  KPP melakukan inventarisasi piutang pajak yang ketetapannya akan daluwarsa, 
                    termasuk penelitian atas tindakan penagihan yang telah dilakukan dan kendala 
                    penagihan yang dihadapi. 
                2)  Atas hasil inventarisasi sebagaimana tersebut dalam angka 1), segera dilakukan:
                    a)  penelusuran/pengujian terhadap keberadaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak 
                        dan aset Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
                    b)  tindakan penagihan secara intensif dan optimal.
                3)  Setelah langkah-langkah tersebut di atas dilakukan, apabila Jurusita Pajak tidak 
                    dapat melakukan tindakan penagihan terhadap piutang pajak yang akan daluwarsa 
                    tersebut, maka piutang pajak tersebut dapat diusulkan penghapusan piutang pajak 
                    sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 
            b.  Piutang pajak yang termasuk dalam 100 (seratus) besar Penunggak Pajak pada KPP 
                dan/atau dengan jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per 
                Wajib Pajak/Penanggung Pajak
                1)  KPP melakukan analisis terhadap piutang pajak dari 100 (seratus) Penunggak 
                    Pajak terbesar, dan/atau piutang pajak dengan jumlah lebih dari 
                    Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per Wajib Pajak/Penanggung Pajak, 
                    meliputi analisis terhadap kualitas piutang pajak, tindakan penagihan yang telah 
                    dilakukan, permasalahan yang dihadapi, dan kondisi Wajib Pajak/Penanggung 
                    Pajak. 
                2)  Atas hasil analisis pada angka 1), apabila terdapat permasalahan, KPP dapat 
                    melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Kanwil atasannya.
                3)  Berdasarkan hasil analisis dan atau konsultasi/koordinasi di atas, KPP menetapkan 
                    beberapa alternatif (opsi) tindakan penagihan, dan atas alternatif (opsi) tersebut 
                    ditetapkan prioritas yang dapat segera dilaksanakan. 
            c.  Piutang pajak yang Wajib Pajak/Penanggung Pajaknya memiliki tingkat likuiditas 
                keuangan tinggi (memiliki kemampuan membayar) dan memiliki kemauan untuk 
                melunasi atau piutang pajak memiliki kriteria lancar 
                1)  Tingkat likuiditas keuangan Wajib Pajak/Penanggung Pajak dapat ditentukan 
                    berdasarkan:
                    a)  Perkembangan posisi keuangan dan hasil usaha Wajib Pajak/Penanggung Pajak 
                        selama 3 (tiga) tahun terakhir yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh 
                        Badan/Orang Pribadi.
                    b)  Hasil pengamatan atas kegiatan usaha dan/atau keseharian Wajib 
                        Pajak/Penanggung Pajak.
                    c)  Profil Wajib Pajak, dan/atau
                    d)  informasi lainnya yang diperoleh.
                2)  Mengingat tingginya potensi pencairan piutang pajak, maka KPP tidak menunda 
                    dan segera melaksanakan tindakan penagihan sesuai dengan jangka waktu dan 
                    tahapan penagihan yang telah ditetapkan.
            d.  Terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang memiliki kemampuan membayar namun 
                tidak kooperatif dalam pembayaran utang pajaknya
                1)  KPP memprioritaskan tindakan penyitaan atas harta kekayaan Wajib 
                    Pajak/Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank, dengan terlebih dahulu 
                    melakukan pemblokiran rekening Wajib Pajak/Penanggung Pajak. 
                2)  KPP segera mengupayakan penyitaan atas harta kekayaan milik Wajib 
                    Pajak/Penanggung Pajak lainnya.
                3)  Dalam hal terdapat indikasi Penanggung Pajak sering bepergian ke luar negeri, 
                    maka KPP mengusulkan pencegahan Penanggung Pajak bepergian ke luar negeri.
                4)  Apabila setelah dilakukan tindakan penagihan sebagaimana tersebut di atas utang 
                    Wajib Pajak/Penanggung Pajak belum lunas, maka KPP melakukan pemanggilan 
                    kepada Penanggung Pajak dengan tujuan untuk lebih memastikan itikad baiknya 
                    dalam melunasi utang pajak. 
                5)  Pemanggilan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4), 
                    dijadwalkan secara terencana dan dapat dikonsultasikan terlebih dahulu dengan 
                    kanwil atasannya.
                6)  Dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak menunjukkan itikad baik dalam 
                    melunasi utang pajaknya, maka KPP dapat mengusulkan Penyanderaan.
                7)  Usulan penyanderaan sebagaimana dimaksud pada angka 6) dilakukan selektif 
                    dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, antara lain:
                    a)  Memenuhi persyaratan kualitatif dan kuantitatif sebagaimana diatur dalam 
                        UU PPSP;
                    b)  Status upaya hukum atas ketetapan pajak sudah mempunyai kekuatan hukum 
                        tetap (inkracht);
                    c)  Tindakan penagihan telah dilakukan secara optimal, dan penyanderaan 
                        merupakan upaya penagihan terakhir;
                    d)  Terdapat validitas data mengenai status/legalitas Penanggung Pajak dalam 
                        kedudukannya selaku Penanggung Pajak suatu badan usaha;
                    e)  Data dan dokumen penagihan lengkap dan akurat;
                    f)  Telah dilakukan pengamatan terhadap Penanggung Pajak.
            e.  Penanggung Pajak yang termasuk dalam kategori selebriti, public figure, atau tokoh 
                masyarakat
                1)  KPP melakukan himbauan kepada selebriti, public figure, atau tokoh masyarakat 
                    yang memiliki utang pajak untuk segera melunasi utang pajaknya; 
                2)  KPP melakukan tindakan penagihan secara optimal.
                3)  Dalam hal dilakukan penyitaan atas aset milik Penanggung Pajak yang antara lain 
                    berupa kendaraan, tanah dan/atau bangunan, maka pemberian segel sita 
                    ditempatkan pada beberapa bagian objek sita yang diantaranya dapat terbaca 
                    secara jelas oleh masyarakat sehingga dapat menimbulkan efek jera. 
            f.  Piutang pajak yang Wajib Pajaknya memiliki tanda-tanda kepailitan, dalam proses 
                pailit, atau telah selesai proses kepailitannya
                1)  Dalam hal terdapat tanda-tanda kepailitan, seperti telah terdapat putusan 
                    Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pemberitaan media massa, 
                    atau informasi lainnya, maka tindakan penagihan yang sedang dilaksanakan segera 
                    dimaksimalkan sebelum terdapat putusan pailit, dan dalam hal Surat Paksa belum 
                    diberitahukan, terlebih dahulu dilakukan penagihan seketika dan sekaligus. 
                2)  Dalam hal KPP memperoleh informasi mengenai Wajib Pajak yang telah 
                    dipailitkan dengan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri, maka 
                    informasi tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan:
                    a)  Mengirimkan surat kepada Kurator dengan tembusan Hakim Pengawas yang 
                        menginformasikan:
                        *   Jumlah seluruh piutang pajak dengan melampirkan salinan Surat Paksa;
                        *   Ketentuan yuridis perpajakan yang berlaku antara lain Pasal 21 UU 
                            KUP, dan Pasal 10 ayat (5) UU PPSP;
                        *   Kedudukan negara yang memiliki hak mendahulu kepada Kurator dan 
                            Hakim Pengawas.
                    b)  Menghadiri rapat verifikasi pajak dan/atau pencocokan piutang dengan tujuan 
                        memastikan kembali kepada Kurator dan Hakim Pengawas mengenai besarnya 
                        piutang pajak Wajib Pajak yang dinyatakan pailit. 
                    c)  Melakukan upaya hukum berupa keberatan, kasasi dan/atau peninjauan 
                        kembali, dalam hal KPP mendapat pembagian harta pailit yang tidak sesuai 
                        dengan jumlah piutang pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak. 
                3)  Setelah proses pemberesan harta pailit Wajib Pajak telah selesai namun piutang 
                    pajak Wajib Pajak belum seluruhnya terbayarkan dari harta pailit, maka KPP wajib 
                    melakukan penagihan pajak secara optimal terhadap Penanggung Pajak Wajib 
                    Pajak pailit tersebut. 
                4)  Dalam menindaklanjuti dan menangani proses perkara kepailitan sebagaimana 
                    tersebut dalam angka 1), 2) dan 3), KPP berkoordinasi dengan Kepala Sub Bagian 
                    Bantuan Hukum dan Pelaporan Kanwil atasannya dan melaporkan 
                    perkembangannya kepada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan serta Direktorat 
                    Peraturan Perpajakan II. 
            g.  Piutang pajak yang Wajib Pajaknya memiliki tanda-tanda akan dilikuidasi/dibubarkan, 
                atau dalam proses likuidasi/pembubaran
                1)  Dalam hal terdapat tanda-tanda Wajib Pajak akan dilikuidasi/dibubarkan, seperti 
                    Wajib Pajak tidak lagi melaksanakan kegiatan usaha, terdapat penghentian 
                    hubungan kerja kepada sejumlah besar buruh/karyawan, berita media massa 
                    dan/atau informasi lainnya, maka tindakan penagihan yang sedang dilaksanakan 
                    segera dimaksimalkan sebelum terdapat likuidasi atau pembubaran, dan dalam hal 
                    Surat Paksa belum diberitahukan, terlebih dahulu dilakukan penagihan seketika 
                    dan sekaligus. 
                2)  Dalam hal terdapat informasi mengenai Wajib Pajak yang dilikuidasi/dibubarkan, 
                    maka informasi tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat 
                    kepada Tim likuidasi yang menginformasikan:
                    a)  Jumlah seluruh piutang pajak dengan melampirkan salinan Surat Paksa.
                    b)  Ketentuan yuridis perpajakan yang berlaku antara lain Pasal 21 UU KUP, dan 
                        Pasal 10 ayat (5) UU PPSP.
                3)  Setelah proses likuidasi berakhir dan atas piutang pajak Wajib Pajak belum 
                    seluruhnya terbayarkan dari aset Wajib Pajak likuidasi, maka KPP wajib 
                    melakukan penagihan pajak secara optimal terhadap Penanggung Pajak. 
                4)  Dalam menindaklanjuti dan menangani proses perkara likuidasi/pembubaran 
                    sebagaimana tersebut di atas, KPP berkoordinasi dengan Kepala Sub Bagian 
                    Bantuan Hukum dan Pelaporan Kanwil DJP atasannya dan melaporkan 
                    perkembangannya kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan serta Direktur 
                    Peraturan Perpajakan II. 
        2.  Kantor Wilayah 
            Sesuai tugas dan fungsi Kanwil untuk membimbing, mengawasi, dan mendukung tindakan 
            penagihan yang dilakukan oleh KPP, Kanwil melaksanakan tindakan sebagai berikut:
            a.  Menginstruksikan dan melakukan pengawasan secara intensif kepada KPP untuk 
                melakukan tindakan penagihan secara optimal terhadap piutang pajak yang akan 
                daluwarsa;
            b.  Melakukan pemantauan terhadap proses tindakan penagihan dan pencairan piutang 
                pajak yang termasuk dalam 100 (seratus) besar Penunggak Pajak pada KPP dan/atau 
                dengan jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per Wajib 
                Pajak/Penanggung Pajak dan memberikan pendapat atas permasalahan yang dihadapi 
                oleh KPP; 
            c.  Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tindakan penagihan oleh KPP terhadap 
                piutang pajak yang Wajib Pajak/Penanggung Pajaknya:
                1)  memiliki tingkat likuiditas keuangan tinggi (memiliki kemampuan membayar) atau 
                    piutang pajak memiliki kriteria lancar;
                2)  termasuk dalam kategori selebriti, public figure, atau tokoh masyarakat yang 
                    memiliki utang pajak untuk segera melunasi utang pajaknya;
                3)  memiliki kemampuan membayar namun tidak kooperatif dalam pembayaran utang 
                    pajaknya. Dalam hal KPP bermaksud mengusulkan penyanderaan, maka terlebih 
                    dahulu Kanwil melakukan penelitian atas usulan tersebut, untuk selanjutnya 
                    dilakukan pembahasan tindakan penyanderaan; 
                4)  menunjukkan tanda-tanda kepailitan, dalam proses pailit, atau telah selesai proses 
                    kepailitannya; dan
                5)  menunjukkan tanda-tanda akan dilikuidasi/dibubarkan, atau dalam proses 
                    likuidasi/pembubaran.
            d.  Melaksanakan pengawasan melekat untuk mencegah terjadinya kesalahan prosedur 
                atau penyalahgunaan wewenang dan jabatan dalam pelaksanaan tindakan penagihan;
            e.  Membuat standar kinerja Jurusita Pajak dalam pelaksanaan kegiatan penagihan aktif, 
                yaitu: penetapan jumlah tindakan penagihan minimal yang harus dilaksanakan oleh 
                Jurusita Pajak dalam tahun berjalan,meliputi jumlah: 
                    1)  Pemberitahuan Surat Paksa;
                    2)  Pelaksanaan SPMP;
                    3)  Pelaksanaan pemblokiran dalam rangka penyitaan harta kekayaan Penanggung 
                        Pajak yang tersimpan pada bank;
                    4)  Pelaksanaan lelang;
                    5)  Pelaksanaan pencegahan Penanggung Pajak bepergian ke luar negeri; dan
                    6)  Pelaksanaan penyanderaan.
                Dalam menetapkan standar kinerja tersebut, Kanwil perlu memperhatikan dan 
                mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh seperti kuantitas Jurusita Pajak, 
                karakter Wajib Pajak/Penanggung Pajak, kriteria kualitas piutang pajaknya, dan 
                memperhatikan kondisi geografis setiap KPP di wilayah kerjanya;
            f.  Melakukan pemetaan atas jumlah Jurusita Pajak, jumlah pegawai KPP yang telah lulus 
                pendidikan dan pelatihan (diklat) khusus Jurusita Pajak, dan kebutuhan Jurusita Pajak 
                pada masing-masing KPP. Apabila terdapat KPP yang tidak memiliki Jurusita Pajak 
                atau membutuhkan tambahan Jurusita Pajak, maka Kanwil segera menginstruksikan 
                KPP untuk mengangkat pegawai yang telah lulus diklat Jurusita Pajak menjadi Jurusita 
                Pajak di Seksi Penagihan dan mengusulkan diklat bagi pegawai yang memiliki 
                kualifikasi sebagai Jurusita Pajak. 

III.Tertib Administrasi
    A.  Penataan Berkas Penagihan 
        Sebagai kesinambungan kebijakan penagihan sebelumnya, KPP berkewajiban untuk:
        1.  Menyelesaikan penyediaan tempat/ruangan khusus untuk penyimpanan rumah berkas 
            penagihan. Tempat/ruangan berkas tersebut setidaknya memenuhi standar penyimpanan 
            antara lain terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, serta dilengkapi dengan sistem 
            pengaman seperti kunci lemari dan kunci ruangan. 
        2.  Menyelesaikan pembuatan rumah berkas penagihan per Wajib Pajak, yang masing-masing 
            berisi dokumen asli berupa:
            a.  Seluruh surat ketetapan pajak, termasuk:
                1)  STP, STP PBB;
                2)  Keputusan/Putusan atas upaya hukum, yaitu:
                    a)  Keputusan Keberatan;
                    b)  Keputusan Pembetulan (Pasal 16 UU KUP);
                    c)  Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan 
                        pengurangan dan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar 
                        (Pasal 36 UU KUP);
                    d)  Putusan Banding;
                    e)  Putusan Peninjauan Kembali;
                    f)  Putusan Gugatan;
            b.  Seluruh bukti pembayaran tunggakan pajak dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang 
                antara lain berupa:
                1)  Surat Setoran Pajak (SSP);
                2)  Surat Tanda Terima Setoran (STTS);
                3)  SSP PBB; dan
                4)  print out MPN/hasil konfirmasi bank;
            c.  Bukti Pemindahbukuan (Pbk);
            d.  Berkas/dokumen tindakan penagihan antara lain meliputi:
                1)  Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
                2)  Surat Teguran;
                3)  Surat Paksa;
                4)  Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa;
                5)  Laporan Pelaksanaan Surat Paksa;
                6)  Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
                7)  Berita Acara Pelaksanaan Sita;
                8)  Lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
                9)  Berkas Pemblokiran;
                10) Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak;
                11) Pemberitahuan Penyitaan Piutang;
                12) Pencabutan Sita;
                13) Permintaan Jadwal Waktu dan Tempat Pelelangan;
                14) Berkas Pencegahan;
                15) Berkas Penyanderaan.
            e.  Berkas/dokumen penagihan lainnya;
            f.  Wajib Pajak PBB yang tidak mempunyai NPWP, dibuatkan rumah berkas tersendiri 
                per Nomor Objek Pajak (NOP) dengan perincian berkas sesuaidengan huruf a s.d. e 
                tersebut di atas. 
            Berkas/dokumen yang tersimpan dalam rumah berkas tersebut di atas disusun sesuai 
            dengan tahun pajaknya.
        3.  Melakukan scanning atas:
            a.  setiap kohir dalam bentuk image, kemudian diberi nama yang sama dengan nomor 
                kohirnya, dan disimpan ke dalam CD. Setiap 1 (satu) CD hanya berisi kohir yang 
                terbit pada tanggal dan tahun terbit yang sama;
            b.  setiap keputusan/putusan upaya hukum Wajib Pajak dalam bentuk image, kemudian 
                diberi nama yang sama dengan nomor keputusan/putusan, dan disimpan kedalam 
                CD. Setiap 1 (satu) CD hanya berisi 1 (satu) jenis putusan dari upaya hukum (misal 
                hanya berisi "Keputusan Keberatan" saja atau hanya berisi "Putusan Banding" saja);
            c.  setiap tindakan penagihan dalam bentuk image, kemudian diberi nama yang sama 
                dengan nomor surat tindakan penagihan, dan disimpan ke dalam CD. Setiap 1 
                (satu) CD hanya berisi 1 (satu) jenis tindakan penagihan (misal hanya berisi "Surat 
                Paksa" saja atau hanya berisi "SPMP" saja).
        4.  Menyediakan lemari yang memadai untuk penyimpanan CD yang berisi softcopy hasil 
            scanning kohir, putusan upaya hukum Wajib Pajak, dan dokumen tindakan penagihan 
            sebagaimana tersebut pada angka 3. 
        5.  Menunjuk petugas khusus di Seksi Penagihan sebagai penanggung jawab penyimpanan dan 
            pengawasan arus keluar masuk dokumen/berkas/CD. Nama petugas penanggung jawab 
            tempat/ruangan berkas disampaikan ke Kanwil atasannya, demikian juga apabila terdapat 
            pergantian petugas penanggung jawab tersebut. 
            Apabila KPP mengalami kesulitan dalam pengadaan lemari/tempat berkas, scanner, dan 
            sarana lainnya, maka Kanwil diharapkan membantu pengadaannya, dengan 
            mengalokasikannya melalui anggaran DIPA Kanwil.
    B.  Laporan Rutin Piutang Pajak 
        Dalam upaya menyajikan informasi yang akurat pada setiap penyusunan laporan rutin piutang 
        pajak, KPP dan/atau Kanwil wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
        1.  Kesesuaian saldo antar bulan, kesinambungan, dan ketepatan waktu dalam penyusunan 
            Laporan Perkembangan Piutang Pajak;
        2.  Piutang pajak yang telah dilaporkan sebagai piutang daluwarsa dalam Laporan Kriteria 
            Kualitas, Umur, dan Penyisihan Piutang (L-04.17) sampai dengan Desember 2010 harus 
            ditindaklanjuti segera dengan usulan penghapusan piutang pajak di tahun 2011. Kanwil 
            melakukan pengawasan tindak lanjut tersebut dan segera memproses usulan penghapusan 
            piutang yang diajukan KPP sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-
            15/PJ./2004; 
        3.  Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) mengirimkan data pembayaran piutang 
            pajak dari MPN untuk piutang selain PBB kepada Kepala Seksi Penagihan, dengan kode 
            jenis setoran 3xx. Data MPN tersebut dikirim secara berkala setiap minggu. Apabila data 
            MPN belum diterima dalam waktu sebagaimana tercantum di atas, Kepala Seksi Penagihan 
            dapat bertindak proaktif dan meminta data dimaksud ke Seksi PDI; 
        4.  Kepala Seksi Penagihan setelah menerima data MPN sebagaimana angka 3 (tiga) di atas, 
            secara periodik melakukan rekonsiliasi data MPN tersebut dengan nilai pengurang piutang 
            pajak khususnya yang berasal dari SSP dalam Laporan Perkembangan Piutang Pajak; 
        5.  Kanwil melakukan reviu administrasi piutang pajak atas laporan rutin penagihan pajak yang 
            dilaporkan oleh KPP di lingkungan kerjanya setiap triwulan untuk memudahkan 
            pelaksanaan rekonsiliasi piutang pajak persemester; 
        6.  Kanwil menyampaikan hasil reviu administrasi piutang pajak sebagaimana angka 5 (lima) 
            di atas kepada Subdit Penagihan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada saat 
            pelaksanaan rekonsiliasi piutang pajak per semester dengan mengacu pada format Laporan 
            Reviu Administrasi Piutang Pajak dalam Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan 
            Nomor S-20/PJ.04/2011 tanggal 12 Januari 2011 tentang Reviu Data Piutang Pajak 
            Sebelum Pelaksanaan Rekonsiliasi Piutang Pajak untuk Penyusunan Laporan Keuangan 
            Direktorat Jenderal Pajak Tahun Anggaran 2010 dan S-737/PJ.04/2010 tanggal 02 
            September 2010 tentang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Rekonsiliasi Piutang 
            Pajak Pada Penyusunan Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pajak Semester I Tahun 
            Anggaran 2010 Saldo negatif atas piutang pajak per jenis pajak, per tahun pajak, per umur 
            dan kualitas pajak, dan per KPP harus dipastikan tidak terdapat lagi dalam Laporan Rutin 
            Penagihan baik tingkat KPP maupun Kantor Wilayah. 
    C.  Pemutakhiran Data Piutang dan Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP 
        Dalam proses akurasi dan rekonstruksi data piutang pajak, KPP harus memperhatikan hal-hal 
        sebagai berikut:
        1.  Data Piutang PPh dan PPN
            a.  Melanjutkan proses pemutakhiran data piutang pajak secara berkesinambungan pada 
                aplikasi SIDJP/SIPMOD;
            b.  Kepala KPP memantau dan mengkoordinasikan kerja sama antar seksi dalam 
                kaitannya dengan kebutuhan data dalam rangka terwujudnya proses akurasi piutang 
                PPh dan PPN tersebut.
        2.  Data Piutang PBB 
            Melakukan konfirmasi dan koordinasi dengan Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 
            untuk memastikan seluruh Surat Tanda Terima Setoran (STTS) dari bank tempat 
            pembayaran telah direkam pada program aplikasi SiSMIOP, melakukan sinkronisasi data 
            pembayaran PBB melalui Tempat Pembayaran PBB elektronik, dan mencetak daftar 
            piutang PBB (negative list).
        3.  Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP 
            Dalam rangka tindak lanjut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-36/PJ/2010 
            tentang Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP serta Surat Edaran Direktur 
            Jenderal Pajak Nomor SE-82/PJ/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan PER-36/PJ/2010, 
            maka:
            a.  KPP membentuk tim penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP yang 
                meliputi Seksi Penagihan, Seksi PDI, Seksi Pelayanan, dan Subbag Umum serta 
                menganggarkan biaya terkait pembentukan dan pengeluaran honor tim tersebut dalam 
                DIPA KPP; 
            b.  Kantor Wilayah DJP membuat rencana kerja penyelesaian penerbitan kembali SKPKB, 
                SKPKBT dan/atau STP untuk masing-masing KPP di wilayah kerjanya sesuai surat 
                Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-993/PJ.04/2010 tanggal 6 Desember 
                2010;
            c.  Permasalahan terkait penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP dapat 
                disampaikan dalam forum diskusi pada portal intranet DJP dengan alamat 
                http://portaldjp/Forum%20Diskusi/SKPKB/Pages/default.aspx. 
    D.  Persiapan Pengalihan PBB 
        Persiapan Pengalihan PBB dilakukan dengan sepenuhnya mengacu pada Peraturan Direktur 
        Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2010 tanggal 17 Desember 2010 tentang Tata Cara Persiapan 
        Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah dan 
        aturan pelaksanaannya.
    E.  Prosedur Migrasi Berkas Wajib Pajak Pindah 
        Dalam hal terdapat Wajib Pajak pindah, maka Kanwil/KPP tetap harus memperhatikan 
        prosedur administrasi untuk Wajib Pajak pindah dilakukan sesuai dengan surat Direktur 
        Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-14/PJ.045/2007 tanggal 25 Januari 2007 dan S-
        33/PJ.045/2008 tanggal 2 April 2008.
    F.  Pengawasan Ketetapan Mulai Tahun Pajak 2008 dan Seterusnya 
        Untuk mengantisipasi tidak terpantaunya nilai piutang yang disetujui namun belum dilunasi 
        oleh Wajib Pajak pada saat jatuh tempo dan atau nilai yang tidak disetujui yang belum dilunasi 
        pada saat jatuh tempo pengajuan upaya hukum dan Wajib Pajak/Penanggung Pajak ternyata 
        tidak mengajukan upaya hukum, maka sangat penting dilakukan pengawasan atas hal tersebut.
        1.  KPP setiap bulan wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
            a.  Memantau dan mengawasi nilai yang disetujui oleh Wajib Pajak yang sudah jatuh 
                tempo, namun belum ada pembayaran, untuk segera melakukan tindakan 
                penagihan;
            b.  Memantau dan mengawasi upaya hukum yang tidak dilakukan oleh Wajib Pajak 
                atas nilai yang tidak disetujui dalam hal jangka waktu pengajuan upaya hukum 
                dimaksud sudah berakhir, untuk segera mempersiapkan dan melakukan tindakan 
                penagihan;
            c.  Memantau dan mengawasi upaya hukum yang sedang/telah dilakukan oleh Wajib 
                Pajak atas nilai yang tidak disetujui dalam hal jangka waktu pengajuan upaya 
                hukum dimaksud masih berlaku, untuk tidak/belum melakukan tindakan penagihan.
        2.  Kanwil setiap bulan wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
            a.  Melakukan koordinasi dengan Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding untuk 
                memperoleh data hasil keputusan pengurangan, keputusan keberatan dan putusan 
                banding;
            b.  Sesuai dengan data hasil koordinasi sebagaimana pada huruf a di atas, Kanwil 
                menyampaikannya ke KPP yang bersangkutan untuk ditindaklanjuti; dan
            c.  Mengingatkan secara berkala pada semua KPP di wilayah kerjanya atas piutang-
                piutang tersebut di atas yang tidak terpantau dan/atau sudah jatuh tempo baik jatuh 
                tempo pelunasan maupun jatuh tempo pengajuan upaya hukum untuk segera 
                dilakukan tindakan penagihan.

IV. Evaluasi Kinerja Penagihan 
    Sebagai salah satu bentuk konkret fungsi pengawasan dan koordinasi, Kanwil wajib menyusun 
    evaluasi dan analisis kinerja penagihan seluruh KPP di wilayah kerjanya setiap triwulan, dengan 
    ketentuan sebagai berikut:
    A.  Terdiri dari 4 (empat) pokok bahasan sebagai berikut:
        1.  Evaluasi Tertib Administrasi;
        2.  Evaluasi Realisasi Pencairan Piutang Pajak;
        3.  Evaluasi Kegiatan Penagihan; dan
        4.  Evaluasi Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP.
    B.  Untuk evaluasi realisasi pencairan piutang pajak, kinerja yang akan dievaluasi adalah realisasi 
        pencairan piutang atas ketetapan yang telah jatuh tempo dan sudah diterbitkan Surat Teguran. 
    C.  Untuk evaluasi kegiatan penagihan, agar diberi keterangan atas tindakan penagihan yang telah 
        dilakukan untuk piutang pajak yang sudah berumur 5 (lima) tahun atau lebih.
    D.  Evaluasi tersebut dibuat sesuai dengan format pada lampiran I dan dikirimkan ke Subdit 
        Penagihan KPDJP dalam bentuk softcopy maupun hardcopy setiap tanggal 15 bulan 
        berikutnya setelah berakhir masing-masing triwulan. 
        Dari evaluasi dan analisis kinerja penagihan setiap KPP di bawahnya tersebut, maka Kanwil dapat 
        memantau, memetakan permasalahan, dan memberikan peringatan dan/atau bimbingan penagihan 
        yang tepat, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai alat untuk mendukung terlaksananya 
        tujuan dan kebijakan penagihan secara efektif dan efisien.

V.  Dukungan Penagihan
    A.  Koordinasi dengan Pihak-Pihak Terkait
        1.  Dalam hal terdapat permasalahan hukum terkait dengan pelaksanaan tindakan 
            penagihan, KPP agar segera melakukan koordinasi dengan Kepala Seksi Bimbingan 
            Penagihan dan Kepala Sub Bagian Bantuan Hukum dan Pelaporan di Kantor Wilayah 
            DJP atasannya;
        2.  Dalam hal kebutuhan untuk mendapatkan data dan informasi terkait daftar pengurus, 
            daftar harta, dan informasi lain terkait kemampuan membayar oleh Wajib 
            Pajak/Penanggung Pajak maka segera koordinasikan hal tersebut dengan Seksi 
            Pemeriksaan dan pihak fungsional pemeriksa;
        3.  Dalam hal kebutuhan akan informasi upaya hukum maka perlu dilakukan koordinasi 
            berkelanjutan dengan Seksi Pelayanan di KPP dan Bidang Pengurangan, Keberatan 
            dan Banding di Kanwil atasannya;
        4.  Dalam hal informasi umum maupun informasi lain yang lebih rinci, maka perlu 
            dilakukan koordinasi berkelanjutan dengan Seksi Pelayanan dan pihak Account 
            Representative di Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
        5.  KPP dan Kanwil DJP meningkatkan koordinasi lokal/regional dengan instansi terkait 
            untuk kelancaran kegiatan penagihan berdasarkan prinsip kebersamaan tugas, antara 
            lain dengan berlandaskan Nota Kesepahaman (MoU) antara Direktorat Jenderal Pajak 
            dengan instansi terkait, dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 34 UU KUP.
    B.  Seragam Jurusita Pajak
        1.  Kanwil DJP menginstruksikan kembali kepada KPP di wilayahnya untuk mengadakan 
            seragam Jurusita Pajak tahun 2011 dengan desain sebagaimana terdapat dalam 
            lampiran II;
        2.  KPP mengalokasikan dan merealisasikan anggaran dalam DIPA KPP tahun 2011 
            untuk biaya pengadaan 2 (dua) seragam Jurusita Pajak untuk masing-masing Jurusita 
            Pajaknya.
    C.  Kendaraan Operasional 
        Kepala Kantor Wilayah DJP memantau dan memastikan bahwa setiap KPP di wilayah 
        kerjanya mempunyai paling sedikit satu kendaraan operasional roda dua dan satu kendaraan 
        operasional roda empat atau moda transportasi lain sesuai dengan kebutuhan yang dapat 
        digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penagihan.
    D.  Biaya Penagihan
        1.  KPP mengalokasikan dana untuk mendukung biaya-biaya sehubungan dengan 
            pelaksanaan tindakan penagihan.
        2.  KPP mengalokasikan biaya perjalanan dinas dalam rangka tindakan penagihan, dengan 
            memperhatikan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (5) dan ayat (10) Peraturan Menteri 
            Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri 
            Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tetap.

Direktur Jenderal 
 
ttd. 
 
A. Fuad Rahmany 
NIP 195411111981121001
 
 
Tembusan:
1.  Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
2.  Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
3.  Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumentasi Perpajakan.