KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
SURAT EDARAN
NOMOR SE-29/PJ/2021
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Yth.
1.
Pejabat Eselon II di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak;
2.
Kepala Kantor Wilayah;
3.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
A.
Umum
Dalam rangka mengamankan penerimaan negara dari sektor perpajakan, penyidikan Tindak Pidana yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dituntut untuk selalu berjalan efektif dan berkeadilan. Penyidikan harus mampu memulihkan kerugian pada pendapatan negara, memberikan efek jera bagi pelaku, dan menimbulkan efek gentar yang dapat mencegah terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan. Oleh karena itu, penyidikan Tindak Pidana yang menjadi kewenangan DJP perlu diarahkan untuk memulihkan kerugian pada pendapatan negara melalui penyitaan harta kekayaan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, DJP diberikan kewenangan melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagai tindak pidana asal ditindaklanjuti denqan penyidikan tindak pidana pencucian uang dalam hal ditemukan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang. Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak yang optimal terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Sebelumnya, petunjuk pelaksanaan penyidikan tindak pidana di lingkungan DJP diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-06/PJ/2014** tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-32/PJ/2017** tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang Ditindaklanjuti dengan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang. Adanya dinamika hukum, dinamika sosial, serta perkembangan teknologi informasi mendorong DJP untuk terus berupaya membenahi sistem dan peraturan terkait proses bisnis penyidikan yang menjadi kewenangan DJP Pasca terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-Xll/2014 dan Nomor 130/PUU-Xlll/2015, perlu melakukan penyesuaian dalam pelaksanaan penyidikan, khususnya dalam hal penetapan tersangka dan pemberitahuan dimulainya penyidikan.
Selain itu, DJP juga diberikan kewenangan untuk melakukan Penyidikan tindak pidana di bidang Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor **9 TAHUN 2017** tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor **1 TAHUN 2017** tentang Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang.
Dengan demikian, perlu menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
B.
Maksud dan Tujuan
1.
Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bermaksud untuk memberikan pedoman dalam pelaksanaan penyidikan Tindak Pidana yang menjadi kewenangan DJP.
2.
Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan keseragaman prosedur dalam pelaksanaan penyidikan Tindak Pidana yang menjadi kewenangan DJP.
C.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
1.
Pengertian Umum;
2.
Ketentuan Umum;
3.
Ketentuan Pelaksanaan Penyidikan;
4.
Prosedur Pelaksanaan Penyidikan;
5.
Formulir Pelaksanaan Penyidikan.
D.
Dasar
1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2.
Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja;
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;
4.
Undang-Undang Nomor **9 TAHUN 2017** tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor **1 TAHUN 2017** tentang Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang;
5.
Peraturan Pemerintah Nomor **74 TAHUN 2011** tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor **9 TAHUN 2021** tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha;
6.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor **239/PMK.03/2014** tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **18/PMK.03/2021** tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
7.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor **55/PMK.03/2016** tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **18/PMK.03/2021** tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
8.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-36/PJ/2017** tentang Pedoman Forensik Digital Untuk Kepentingan Perpajakan.
E.
Materi
1.
Pengertian Umum
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
a.
Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut KUHAP adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
b.
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja.
c.
Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang selanjutnya disebut Undang-Undang TPPU adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
d.
Undang-Undang Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang AIK adalah Undang-Undang Nomor **9 TAHUN 2017** tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses lnformasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
e.
Tindak Pidana adalah perbuatan yang diancam sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, di bidang Tindak Pidana Pencucian Uang, dan di bidang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
f.
Peristiwa Pidana adalah peristiwa yang mengandung Tindak Pidana.
g.
Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang TPPU.
h.
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan Tindak Pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
i.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang Tindak Pidana yang terjadi serta menemukan tersangkanya
j.
Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
k.
Personel Pengendali Korporasi adalah setiap orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu kebijakan Korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan Korporasi tersebut tanpa harus mendapat otorisasi dari atasannya.
l.
Pihak Pelapor adalah setiap orang yang menurut Undang-Undang TPPU wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
m.
Unit Pelaksana Penegakan Hukum Pidana yang selanjutnya disebut UP Gakum adalah unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai wewenang melaksanakan tugas dan fungsi penegakan hukum pidana yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Pajak yaitu Direktorat Penegakan Hukum dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
n.
Kepala UP Gakum adalah Direktur Penegakan Hukum atau Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak, termasuk pejabat berstatus Penyidik yang ditunjuk sebagai pelaksana harian atau pelaksana tugas untuk mengampu kegiatan penegakan hukum pidana berdasarkan aturan kepegawaian dalam hal Direktur Penegakan Hukum atau Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak tidak berstatus sebagai Penyidik.
o.
Bahan Bukti adalah benda berupa buku termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau menggunakan aplikasi daring, catatan, dokumen, keterangan, dan/atau benda lainnya yang menjadi dasar, sarana dan/atau hasil pembukuan, pencatatan, atau pembuatan dokumen termasuk dokumen perpajakan yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan usaha atau pekerjaan Wajib Pajak atau orang lain yang diduga melakukan Tindak Pidana.
p.
Barang Bukti adalah benda yang seluruh atau sebagian, secara langsung maupun tidak langsung digunakan, dipersiapkan atau dibuat khusus untuk melakukan Tindak Pidana atau menjadi sasaran Tindak Pidana atau merupakan hasil dari perbuatan Tindak Pidana atau untuk menghalang-halangi Penyidikan dan/atau yang mempunyai hubungan dengan Tindak Pidana yang terjadi, yang disita oleh Penyidik untuk digunakan sebagai bahan pembuktian dalam Penyidikan, penuntutan, dan peradilan Tindak Pidana.
q.
Laporan Kejadian adalah laporan tertulis tentang adanya dugaan peristiwa pidana yang terdapat bukti permulaan sebagai dasar dilakukan Penyidikan
r.
Surat Perintah Penyidikan yang selanjutnya disebut Sprindik adalah surat yang memerintahkan Penyidik untuk melaksanakan penyidikan Tindak Pidana.
s.
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang selanjutnya disebut SPDP adalah pemberitahuan tentang dimulainya penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik kepada Penuntut Umum, Wajib Pajak, atau Tersangka.
t.
Rencana Penyidikan adalah kerangka kerja yang wajib dibuat oleh Penyidik dan disampaikan kepada Kepala UP Gakum.
u.
Laporan Kemajuan Penyidikan yang selanjutnya disebut Lapju adalah dokumen yang wajib dibuat dan disampaikan oleh Penyidik dalam penanganan penyidikan sebagai sarana penyampaian perkembangan perkara dan usul kegiatan Penyidikan kepada Kepala UP Gakum.
v.
Gelar Perkara adalah kegiatan penelaahan berupa penyampaian penjelasan tentang proses Penyidikan oleh Penyidik kepada tim penelaah dan dilanjutkan diskusi kelompok untuk mendapatkan tanggapan, masukan, dan/atau koreksi guna menghasilkan rekomendasi untuk menentukan tindak lanjut proses Penyidikan.
w.
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan Penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara Tindak Pidana.
x.
Tersangka adalah setiap orang perseorangan atau Korporasi yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti yang sah didukung Barang Bukti, patut diduga sebagai pelaku Tindak Pidana.
y.
Ahli adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus yang dapat memberikan keterangan tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
z.
Penangkapan adalah suatu tindakan Penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan Tersangka apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan Penyidikan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
aa.
Penahanan adalah penempatan Tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang
bb.
Pencegahan adalah larangan bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
cc.
Penggeledahan Rumah adalah tindakan Penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
dd.
Penggeledahan Badan adalah tindakan Penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan/atau pakaian Tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita.
ee.
Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan, dan keidentikan Tersangka, Saksi Ahli, dan/atau Barang Bukti maupun tentang unsur-unsur Tindak Pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam Tindak Pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.
ff.
Pemberkasan adalah kegiatan untuk memberkaskan isi berkas perkara dengan syarat-syarat yang ditentukan mengenai susunan, penghimpunan, pengikatan, penyegelan, dan penomoran.
gg.
Harta Kekayaan adalah segala benda yang berwujud maupun yang tidak berwujud, benda bergerak dan benda tidak bergerak, yang memiliki nilai ekonomis dan berdampak terhadap pemulihan kerugian pada pendapatan negara.
hh.
Forensik Digital adalah teknik atau cara menangani data elektronik mulai dari kegiatan perolehan, pengolahan, analisis, dan pelaporan serta penyimpanan data elektronik sehingga informasi yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
2.
Ketentuan Umum
a.
Penanganan Tindak Pidana yang menjadi kewenangan DJP terdiri dari penanganan tindak pidana di bidang perpajakan, Tindak Pidana Pencucian Uang, serta tindak pidana akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
b.
Dalam melaksanakan Penyidikan Tindak Pidana, selain berlandaskan ketentuan yang diatur dalam KUHAP, Undang-Undang KUP, Undang-Undang TPPU, Undang-Undang AIK, Penyidik wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku khusus, terkait hukum acara pidana, tindak pidana di bidang perpajakan atau Tindak Pidana Pencucian Uang, antara lain Peraturan Mahkamah Agung.
c.
Penyidikan dilaksanakan berdasarkan Sprindik yang diterbitkan sebagai tindak lanjut atas Laporan Kejadian. Selanjutnya Penyidik melakukan pengumpulan bukti guna membuat terang Tindak Pidana dan menemukan Tersangkanya dari kegiatan pemanggilan dan pemeriksaan, Forensik Digital, upaya paksa, dan/atau kegiatan lain yang menjadi kewenangan Penyidik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.
Dalam rangka pembuktian dan pemulihan kerugian pada pendapatan negara, Penyidik melakukan penelusuran Harta Kekayaan. Sebagai tindak lanjut atas penelurusan Harta Kekayaan, dilakukan penyitaan, pemblokiran dan/atau dalam hal Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang disertai tindakan penundaan atas transaksi.
e.
Dalam tahap akhir kegiatan Penyidikan, Penyidik melakukan pemberkasan dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum. Dalam hal berkas perkara dinyatakan lengkap, Penyidik menyerahkan tanggung jawab atas Tersangka dan Barang Bukti kepada Penuntut Umum untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan.
f.
Penyidikan dapat dihentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A dan Pasal 448 Undang-Undang KUP.
g.
Penyidikan dilaksanakan dengan sinergi dan koordinasi yang baik di antara aparat penegak hukum. UP Gakum baik di Kantor Pusat DJP maupun di Kanwil DJP saling memberikan dukungan untuk kelancaran pelaksanaan Penyidikan, termasuk apabila terdapat gugatan atau praperadilan dari pihak-pihak yang berkepentingan.
h.
Dalam hal pelaksanaan kegiatan Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan ditemukan adanya dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang, wajib ditindaklanjuti dengan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang.
i.
Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Tindak Pidana Pencucian Uang, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip dan ketentuan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
j.
Dalam rangka pelaksanaan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang, Penyidik harus:
1)
meminta; atau
2)
menerima dan menindaklanjuti,
Laporan Hasil Analisis dari PPATK atau informasi, data, laporan atau pengaduan, tentang adanya indikasi tindak pidana pencucian uang.
k.
Penyidikan Tindak Pidana dilakukan terhadap orang perseorangan atau Korporasi. Dalam hal Tindak Pidana dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personal Pengendali Korporasi.
l.
Untuk perolehan bahan bukti digital dalam penyidikan dilakukan kegiatan Forensik Digital. Hal-hal terkait kegiatan Forensik Digital, termasuk tata cara pelaksanaan kegiatan Forensik Digital dilaksanakan sesuai dengan pedoman Forensik Digital di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
m.
Sistem pembuktian dalam penanganan Tindak Pidana yang dilakukan oleh Korporasi mengikuti KUHAP dan ketentuan hukum acara yang diatur khusus dalam undang-undang lainnya.
n.
Wajib Pajak selaku Korporasi yang telah bubar setelah terjadinya Tindak Pidana tidak dapat dipidana, akan tetapi terhadap aset milik Korporasi yang diduga diperoleh dari, berasal dari, atau terkait dengan Tindak Pidana dapat dilakukan penyitaan oleh Penyidik, guna dilakukan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
o.
Dalam hal terdapat kekhawatiran dari Penyidik bahwa Wajib Pajak selaku Korporasi akan membubarkan diri dengan tujuan untuk menghindari pertanggungjawaban pidana, baik yang dilakukan sesudah maupun sebelum Penyidikan, Penyidik dapat mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri melalui suatu penetapan untuk dapat menunda segala upaya atau proses untuk membubarkan Korporasi yang sedang dalam proses hukum sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.
3.
Ketentuan Pelaksanaan Penyidikan
a.
Pelaksanaan Penyidikan
1)
Laporan Kejadian
Laporan Kejadian diterbitkan atas terjadinya Peristiwa Pidana yang telah diperoleh bukti permulaan yang berasal dari kegiatan:
a)
Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b)
Penanganan Tindak Pidana yang diketahui seketika;
c)
Pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan; atau
d)
Pengembangan Penyidikan berupa:
i.
pengembangan Wajib Pajak baru;
ii.
ditemukan Tersangka baru;
iii.
dilakukan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang; atau
iv.
hal lain yang dipandang perlu dikembangkan berdasarkan hasil gelar perkara.
2)
Surat Perintah Penyidikan (Sprindik)
a)
Sprindik diterbitkan berdasarkan Laporan Kejadian untuk menugaskan Penyidik melaksanakan Penyidikan atas suatu perkara.
b)
Dalam hal perkara yang dilakukan Penyidikan dengan perkara menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, Sprindik diterbitkan dengan menyebutkan tentang satu kesatuan Peristiwa Pidana yang terjadi dan melibatkan seluruh Wajib Pajak yang diduga sebagai penerbit dan pengguna faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
c)
Sprindik perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dapat diterbitkan dalam waktu bersamaan dengan sprindik perkara tindak pidana perpajakan yang menjadi tindak pidana asal sepanjang telah diketahui Tersangkanya, atau dapat diterbitkan dalam waktu yang tidak bersamaan.
d)
Dalam rangka efisiensi dan mempermudah proses penanganan, perintah Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang dan perintah Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dapat diterbitkan dalam Sprindik yang sama.
e)
Sprindik diterbitkan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak Laporan Kejadian diterima, kecuali apabila terdapat pertimbangan:
i.
untuk penggabungan penanganan perkara;
ii.
bahwa Wajib Pajak yang terkait diketahui telah menyampaikan secara formal administrasi untuk menggunakan hak pengungkapan ketidakbenaran perbuatan
3)
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)
a)
SPDP diterbitkan pada saat dimulainya pelaksanaan Penyidikan berdasarkan Sprindik
b)
SPDP disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah terbit Sprindik kepada:
i.
Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia;
ii.
Wajib Pajak atau Tersangka; dan
iii.
PPATK dalam hal Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang.
4)
Rencana Penyidikan
a)
Rencana kegiatan Penyidikan disusun dan disampaikan oleh Penyidik kepada Kepala UP Gakum paling lambat 14 (empat belas) hari sejak Sprindik diterima oleh Penyidik.
b)
Rencana kegiatan Penyidikan dibuat kembali pada setiap awal tahun anggaran dalam hal kegiatan Penyidikan masih berlangsung di tahun berikutnya.
5)
Laporan Kemajuan Penyidikan (Lapju)
a)
Lapju terdiri atas lapju lengkap dan lapju singkat.
b)
Lapju lengkap disusun dan disampaikan dalam hal:
1)
penetapan Tersangka;
2)
pengembangan Penyidikan;
3)
penghentian Penyidikan;
4)
laporan rutin yang disampaikan triwulanan sebagai sarana monitoring dan evaluasi; dan/atau
5)
hal lain yang diperlukan dalam Penyidikan.
c)
Lapju singkat disusun dalam rangka pemenuhan syarat formal suatu usulan kegiatan atau tindakan dalam penanganan perkara oleh Penyidik, antara lain:
1)
permintaan izin atau persetujuan terkait dengan Penggeledahan dan/atau Penyitaan serta permintaan lain terkait kegiatan penyidikan kepada Pengadilan Negeri;
2)
permintaan analisis data/informasi atau pemeriksaan kepada PPATK;
3)
permohonan bantuan penangkapan, penahanan, membawa tersangka atau saksi, Daftar Pencarian Orang (DPO), atau permohonan bantuan lainnya kepada pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia;
4)
permintaan yang berkaitan dengan Pencegahan, koordinasi dan konsultasi penyidikan kepada Kejaksaan Republik Indonesia; dan/atau
5)
hal lain yang diperlukan dalam penyidikan.
6)
Gelar Perkara
a)
Gelar perkara dilaksanakan guna membahas:
1)
usul penetapan Tersangka;
2)
usul pengembangan Penyidikan;
3)
usul penghentian Penyidikan;
4)
usul Penangkapan dan/atau Penahanan; dan/atau
5)
hal lain yang diperlukan terkait penanganan perkara.
b)
Dalam kegiatan Gelar Perkara, Penyidik melakukan pemaparan di hadapan Tim Penelaah dan/atau dengan pihak yang berasal dari internal maupun eksternal DJP, sebagai narasumber atau pihak terkait dengan penanganan perkara.
c)
Hasil Gelar Perkara dituangkan dalam berita acara, ditandatangani dan disampaikan kepada Kepala UP Gakum sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan dan menentukan tindak lanjut.
d)
Gelar Perkara dapat dilaksanakan secara tatap muka atau daring.
7)
Penetapan Tersangka
a)
Penetapan Tersangka dilakukan:
i.
berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat bukti; dan
ii.
setelah yang bersangkutan dilakukan pemeriksaan sebagai Saksi.
b)
Penetapan tersangka dapat dilakukan tanpa didahului pemeriksaan sebagai Saksi dalam hal:
i.
yang bersangkutan telah dipanggil 2 (dua) kali secara sah dan tidak hadir tanpa memberikan alasan yang patut dan wajar; dan
ii.
Penyidik telah mencari dan tidak menemukan keberadaan calon Tersangka yang dibuktikan melalui Berita Acara Pencarian Saksi.
8)
Surat Perintah Penyidikan Tambahan (Sprindik Tambahan)
Sprindik tambahan dapat diterbitkan dalam hal:
a)
Tersangka telah ditetapkan;
b)
diperlukan penggantian personel Penyidik karena mutasi;
c)
adanya perubahan organisasi; dan/atau
d)
mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan Penyidikan.
9)
Pemberitahuan Penetapan Tersangka
a)
Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka diterbitkan setelah dilakukan penetapan tersangka
b)
Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah penerbitan Serita Acara Penetapan Tersangka kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tersangka.
b.
Upaya Paksa
1)
Pemanggilan
a)
Penyidik berwenang memanggil Saksi, Tersangka dan/atau Ahli untuk diperiksa dan didengar keterangannya.
b)
Saksi atau Tersangka yang dipanggil wajib memenuhi panggilan Penyidik dan jika tidak datang tanpa alasan yang patut dan wajar, Penyidik memanggil sekali lagi yang dapat disertai dengan surat perintah membawa Saksi atau Tersangka oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
c)
Dalam hal saksi tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar setelah dipanggil secara sah sebanyak 2 (dua) kali, Penyidik dapat mengusulkan penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 B Undang-Undang KUP.
d)
Dalam hal Tersangka mengajukan nama Saksi yang menguntungkan bagi Tersangka dalam perkara Tindak Pidana, Penyidik wajib membuat dan menyampaikan Surat Panggilan kepada Saksi tersebut.
e)
Dalam hal Tersangka yang dipanggil untuk kedua kalinya tetap tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar dan tidak diketahui keberadaannya, Penyidik meminta bantuan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mencatat Tersangka di dalam DPO.
f)
Ahli yang dipanggil dapat berasal dari pihak internal DJP dan/atau pihak eksternal DJP yang memiliki kompetensi dan kecakapan sebagai Ahli di bidang perpajakan atau Ahli di bidang lainnya yang dibutuhkan untuk kepentingan penyidikan.
2)
Pemeriksaan
a)
Sebelum melakukan pemeriksaan, penyidik menentukan urutan Saksi, Ahli, dan/atau Tersangka yang akan diperiksa berdasarkan kadar keterlibatan dan pengetahuannya tentang tindak pidana di bidang perpajakan guna memperoleh rangkaian fakta yang saling berhubungan dan berkesesuaian dengan dugaan Peristiwa Pidana yang disangkakan.
b)
Penyidik mengupayakan agar Saksi atau Ahli bersedia diambil sumpah atau janji sebelum diminta keterangannya.
c)
Pemeriksaan Saksi atau Ahli dapat dilaksanakan secara tatap muka atau daring.
3)
Membawa Saksi atau Tersangka
a)
Dalam hal Saksi sebagai calon Tersangka tidak kooperatif sejak dilakukan pemanggilan sebagai saksi dengan tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar, Penyidik dapat melakukan permintaan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk membawa Tersangka tanpa didahului pemanggilan sebagai Tersangka.
b)
Permintaan bantuan membawa Saksi atau Tersangka diajukan secara tertulis oleh Kepala UP Gakum dengan menyebutkan alasan atau pertimbangan perlunya membawa Saksi atau Tersangka ke tempat Pemeriksaan.
c)
Permintaan bantuan membawa Saksi atau Tersangka diajukan secara tertulis oleh Kepala UP Gakum dengan menyebutkan alasan atau pertimbangan perlunya membawa Saksi atau Tersangka ke tempat Pemeriksaan.
4)
Penangkapan
a)
Permintaan bantuan Penangkapan diajukan secara tertulis oleh Kepala UP Gakum kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan disertai alasan atau pertimbangan perlunya Penangkapan Tersangka.
b)
Permintaan bantuan Penangkapan dapat dilakukan bersamaan dengan permintaan bantuan Penahanan dalam satu kesatuan surat dalam hal dilakukan dalam satu rangkaian kegiatan.
5)
Penahanan
a)
Permintaan bantuan penahanan dilakukan atas pertimbangan penyidik antara lain:
i.
Tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri;
ii.
Tersangka dikhawatirkan akan merusak atau menghilangkan barang bukti; dan/atau
iii.
Tersangka dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya.
b)
Penahanan dapat segera dilakukan terhadap Tersangka tanpa harus terlebih dahulu dilakukan Penangkapan sepanjang telah diperiksa sebagai Tersangka.
c)
Dalam hal terdapat permintaan penangguhan yang diajukan Tersangka atau keluarganya, maka permintaan penangguhan tersebut harus memenuhi syarat-syarat khusus yang ditentukan Penyidik, antara lain dengan jaminan Harta Kekayaan paling sedikit 100% (seratus persen) dari jumlah kerugian pada pendapatan negara serta kewajiban yang harus dipenuhi oleh Tersangka antara lain wajib lapor.
6)
Penanganan Tersangka dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)
a)
Penanganan Tersangka dalam DPO meliputi kegiatan permintaan bantuan mencatat dalam DPO dan permintaan bantuan pencarian DPO.
b)
Permintaan untuk mencatat Tersangka ke dalam DPO diajukan secara tertulis oleh Kepala UP Gakum kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan disertai alasan atau pertimbangan perlunya Tersangka dicatat di dalam DPO.
c)
Setelah dicatat dalam DPO, pencarian Tersangka dilakukan oleh Penyidik dan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
d)
Penyidik dapat menyampaikan permintaan perkembangan pencarian Tersangka dalam DPO kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
e)
Penyidik dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum atau pihak lain dalam upaya pencarian Tersangka dalam DPO.
7)
Penggeledahan
8)
Penyitaan
a)
Untuk kepentingan penyidikan Tindak Pidana, Penyidik berwenang melakukan penyitaan terhadap Barang Bukti dan Harta Kekayaan tersangka dalam rangka kepentingan pembuktian dan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.
b)
Yang dapat dikenakan penyitaan yaitu:
i.
benda atau tagihan Tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari Tindak Pidana atau sebagai hasil dari Tindak Pidana;
ii.
benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan Tindak Pidana atau untuk mempersiapkannya;
iii.
benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi Penyidikan Tindak Pidana;
iv.
benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan Tindak Pidana;
v.
benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan Tindak Pidana;
vi.
Harta Kekayaan milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak, dan/atau pihak lain yang telah ditetapkan sebagai Tersangka.
c)
Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan Penyidikan Tindak Pidana sepanjang memenuhi ketentuan benda yang dapat dikenakan penyitaan.
d)
Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak rnunqkin untuk mendapatkan Surat Permintaan lzin Khusus Penyitaan Kepada Pengadilan Negeri Setempat terlebih dahulu, Penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.
9)
Pencegahan Tersangka dan/atau Saksi ke Luar Negeri
a)
Pencegahan terhadap Tersangka dan/atau Saksi dilaksanakan secara selektif dan terukur dalam hal Tersangka dan/atau Saksi:
i.
diperkirakan akan melarikan diri dari wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia;dan/atau
ii.
diragukan iktikad baiknya dalam mengikuti proses Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
b)
Jangka waktu pencegahan terhadap Tersangka dan/atau Saksi yaitu paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan.
c.
Penelusuran Harta Kekayaan
1)
Penelusuran Harta Kekayaan
a)
Penelusuran Harta Kekayaan dilakukan oleh Penyidik untuk kepentingan pembuktian dan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.
b)
Penyidik melakukan penelusuran harta kekayaan melalui pengumpulan data dan/atau informasi dari sumber internal dan eksternal DJP termasuk melakukan permintaan keterangan melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada saksi dan tersangka.
c)
Dalam hal diperlukan data dan/atau informasi tambahan, Penyidik mengajukan permintaan langsung kepada pihak internal DJP dan/atau pihak eksternal.
2.
Tindak Lanjut Penelusuran Harta Kekayaan
a)
Tindak lanjut penelusuran harta kekayaan meliputi kegiatan pemblokiran, penyitaan, dan dalam hal penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang dapat dilakukan penundaan transaksi.
b)
Untuk kepentingan eksekusi pidana, penyidik dapat melakukan pengamanan atas Harta Kekayaan melalui mekanisme pemblokiran atas Harta Kekayaan milik Tersangka.
c)
Penyidik mengajukan permintaan pemblokiran harta kekayaan kepada Badan Pertanahan Nasional, Bank, Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi lain yang mengelola administrasi data Harta Kekayaan.
d)
Jangka waktu pemblokiran mengacu pada ketentuan perundang-undangan untuk jenis harta kekayaan yang diblokir.
e)
Harta Kekayaan tersebut di atas termasuk Harta Kekayaan atas nama Tersangka, Korporasi, atau pihak lainnya sepanjang diduga diperoleh dari atau berasal dari atau terkait dengan Tindak Pidana.
f)
Penyidik memberitahukan pelaksanaan penyitaan kepada instansi yang mengelola administrasi data Harta Kekayaan tersebut.
g)
Terhadap Harta Kekayaan yang disita dilakukan penilaian guna memperoleh estimasi atas nilai Harta Kekayaan.
h)
Harta kekayaan yang dijadikan sebagai jaminan penangguhan penahanan dapat ditindaklanjuti dengan penyitaan dan/atau pemblokiran sebelum dilakukan penyerahan tanggung jawab atas Tersangka dan Barang Bukti.
i.
Dalam rangka kegiatan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang, Penyidik berwenang memerintahkan Pihak Pelapor untuk melakukan penundaan transaksi terhadap Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil Tindak Pidana Pencucian Uang.
d.
Pemberkasan, Penyerahan Berkas Perkara, Penyerahan Tanggung Jawab atas Tersangka dan Barang Bukti, serta Pemantauan Sidang
1)
Pemberkasan
a)
Sebelum pelaksanaan pemberkasan, Penyidik wajib memperhatikan administrasi perkara yang bersangkutan. Dalam hal SPDP telah dikembalikan oleh Penuntut Umum, SPDP harus disampaikan kembali kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
b)
Berkas perkara Tindak Pidana Pencucian Uang digabung menjadi satu Berkas perkara Tindak Pidana Pencucian Uang digabung menjadi satu.
c)
Dalam hal berkas perkara sebagaimana dimaksud pada huruf b dibuat terpisah sesuai Sprindik masing-masing maka penyidik dapat berkoordinasi dengan Penuntut Umum agar berkas perkara tersebut tetap dibuat dalam satu dakwaan.
2)
Penyerahan Berkas Perkara (Penyerahan Tahap I)
a)
Berkas perkara diserahkan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
b)
Berkas perkara harus diteliti dan ditandatangani terlebih dahulu oleh Penyidik dan Kepala UP Gakum sebelum diserahkan kepada Penuntut Umum.
c)
Apabila berkas perkara dikembalikan oleh Penuntut Umum, Penyidik segera melengkapi berkas perkara sesuai petunjuk tertulis Penuntut Umum dan menyampaikan kembali berkas perkara yang telah dilengkapi ke Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Republik Indonesia.
3)
Penyerahan Tanggung Jawab atas Tersangka dan Barang Bukti (Penyerahan Tahap II)
a)
Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum, segera dilaksanakan penyerahan tanggung jawab atas Tersangka dan Barang Bukti.
b)
Penyerahan tanggung jawab atas Tersangka dan Barang Bukti kepada Penuntut Umum secara fisik dilaksanakan melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c)
Apabila Tersangka tidak ditahan dan dikhawatirkan melarikan diri atau tidak kooperatif, untuk kepentingan penyerahan Tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum dapat dilakukan penangkapan dan penahanan terhadap Tersangka.
4)
Pemantauan dan Laporan Pelaksanaan Sidang
a)
Pelaksanaan pemantauan persidangan dilaksanakan oleh Penyidik dibantu oleh pegawai yang ditugaskan dari UP Gakum sebagai pemantau sidang.
b)
Pelaksanaan pemantauan jalannya proses persidangan bertujuan:
i.
membantu dan mendukung Jaksa Penuntut Umum selama proses penuntutan dan persidangan di pengadilan;
ii.
memantau putusan pengadilan sampai kepada putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
iii.
menjadi bahan publikasi penegakan hukum di UP Gakum; dan
iv.
menjadi bahan evaluasi proses penyidikan di UP Gakum.
c)
Pegawai yang ditugaskan melaksanakan pemantauan sidang melaporkan hasil pemantauan persidangan kepada Kepala UP Gakum.
e.
Penghentian Penyidikan
1)
Penghentian Penyidikan
a)
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP dilakukan dalam hal tidak terdapat cukup bukti; peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan; penyidikan dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa; atau tersangka meninggal dunia.
b)
Penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a) termasuk dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang telah sesuai dengan keadaan sebenarnya setelah Sprindik diterbitkan namun SPDP belum disampaikan kepada Penuntut Umum.
c)
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 448 Undang-Undang KUP dilakukan untuk kepentingan penerimaan negara dengan persetujuan Jaksa Agung atas permintaan Menteri Keuangan.
d)
Dalam hal penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan karena penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 448 Undang-Undang KUP, penyidikan tindak pidana pencucian uang yang menyertainya juga dihentikan.
e)
Penyidik wajib membuat berkas perkara yang memuat kronologis penyidikan atas perkara yang dihentikan.
2)
Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan
a)
Wajib Pajak memiliki hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang• Undang KUP sepanjang SPDP belum disampaikan kepada Penuntut Umum.
b)
Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan surat pengungkapan ketidakbenaran perbuatan setelah terbit Laporan Kejadian maka dilaksanakan Gelar perkara untuk memutuskan apakah pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
c)
Dalam hal Sprindik belum diterbitkan dan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan sebenarnya kepada Wajib Pajak disampaikan pemberitahuan tidak dilakukan Penyidikan dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
d)
Dalam hal Sprindik telah diterbitkan namun SPDP belum disampaikan kepada Penuntut Umum dan Gelar perkara memutuskan bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan sebenarnya maka penyidikan dihentikan sesuai Pasal 44A Undang-Undang KUP.
f.
Dukungan dan Koordinasi
1)
Dukungan Penyidikan oleh UP Gakum Kantor Pusat DJP
UP Gakum Kantor Pusat DJP dapat memberikan dukungan kepada UP Gakum Kantor Wilayah DJP berupa Dukungan Tenaga Penyidik, Dukungan Asistensi Penyidikan, Koordinasi, Dukungan Anggaran, Dukungan Sarana dan Prasarana, serta Penunjukan, Pengalihan atau Perluasan Penyidikan.
2)
Dukungan Penyidikan oleh UP Gakum Kantor Wilayah DJP
3)
Koordinasi dalam Kegiatan Penyidikan
Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan Penyidikan, Penyidik dapat berkoordinasi dalam hal teknis maupun taktis kepada pihak di luar Direktorat Jenderal Pajak antara lain Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, PPATK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Aparat Penegak Hukum lain dan/atau pihak lainnya.
g.
Gugatan
Dalam penanganan gugatan atau praperadilan atas suatu perkara, Kepala UP Gakum dapat meminta bantuan unit advokasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
h.
Rincian ketentuan pelaksanaan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf g tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4.
Prosedur Pelaksanaan Penyidikan;
a.
Prosedur pelaksanaan penyidikan meliputi kegiatan:
1)
pelaksanaan Penyidikan;
2)
upaya paksa;
3)
penelusuran Harta Kekayaan;
4)
pemberkasan, penyerahan berkas perkara, penyerahan tanggung jawab atas Tersangka dan Barang Bukti, dan pemantauan sidang;
5)
penghentian Penyidikan;
6)
dukungan dan keerdinasi;
7)
gugatan.
b.
Rincian presedur atas pelaksanaan Penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
5
Fermulir Pelaksanaan Penyidikan
Fermulir yang digunakan dalam pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Ill yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
F.
Penutup
1.
Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini:
a.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nemer **SE-06/PJ/2014** tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; dan
b.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nemer **SE-32/PJ/2017** tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang Ditindaklanjuti dengan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nemer SE-22/PJ/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Penegakan Hukum Tindak Pidana di Bidang Perpajakan di Direkterat Jenderal Pajak dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
3.
Penyidikan berdasarkan Sprindik yang diterbitkan sebelum berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini dan masih belum selesai, maka diselesaikan berdasarkan petunjuk pelaksanaan Penyidikan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4.
Surat Edaran Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret 2021 |
||
DIREKTUR JENDERAL, ttd SURYO UTOMO |
||
Kp:PJ.05/PJ.052/2021