SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : SE - 36/PJ/2011
TENTANG
KEBIJAKAN PENAGIHAN PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dalam rangka optimalisasi pencapaian target pencairan piutang pajak tahun 2011 sebagaimana
ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011, diperlukan pelaksanaan
penagihan yang terencana, intensif, dan profesional sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku,
dengan prioritas dan strategi tertentu yang didukung oleh manajemen administrasi penagihan yang
andal. Oleh karena itu, ditetapkan kebijakan penagihan pajak tahun 2011 sebagai berikut:
I. Target Pencairan Piutang Pajak dan Indikator Kinerja Utama
A. Komposisi dan Dasar Penetapan Target Pencairan Piutang Pajak
1. Target pencairan piutang pajak 2011 meliputi Piutang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
2. Dasar penetapan target pencairan piutang pajak mempertimbangkan estimasi kemampuan
membayar Wajib Pajak/Penanggung Pajak, mencakup:
a. Estimasi pencairan atas saldo awal piutang pajak dengan memperhitungkan nilai
piutang lancar, kurang lancar, diragukan, dan perhatian khusus serta
memperhatikan besaran penyisihan piutang berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor PMK-201/PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang
Kementerian/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tak Tertagih, dan
b. Estimasi pencairan atas ketetapan yang terbit pada tahun berjalan berdasarkan rata-
rata pencairan piutang pajak yang dibayar di atas 30 hari atau setelah jatuh tempo
pembayaran atas ketetapan yang terbit pada tahun berjalan selama tiga tahun
terakhir.
B. Pencapaian Target Pencairan Piutang Pajak
Untuk efektivitas dan efisiensi pencapaian target pencairan, pengukuran dan evaluasi kinerja
penagihan, serta menghindari akumulasi beban tugas pada akhir tahun, maka pencapaian target
pencairan piutang pajak ditetapkan sebagai berikut:
Triwulan | Akumulasi Persentase Pencapaian Target |
I | 25% |
II | 55% |
III | 90% |
IV | 100% |
C. Indikator Kinerja Utama
1. Indikator Kinerja Utama (IKU) terkait penagihan pajak di tingkat Kementerian Keuangan
sebagaimana tertuang dalam Kontrak Kinerja tahun 2011 yang ditandatangani oleh
Direktur Jenderal Pajak dan Menteri Keuangan adalah IKU Persentase Pencairan Piutang
Pajak, yang dihitung dengan formula:
Jumlah pencairan piutang pajak
__________________________
Jumlah piutang pajak awal tahun
Formula IKU tersebut terdiri atas komponen sebagai berikut:
a. Jumlah pencairan piutang pajak, meliputi seluruh pembayaran dan pengurangan atas
SKP/STP terbit sebelum tahun berjalan, yang terdiri dari:
* Pembayaran melalui Surat Setoran Pajak (SSP).
* Pembayaran melalui Pemindahbukuan (Pbk).
* Pengurangan akibat SK Pembetulan/Pengurangan/Penghapusan Sanksi
Administrasi, dan SK Pengurangan atau Pembatalan SKP yang tidak benar.
* Pengurangan akibat SK Keberatan, Putusan Banding dan Peninjauan Kembali.
* Pengurangan akibat Keputusan Penghapusan Piutang Pajak.
* Pengurangan akibat sebab lain-lain.
b. Jumlah piutang pajak awal tahun, yaitu saldo awal sesuai dengan hasil Rekonsiliasi
Piutang Pajak Nasional untuk Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Direktorat
Jenderal Pajak Tahun Anggaran 2010 setelah dikurangi dengan jumlah piutang yang
masuk dalam kategori macet sebagaimana terdapat dalam Laporan Kriteria Kualitas,
Umur, dan Penyisihan Piutang Pajak.
2. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) menyampaikan laporan capaian IKU tiap triwulan paling
lambat tanggal 5 bulan berikut setelah berakhirnya masing-masing triwulan.
3. Kantor Wilayah (Kanwil) DJP agar menelaah kembali dan melakukan kompilasi laporan
capaian IKU masing-masing KPP di wilayah kerjanya, kemudian mengirimkan kompilasi
tersebut ke Subdit Penagihan KPDJP paling lambat tanggal 7 bulan berikut setelah
berakhirnya masing-masing triwulan.
II. Prioritas dan Strategi Penagihan
A. Prioritas Tindakan Penagihan
Untuk efektivitas pencairan piutang pajak, Kanwil DJP dan KPP memberikan prioritas
tindakan penagihan atas kondisi piutang pajak sebagai berikut:
1. Piutang pajak yang akan daluwarsa;
2. Piutang pajak yang termasuk dalam 100 (seratus) besar Penunggak Pajak pada KPP;
3. Piutang pajak dengan nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per
Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
4. Piutang pajak yang Wajib Pajak/Penanggung Pajaknya memiliki tingkat likuiditas
keuangan tinggi (memiliki kemampuan membayar) dan memiliki kemauan untuk melunasi
atau piutang pajak memiliki kriteria lancar;
5. Piutang pajak yang Wajib Pajak/Penanggung Pajaknya memiliki kemampuan membayar,
namun tidak kooperatif dalam pembayaran utang pajaknya;
6. Piutang pajak yang Penanggung Pajaknya termasuk dalam kategori selebriti, public figure,
atau tokoh masyarakat;
7. Piutang pajak yang Wajib Pajaknya memiliki tanda-tanda kepailitan, dalam proses pailit,
atau telah selesai proses kepailitannya.
8. Piutang pajak yang Wajib Pajaknya memiliki tanda-tanda akan dilikuidasi/dibubarkan,
atau dalam proses likuidasi/pembubaran.
B. Strategi Penagihan
Dalam rangka pencapaian target pencairan piutang pajak, khususnya terhadap prioritas
penagihan, strategi tindakan penagihan yang dilakukan adalah:
1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
a. Penagihan atas piutang yang akan daluwarsa
1) KPP melakukan inventarisasi piutang pajak yang ketetapannya akan daluwarsa,
termasuk penelitian atas tindakan penagihan yang telah dilakukan dan kendala
penagihan yang dihadapi.
2) Atas hasil inventarisasi sebagaimana tersebut dalam angka 1), segera dilakukan:
a) penelusuran/pengujian terhadap keberadaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak
dan aset Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
b) tindakan penagihan secara intensif dan optimal.
3) Setelah langkah-langkah tersebut di atas dilakukan, apabila Jurusita Pajak tidak
dapat melakukan tindakan penagihan terhadap piutang pajak yang akan daluwarsa
tersebut, maka piutang pajak tersebut dapat diusulkan penghapusan piutang pajak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Piutang pajak yang termasuk dalam 100 (seratus) besar Penunggak Pajak pada KPP
dan/atau dengan jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per
Wajib Pajak/Penanggung Pajak
1) KPP melakukan analisis terhadap piutang pajak dari 100 (seratus) Penunggak
Pajak terbesar, dan/atau piutang pajak dengan jumlah lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per Wajib Pajak/Penanggung Pajak,
meliputi analisis terhadap kualitas piutang pajak, tindakan penagihan yang telah
dilakukan, permasalahan yang dihadapi, dan kondisi Wajib Pajak/Penanggung
Pajak.
2) Atas hasil analisis pada angka 1), apabila terdapat permasalahan, KPP dapat
melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Kanwil atasannya.
3) Berdasarkan hasil analisis dan atau konsultasi/koordinasi di atas, KPP menetapkan
beberapa alternatif (opsi) tindakan penagihan, dan atas alternatif (opsi) tersebut
ditetapkan prioritas yang dapat segera dilaksanakan.
c. Piutang pajak yang Wajib Pajak/Penanggung Pajaknya memiliki tingkat likuiditas
keuangan tinggi (memiliki kemampuan membayar) dan memiliki kemauan untuk
melunasi atau piutang pajak memiliki kriteria lancar
1) Tingkat likuiditas keuangan Wajib Pajak/Penanggung Pajak dapat ditentukan
berdasarkan:
a) Perkembangan posisi keuangan dan hasil usaha Wajib Pajak/Penanggung Pajak
selama 3 (tiga) tahun terakhir yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh
Badan/Orang Pribadi.
b) Hasil pengamatan atas kegiatan usaha dan/atau keseharian Wajib
Pajak/Penanggung Pajak.
c) Profil Wajib Pajak, dan/atau
d) informasi lainnya yang diperoleh.
2) Mengingat tingginya potensi pencairan piutang pajak, maka KPP tidak menunda
dan segera melaksanakan tindakan penagihan sesuai dengan jangka waktu dan
tahapan penagihan yang telah ditetapkan.
d. Terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang memiliki kemampuan membayar namun
tidak kooperatif dalam pembayaran utang pajaknya
1) KPP memprioritaskan tindakan penyitaan atas harta kekayaan Wajib
Pajak/Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank, dengan terlebih dahulu
melakukan pemblokiran rekening Wajib Pajak/Penanggung Pajak.
2) KPP segera mengupayakan penyitaan atas harta kekayaan milik Wajib
Pajak/Penanggung Pajak lainnya.
3) Dalam hal terdapat indikasi Penanggung Pajak sering bepergian ke luar negeri,
maka KPP mengusulkan pencegahan Penanggung Pajak bepergian ke luar negeri.
4) Apabila setelah dilakukan tindakan penagihan sebagaimana tersebut di atas utang
Wajib Pajak/Penanggung Pajak belum lunas, maka KPP melakukan pemanggilan
kepada Penanggung Pajak dengan tujuan untuk lebih memastikan itikad baiknya
dalam melunasi utang pajak.
5) Pemanggilan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4),
dijadwalkan secara terencana dan dapat dikonsultasikan terlebih dahulu dengan
kanwil atasannya.
6) Dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak menunjukkan itikad baik dalam
melunasi utang pajaknya, maka KPP dapat mengusulkan Penyanderaan.
7) Usulan penyanderaan sebagaimana dimaksud pada angka 6) dilakukan selektif
dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, antara lain:
a) Memenuhi persyaratan kualitatif dan kuantitatif sebagaimana diatur dalam
UU PPSP;
b) Status upaya hukum atas ketetapan pajak sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap (inkracht);
c) Tindakan penagihan telah dilakukan secara optimal, dan penyanderaan
merupakan upaya penagihan terakhir;
d) Terdapat validitas data mengenai status/legalitas Penanggung Pajak dalam
kedudukannya selaku Penanggung Pajak suatu badan usaha;
e) Data dan dokumen penagihan lengkap dan akurat;
f) Telah dilakukan pengamatan terhadap Penanggung Pajak.
e. Penanggung Pajak yang termasuk dalam kategori selebriti, public figure, atau tokoh
masyarakat
1) KPP melakukan himbauan kepada selebriti, public figure, atau tokoh masyarakat
yang memiliki utang pajak untuk segera melunasi utang pajaknya;
2) KPP melakukan tindakan penagihan secara optimal.
3) Dalam hal dilakukan penyitaan atas aset milik Penanggung Pajak yang antara lain
berupa kendaraan, tanah dan/atau bangunan, maka pemberian segel sita
ditempatkan pada beberapa bagian objek sita yang diantaranya dapat terbaca
secara jelas oleh masyarakat sehingga dapat menimbulkan efek jera.
f. Piutang pajak yang Wajib Pajaknya memiliki tanda-tanda kepailitan, dalam proses
pailit, atau telah selesai proses kepailitannya
1) Dalam hal terdapat tanda-tanda kepailitan, seperti telah terdapat putusan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pemberitaan media massa,
atau informasi lainnya, maka tindakan penagihan yang sedang dilaksanakan segera
dimaksimalkan sebelum terdapat putusan pailit, dan dalam hal Surat Paksa belum
diberitahukan, terlebih dahulu dilakukan penagihan seketika dan sekaligus.
2) Dalam hal KPP memperoleh informasi mengenai Wajib Pajak yang telah
dipailitkan dengan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri, maka
informasi tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan:
a) Mengirimkan surat kepada Kurator dengan tembusan Hakim Pengawas yang
menginformasikan:
* Jumlah seluruh piutang pajak dengan melampirkan salinan Surat Paksa;
* Ketentuan yuridis perpajakan yang berlaku antara lain Pasal 21 UU
KUP, dan Pasal 10 ayat (5) UU PPSP;
* Kedudukan negara yang memiliki hak mendahulu kepada Kurator dan
Hakim Pengawas.
b) Menghadiri rapat verifikasi pajak dan/atau pencocokan piutang dengan tujuan
memastikan kembali kepada Kurator dan Hakim Pengawas mengenai besarnya
piutang pajak Wajib Pajak yang dinyatakan pailit.
c) Melakukan upaya hukum berupa keberatan, kasasi dan/atau peninjauan
kembali, dalam hal KPP mendapat pembagian harta pailit yang tidak sesuai
dengan jumlah piutang pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak.
3) Setelah proses pemberesan harta pailit Wajib Pajak telah selesai namun piutang
pajak Wajib Pajak belum seluruhnya terbayarkan dari harta pailit, maka KPP wajib
melakukan penagihan pajak secara optimal terhadap Penanggung Pajak Wajib
Pajak pailit tersebut.
4) Dalam menindaklanjuti dan menangani proses perkara kepailitan sebagaimana
tersebut dalam angka 1), 2) dan 3), KPP berkoordinasi dengan Kepala Sub Bagian
Bantuan Hukum dan Pelaporan Kanwil atasannya dan melaporkan
perkembangannya kepada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan serta Direktorat
Peraturan Perpajakan II.
g. Piutang pajak yang Wajib Pajaknya memiliki tanda-tanda akan dilikuidasi/dibubarkan,
atau dalam proses likuidasi/pembubaran
1) Dalam hal terdapat tanda-tanda Wajib Pajak akan dilikuidasi/dibubarkan, seperti
Wajib Pajak tidak lagi melaksanakan kegiatan usaha, terdapat penghentian
hubungan kerja kepada sejumlah besar buruh/karyawan, berita media massa
dan/atau informasi lainnya, maka tindakan penagihan yang sedang dilaksanakan
segera dimaksimalkan sebelum terdapat likuidasi atau pembubaran, dan dalam hal
Surat Paksa belum diberitahukan, terlebih dahulu dilakukan penagihan seketika
dan sekaligus.
2) Dalam hal terdapat informasi mengenai Wajib Pajak yang dilikuidasi/dibubarkan,
maka informasi tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat
kepada Tim likuidasi yang menginformasikan:
a) Jumlah seluruh piutang pajak dengan melampirkan salinan Surat Paksa.
b) Ketentuan yuridis perpajakan yang berlaku antara lain Pasal 21 UU KUP, dan
Pasal 10 ayat (5) UU PPSP.
3) Setelah proses likuidasi berakhir dan atas piutang pajak Wajib Pajak belum
seluruhnya terbayarkan dari aset Wajib Pajak likuidasi, maka KPP wajib
melakukan penagihan pajak secara optimal terhadap Penanggung Pajak.
4) Dalam menindaklanjuti dan menangani proses perkara likuidasi/pembubaran
sebagaimana tersebut di atas, KPP berkoordinasi dengan Kepala Sub Bagian
Bantuan Hukum dan Pelaporan Kanwil DJP atasannya dan melaporkan
perkembangannya kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan serta Direktur
Peraturan Perpajakan II.
2. Kantor Wilayah
Sesuai tugas dan fungsi Kanwil untuk membimbing, mengawasi, dan mendukung tindakan
penagihan yang dilakukan oleh KPP, Kanwil melaksanakan tindakan sebagai berikut:
a. Menginstruksikan dan melakukan pengawasan secara intensif kepada KPP untuk
melakukan tindakan penagihan secara optimal terhadap piutang pajak yang akan
daluwarsa;
b. Melakukan pemantauan terhadap proses tindakan penagihan dan pencairan piutang
pajak yang termasuk dalam 100 (seratus) besar Penunggak Pajak pada KPP dan/atau
dengan jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per Wajib
Pajak/Penanggung Pajak dan memberikan pendapat atas permasalahan yang dihadapi
oleh KPP;
c. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tindakan penagihan oleh KPP terhadap
piutang pajak yang Wajib Pajak/Penanggung Pajaknya:
1) memiliki tingkat likuiditas keuangan tinggi (memiliki kemampuan membayar) atau
piutang pajak memiliki kriteria lancar;
2) termasuk dalam kategori selebriti, public figure, atau tokoh masyarakat yang
memiliki utang pajak untuk segera melunasi utang pajaknya;
3) memiliki kemampuan membayar namun tidak kooperatif dalam pembayaran utang
pajaknya. Dalam hal KPP bermaksud mengusulkan penyanderaan, maka terlebih
dahulu Kanwil melakukan penelitian atas usulan tersebut, untuk selanjutnya
dilakukan pembahasan tindakan penyanderaan;
4) menunjukkan tanda-tanda kepailitan, dalam proses pailit, atau telah selesai proses
kepailitannya; dan
5) menunjukkan tanda-tanda akan dilikuidasi/dibubarkan, atau dalam proses
likuidasi/pembubaran.
d. Melaksanakan pengawasan melekat untuk mencegah terjadinya kesalahan prosedur
atau penyalahgunaan wewenang dan jabatan dalam pelaksanaan tindakan penagihan;
e. Membuat standar kinerja Jurusita Pajak dalam pelaksanaan kegiatan penagihan aktif,
yaitu: penetapan jumlah tindakan penagihan minimal yang harus dilaksanakan oleh
Jurusita Pajak dalam tahun berjalan,meliputi jumlah:
1) Pemberitahuan Surat Paksa;
2) Pelaksanaan SPMP;
3) Pelaksanaan pemblokiran dalam rangka penyitaan harta kekayaan Penanggung
Pajak yang tersimpan pada bank;
4) Pelaksanaan lelang;
5) Pelaksanaan pencegahan Penanggung Pajak bepergian ke luar negeri; dan
6) Pelaksanaan penyanderaan.
Dalam menetapkan standar kinerja tersebut, Kanwil perlu memperhatikan dan
mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh seperti kuantitas Jurusita Pajak,
karakter Wajib Pajak/Penanggung Pajak, kriteria kualitas piutang pajaknya, dan
memperhatikan kondisi geografis setiap KPP di wilayah kerjanya;
f. Melakukan pemetaan atas jumlah Jurusita Pajak, jumlah pegawai KPP yang telah lulus
pendidikan dan pelatihan (diklat) khusus Jurusita Pajak, dan kebutuhan Jurusita Pajak
pada masing-masing KPP. Apabila terdapat KPP yang tidak memiliki Jurusita Pajak
atau membutuhkan tambahan Jurusita Pajak, maka Kanwil segera menginstruksikan
KPP untuk mengangkat pegawai yang telah lulus diklat Jurusita Pajak menjadi Jurusita
Pajak di Seksi Penagihan dan mengusulkan diklat bagi pegawai yang memiliki
kualifikasi sebagai Jurusita Pajak.
III.Tertib Administrasi
A. Penataan Berkas Penagihan
Sebagai kesinambungan kebijakan penagihan sebelumnya, KPP berkewajiban untuk:
1. Menyelesaikan penyediaan tempat/ruangan khusus untuk penyimpanan rumah berkas
penagihan. Tempat/ruangan berkas tersebut setidaknya memenuhi standar penyimpanan
antara lain terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, serta dilengkapi dengan sistem
pengaman seperti kunci lemari dan kunci ruangan.
2. Menyelesaikan pembuatan rumah berkas penagihan per Wajib Pajak, yang masing-masing
berisi dokumen asli berupa:
a. Seluruh surat ketetapan pajak, termasuk:
1) STP, STP PBB;
2) Keputusan/Putusan atas upaya hukum, yaitu:
a) Keputusan Keberatan;
b) Keputusan Pembetulan (Pasal 16 UU KUP);
c) Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan
pengurangan dan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar
(Pasal 36 UU KUP);
d) Putusan Banding;
e) Putusan Peninjauan Kembali;
f) Putusan Gugatan;
b. Seluruh bukti pembayaran tunggakan pajak dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang
antara lain berupa:
1) Surat Setoran Pajak (SSP);
2) Surat Tanda Terima Setoran (STTS);
3) SSP PBB; dan
4) print out MPN/hasil konfirmasi bank;
c. Bukti Pemindahbukuan (Pbk);
d. Berkas/dokumen tindakan penagihan antara lain meliputi:
1) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
2) Surat Teguran;
3) Surat Paksa;
4) Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa;
5) Laporan Pelaksanaan Surat Paksa;
6) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
7) Berita Acara Pelaksanaan Sita;
8) Lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
9) Berkas Pemblokiran;
10) Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak;
11) Pemberitahuan Penyitaan Piutang;
12) Pencabutan Sita;
13) Permintaan Jadwal Waktu dan Tempat Pelelangan;
14) Berkas Pencegahan;
15) Berkas Penyanderaan.
e. Berkas/dokumen penagihan lainnya;
f. Wajib Pajak PBB yang tidak mempunyai NPWP, dibuatkan rumah berkas tersendiri
per Nomor Objek Pajak (NOP) dengan perincian berkas sesuaidengan huruf a s.d. e
tersebut di atas.
Berkas/dokumen yang tersimpan dalam rumah berkas tersebut di atas disusun sesuai
dengan tahun pajaknya.
3. Melakukan scanning atas:
a. setiap kohir dalam bentuk image, kemudian diberi nama yang sama dengan nomor
kohirnya, dan disimpan ke dalam CD. Setiap 1 (satu) CD hanya berisi kohir yang
terbit pada tanggal dan tahun terbit yang sama;
b. setiap keputusan/putusan upaya hukum Wajib Pajak dalam bentuk image, kemudian
diberi nama yang sama dengan nomor keputusan/putusan, dan disimpan kedalam
CD. Setiap 1 (satu) CD hanya berisi 1 (satu) jenis putusan dari upaya hukum (misal
hanya berisi "Keputusan Keberatan" saja atau hanya berisi "Putusan Banding" saja);
c. setiap tindakan penagihan dalam bentuk image, kemudian diberi nama yang sama
dengan nomor surat tindakan penagihan, dan disimpan ke dalam CD. Setiap 1
(satu) CD hanya berisi 1 (satu) jenis tindakan penagihan (misal hanya berisi "Surat
Paksa" saja atau hanya berisi "SPMP" saja).
4. Menyediakan lemari yang memadai untuk penyimpanan CD yang berisi softcopy hasil
scanning kohir, putusan upaya hukum Wajib Pajak, dan dokumen tindakan penagihan
sebagaimana tersebut pada angka 3.
5. Menunjuk petugas khusus di Seksi Penagihan sebagai penanggung jawab penyimpanan dan
pengawasan arus keluar masuk dokumen/berkas/CD. Nama petugas penanggung jawab
tempat/ruangan berkas disampaikan ke Kanwil atasannya, demikian juga apabila terdapat
pergantian petugas penanggung jawab tersebut.
Apabila KPP mengalami kesulitan dalam pengadaan lemari/tempat berkas, scanner, dan
sarana lainnya, maka Kanwil diharapkan membantu pengadaannya, dengan
mengalokasikannya melalui anggaran DIPA Kanwil.
B. Laporan Rutin Piutang Pajak
Dalam upaya menyajikan informasi yang akurat pada setiap penyusunan laporan rutin piutang
pajak, KPP dan/atau Kanwil wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kesesuaian saldo antar bulan, kesinambungan, dan ketepatan waktu dalam penyusunan
Laporan Perkembangan Piutang Pajak;
2. Piutang pajak yang telah dilaporkan sebagai piutang daluwarsa dalam Laporan Kriteria
Kualitas, Umur, dan Penyisihan Piutang (L-04.17) sampai dengan Desember 2010 harus
ditindaklanjuti segera dengan usulan penghapusan piutang pajak di tahun 2011. Kanwil
melakukan pengawasan tindak lanjut tersebut dan segera memproses usulan penghapusan
piutang yang diajukan KPP sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-
15/PJ./2004;
3. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) mengirimkan data pembayaran piutang
pajak dari MPN untuk piutang selain PBB kepada Kepala Seksi Penagihan, dengan kode
jenis setoran 3xx. Data MPN tersebut dikirim secara berkala setiap minggu. Apabila data
MPN belum diterima dalam waktu sebagaimana tercantum di atas, Kepala Seksi Penagihan
dapat bertindak proaktif dan meminta data dimaksud ke Seksi PDI;
4. Kepala Seksi Penagihan setelah menerima data MPN sebagaimana angka 3 (tiga) di atas,
secara periodik melakukan rekonsiliasi data MPN tersebut dengan nilai pengurang piutang
pajak khususnya yang berasal dari SSP dalam Laporan Perkembangan Piutang Pajak;
5. Kanwil melakukan reviu administrasi piutang pajak atas laporan rutin penagihan pajak yang
dilaporkan oleh KPP di lingkungan kerjanya setiap triwulan untuk memudahkan
pelaksanaan rekonsiliasi piutang pajak persemester;
6. Kanwil menyampaikan hasil reviu administrasi piutang pajak sebagaimana angka 5 (lima)
di atas kepada Subdit Penagihan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada saat
pelaksanaan rekonsiliasi piutang pajak per semester dengan mengacu pada format Laporan
Reviu Administrasi Piutang Pajak dalam Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
Nomor S-20/PJ.04/2011 tanggal 12 Januari 2011 tentang Reviu Data Piutang Pajak
Sebelum Pelaksanaan Rekonsiliasi Piutang Pajak untuk Penyusunan Laporan Keuangan
Direktorat Jenderal Pajak Tahun Anggaran 2010 dan S-737/PJ.04/2010 tanggal 02
September 2010 tentang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Rekonsiliasi Piutang
Pajak Pada Penyusunan Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pajak Semester I Tahun
Anggaran 2010 Saldo negatif atas piutang pajak per jenis pajak, per tahun pajak, per umur
dan kualitas pajak, dan per KPP harus dipastikan tidak terdapat lagi dalam Laporan Rutin
Penagihan baik tingkat KPP maupun Kantor Wilayah.
C. Pemutakhiran Data Piutang dan Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP
Dalam proses akurasi dan rekonstruksi data piutang pajak, KPP harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Data Piutang PPh dan PPN
a. Melanjutkan proses pemutakhiran data piutang pajak secara berkesinambungan pada
aplikasi SIDJP/SIPMOD;
b. Kepala KPP memantau dan mengkoordinasikan kerja sama antar seksi dalam
kaitannya dengan kebutuhan data dalam rangka terwujudnya proses akurasi piutang
PPh dan PPN tersebut.
2. Data Piutang PBB
Melakukan konfirmasi dan koordinasi dengan Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
untuk memastikan seluruh Surat Tanda Terima Setoran (STTS) dari bank tempat
pembayaran telah direkam pada program aplikasi SiSMIOP, melakukan sinkronisasi data
pembayaran PBB melalui Tempat Pembayaran PBB elektronik, dan mencetak daftar
piutang PBB (negative list).
3. Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP
Dalam rangka tindak lanjut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-36/PJ/2010
tentang Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP serta Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-82/PJ/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan PER-36/PJ/2010,
maka:
a. KPP membentuk tim penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP yang
meliputi Seksi Penagihan, Seksi PDI, Seksi Pelayanan, dan Subbag Umum serta
menganggarkan biaya terkait pembentukan dan pengeluaran honor tim tersebut dalam
DIPA KPP;
b. Kantor Wilayah DJP membuat rencana kerja penyelesaian penerbitan kembali SKPKB,
SKPKBT dan/atau STP untuk masing-masing KPP di wilayah kerjanya sesuai surat
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-993/PJ.04/2010 tanggal 6 Desember
2010;
c. Permasalahan terkait penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP dapat
disampaikan dalam forum diskusi pada portal intranet DJP dengan alamat
http://portaldjp/Forum%20Diskusi/SKPKB/Pages/default.aspx.
D. Persiapan Pengalihan PBB
Persiapan Pengalihan PBB dilakukan dengan sepenuhnya mengacu pada Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2010 tanggal 17 Desember 2010 tentang Tata Cara Persiapan
Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah dan
aturan pelaksanaannya.
E. Prosedur Migrasi Berkas Wajib Pajak Pindah
Dalam hal terdapat Wajib Pajak pindah, maka Kanwil/KPP tetap harus memperhatikan
prosedur administrasi untuk Wajib Pajak pindah dilakukan sesuai dengan surat Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-14/PJ.045/2007 tanggal 25 Januari 2007 dan S-
33/PJ.045/2008 tanggal 2 April 2008.
F. Pengawasan Ketetapan Mulai Tahun Pajak 2008 dan Seterusnya
Untuk mengantisipasi tidak terpantaunya nilai piutang yang disetujui namun belum dilunasi
oleh Wajib Pajak pada saat jatuh tempo dan atau nilai yang tidak disetujui yang belum dilunasi
pada saat jatuh tempo pengajuan upaya hukum dan Wajib Pajak/Penanggung Pajak ternyata
tidak mengajukan upaya hukum, maka sangat penting dilakukan pengawasan atas hal tersebut.
1. KPP setiap bulan wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Memantau dan mengawasi nilai yang disetujui oleh Wajib Pajak yang sudah jatuh
tempo, namun belum ada pembayaran, untuk segera melakukan tindakan
penagihan;
b. Memantau dan mengawasi upaya hukum yang tidak dilakukan oleh Wajib Pajak
atas nilai yang tidak disetujui dalam hal jangka waktu pengajuan upaya hukum
dimaksud sudah berakhir, untuk segera mempersiapkan dan melakukan tindakan
penagihan;
c. Memantau dan mengawasi upaya hukum yang sedang/telah dilakukan oleh Wajib
Pajak atas nilai yang tidak disetujui dalam hal jangka waktu pengajuan upaya
hukum dimaksud masih berlaku, untuk tidak/belum melakukan tindakan penagihan.
2. Kanwil setiap bulan wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Melakukan koordinasi dengan Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding untuk
memperoleh data hasil keputusan pengurangan, keputusan keberatan dan putusan
banding;
b. Sesuai dengan data hasil koordinasi sebagaimana pada huruf a di atas, Kanwil
menyampaikannya ke KPP yang bersangkutan untuk ditindaklanjuti; dan
c. Mengingatkan secara berkala pada semua KPP di wilayah kerjanya atas piutang-
piutang tersebut di atas yang tidak terpantau dan/atau sudah jatuh tempo baik jatuh
tempo pelunasan maupun jatuh tempo pengajuan upaya hukum untuk segera
dilakukan tindakan penagihan.
IV. Evaluasi Kinerja Penagihan
Sebagai salah satu bentuk konkret fungsi pengawasan dan koordinasi, Kanwil wajib menyusun
evaluasi dan analisis kinerja penagihan seluruh KPP di wilayah kerjanya setiap triwulan, dengan
ketentuan sebagai berikut:
A. Terdiri dari 4 (empat) pokok bahasan sebagai berikut:
1. Evaluasi Tertib Administrasi;
2. Evaluasi Realisasi Pencairan Piutang Pajak;
3. Evaluasi Kegiatan Penagihan; dan
4. Evaluasi Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP.
B. Untuk evaluasi realisasi pencairan piutang pajak, kinerja yang akan dievaluasi adalah realisasi
pencairan piutang atas ketetapan yang telah jatuh tempo dan sudah diterbitkan Surat Teguran.
C. Untuk evaluasi kegiatan penagihan, agar diberi keterangan atas tindakan penagihan yang telah
dilakukan untuk piutang pajak yang sudah berumur 5 (lima) tahun atau lebih.
D. Evaluasi tersebut dibuat sesuai dengan format pada lampiran I dan dikirimkan ke Subdit
Penagihan KPDJP dalam bentuk softcopy maupun hardcopy setiap tanggal 15 bulan
berikutnya setelah berakhir masing-masing triwulan.
Dari evaluasi dan analisis kinerja penagihan setiap KPP di bawahnya tersebut, maka Kanwil dapat
memantau, memetakan permasalahan, dan memberikan peringatan dan/atau bimbingan penagihan
yang tepat, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai alat untuk mendukung terlaksananya
tujuan dan kebijakan penagihan secara efektif dan efisien.
V. Dukungan Penagihan
A. Koordinasi dengan Pihak-Pihak Terkait
1. Dalam hal terdapat permasalahan hukum terkait dengan pelaksanaan tindakan
penagihan, KPP agar segera melakukan koordinasi dengan Kepala Seksi Bimbingan
Penagihan dan Kepala Sub Bagian Bantuan Hukum dan Pelaporan di Kantor Wilayah
DJP atasannya;
2. Dalam hal kebutuhan untuk mendapatkan data dan informasi terkait daftar pengurus,
daftar harta, dan informasi lain terkait kemampuan membayar oleh Wajib
Pajak/Penanggung Pajak maka segera koordinasikan hal tersebut dengan Seksi
Pemeriksaan dan pihak fungsional pemeriksa;
3. Dalam hal kebutuhan akan informasi upaya hukum maka perlu dilakukan koordinasi
berkelanjutan dengan Seksi Pelayanan di KPP dan Bidang Pengurangan, Keberatan
dan Banding di Kanwil atasannya;
4. Dalam hal informasi umum maupun informasi lain yang lebih rinci, maka perlu
dilakukan koordinasi berkelanjutan dengan Seksi Pelayanan dan pihak Account
Representative di Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
5. KPP dan Kanwil DJP meningkatkan koordinasi lokal/regional dengan instansi terkait
untuk kelancaran kegiatan penagihan berdasarkan prinsip kebersamaan tugas, antara
lain dengan berlandaskan Nota Kesepahaman (MoU) antara Direktorat Jenderal Pajak
dengan instansi terkait, dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 34 UU KUP.
B. Seragam Jurusita Pajak
1. Kanwil DJP menginstruksikan kembali kepada KPP di wilayahnya untuk mengadakan
seragam Jurusita Pajak tahun 2011 dengan desain sebagaimana terdapat dalam
lampiran II;
2. KPP mengalokasikan dan merealisasikan anggaran dalam DIPA KPP tahun 2011
untuk biaya pengadaan 2 (dua) seragam Jurusita Pajak untuk masing-masing Jurusita
Pajaknya.
C. Kendaraan Operasional
Kepala Kantor Wilayah DJP memantau dan memastikan bahwa setiap KPP di wilayah
kerjanya mempunyai paling sedikit satu kendaraan operasional roda dua dan satu kendaraan
operasional roda empat atau moda transportasi lain sesuai dengan kebutuhan yang dapat
digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penagihan.
D. Biaya Penagihan
1. KPP mengalokasikan dana untuk mendukung biaya-biaya sehubungan dengan
pelaksanaan tindakan penagihan.
2. KPP mengalokasikan biaya perjalanan dinas dalam rangka tindakan penagihan, dengan
memperhatikan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (5) dan ayat (10) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri
Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tetap.
Direktur Jenderal
ttd.
A. Fuad Rahmany
NIP 195411111981121001
Tembusan:
1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumentasi Perpajakan.