DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   27 September 1993

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 25/PJ.322/1993

                        TENTANG

                           TOKO BEBAS BEA

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
 
Bersama ini disampaikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 109/KMK.00/1993 tentang Toko Bebas Bea
(Duty Free Shop) yang merupakan pengganti dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 765/KMK.00/1989, 
dengan penjelasan sebagai berikut :

1.  Toko Bebas Bea atau Duty Free Shop (yang selanjutnya disingkat TBB) adalah tempat yang khusus
    dipergunakan sebagai toko untuk menjual barang-barang bebas bea dan pungutan negara lainnya 
    kepada mereka yang berhak membeli barang tersebut.

2.  Pengusahaan TBB dilakukan oleh Badan Hukum yang berbentuk Perseroan atau Koperasi.

3.  Permohonan ijin TBB diajukan kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan :
    a.  Akte pendirian perusahaan,
    b.  NPWP dan SPT Tahunan tahun terakhir,
    c.  Nama dan alamat pemohon,
    d.  Lokasi/tempat yang akan dijadikan TBB, dan 
    e.  Tata letak TBB.

4.  Ijin TBB berlaku sejak tanggal ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku selama perusahaan
    masih menjalankan usahanya.

5.  Fasilitas Perpajakan :
    a.  Atas impor barang yang akan dijual melalui TBB tidak dipungut PPN, PPn BM dan PPh Pasal 
        22.

    b.  Atas penyerahan Barang Kena Pajak kepada TBB untuk keperluan penjualan kepada mereka 
        yang berhak membeli, diberikan penangguhan PPN atau PPn BM. Tata cara penangguhannya 
        diatur sebagai berikut :
        b.1.    Toko Bebas Bea memberitahukan kepada Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Pajak 
            Bea & Cukai setempat dengan cara mengisi formulir Pemberitahuan Pemasukan 
            Barang Untuk Toko Bebas Bea (Model PPTBB) dalam rangkap 4 dilampiri dengan dua 
            lembar Faktur Pajak (Lembar ke-1 dan lembar ke-2);
        b.2.    Petugas Ditjen Bea & Cukai setempat setelah memeriksa kebenaran barang tersebut, 
            memberikan nomor dan tanggal dan menandatangani baik pada PPTBB maupun pada 
            Faktur Pajak;
        b.3.    Pendistribusian PPTBB dan Faktur Pajak tersebut adalah sebagai berikut :
            Lembar ke-1 :   Untuk Kantor Inspeksi Ditjen Bea & Cukai setempat.
            Lembar ke-2 :   Untuk Kantor Pelayanan Pajak setempat melalui 
                        Kantor Ditjen Bea & Cukai setempat.
            Lembar ke-3 :   Untuk menjual melalui TBB beserta lembar ke-2 
                        Faktur Pajak.
            Lembar ke-4 :   Untuk Toko Bebas Bea beserta lembar ke-1 Faktur 
                        Pajak.
        b.4.    Berdasarkan PPTBB yang diterima oleh penjual maka PPN dan PPn BM atas 
            penyerahan BKP kepada TBB ditangguhkan.

6.  Pengukuhan dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak (PKP) :
    6.1.    Pengusaha TBB wajib melaporkan usahanya kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat 
        Pengusaha TBB bertempat tinggal atau berkedudukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha 
        Kena Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah saat usahanya mulai dijalankan.
    6.2.    Pengusaha TBB yang telah mendapat Surat Keputusan Pengukuhan menjadi Pengusaha Kena 
        Pajak, wajib melaksanakan ketentuan perpajakan yang berlaku sebagaimana PKP pada 
        umumnya antara lain :
        a.  memasukkan SPT Masa PPN setiap bulannya;
        b.  melaporkan Pemberitahuan Pemasukan Barang untuk Toko Bebas Bea (PPTBB)
            yang sekaligus berfungsi sebagai Surat Keputusan Penangguhan PPN/PPn BM,
            dalam SPT Masa PPN bulan ditandatangani PPTBB tersebut oleh Dirjen Bea dan Cukai 
            didalam Lampiran Pajak Masukan/Daftar Pajak Masukan Yang Tidak Dapat 
            Dikreditkan (Formulir 1485 B3) dan lajur Jumlah Pajak Masukan Yang Tidak Dapat 
            Dikreditkan (Formulir 1485).

7.  Yang berhak membeli barang pada TBB :
    7.1.    Bagi para anggota Korps Diplomatik sebagai dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor
        8 Tahun 1987 dan Tenaga Ahli Bangsa Asing yang bekerja pada Lembaga-lembaga 
        Internasional sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 9 Tahun 1995 dapat membeli di TBB 
        dalam kota tanpa dibatasi jumlah pembeliannya, dengan menggunakan Kartu Hijau atau 
        Kartu Kuning yang dikeluarkan oleh Ditjen Bea & Cukai.

    7.2.    Bagi Tenaga Ahli Bangsa Asing yang bekerja dalam rangka Kontrak Karya dengan 
        Pemerintah, Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri dan yang bekerja 
        dalam rangka Project Aid, dapat membeli di TBB dalam kota, namun jumlah pembeliannya 
        dibatasi yaitu sebanyak-banyaknya US$ 250.00 per orang/bulan atau US$ 1,000.00 per
        keluarga/bulan, dengan menggunakan Kartu Biru yang dikeluarkan oleh Ditjen Bea & Cukai

    7.3.    Bagi mereka yang bepergian ke luar negeri dapat membeli di TBB Terminal Keberangkatan 
        dan jumlah pembeliannya tidak dibatasi sepanjang barang-barang tersebut dibawa sendiri 
        oleh yang bersangkutan, dengan memperlihatkan paspor dan tanda bukti penumpang 
        pesawat (Boarding Pass).

    7.4.    Bagi mereka yang tiba dari luar negeri dapat membeli di TBB pada Terminal Kedatangan 
        dengan ketentuan bahwa jumlah pembeliannya beserta nilai barang bawaan dari luar negeri,
        yang dibebaskan dari bea masuk dan pungutan impor lainnya tidak lebih dari FOB 
        US$ 250.00 per orang atau US$1.000.00 per keluarga, dan cara pembeliannya dengan 
        memperlihatkan paspor dan tanda bukti penumpang pesawat (Boarding Pass).
        Kelebihan nilai barang dari batas jumlah yang telah ditentukan diatas, wajib dibayar dari
        batas jumlah yang telah ditentukan diatas, wajib dibayar bea masuk dan pungutan impor
        lainnya sesuai ketentuan yang berlaku, di loket pembayaran Kantor Inspeksi Ditjen Bea &
        Cukai setempat.

8.  Pengawasan
    8.1.    Pengawasan atas kegiatan TBB dilakukan oleh Dirjen Bea&Cukai dan Dirjen Pajak sesuai 
        dengan kewenangan masing-masing.
    8.2.    Apabila barang-barang yang ada di TBB ternyata :
        a.  berdasarkan hasil pencacahan terdapat ketidak cocokan jumlah persediaan yang 
            seharusnya ada, maka Pengusaha TBB wajib melunasi bea dan pungutan negara 
            lainnya yang terutang;
        b.  rusak, maka Pengusaha TBB harus mengekspornya kembali bila barang tersebut
            berasal dari impor, atau mengembalikannya ke peredaran bebas di dalam negeri
            bila barang tersebut berasal dari dalam negeri, setelah melunasi PPN, PPn BM dan 
            Cukai yang terutang atau memusnahkannya.
        c.  Busuk, maka Pengusaha TBB wajib memusnahkannya.

9.  Pencabutan Ijin
    9.1.    Menteri Keuangan dapat mencabut ijin dari TBB apabila :
        a.  Pengusaha TBB terbukti melanggar ketentuan kepabeanan dan atau perpajakan.
        b.  Dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut tidak melakukan kegiatan sama sekali

    9.2.    Dalam hal ijin TBB dicabut, maka atas sisa barang-barangnya, Pengusaha TBB dapat 
        memilih :
        a.  Memasukkan barang tersebut ke peredaran bebas di dalam negeri setelah melunasi 
            bea masuk dan pungutan negara lainnya yang masih terutang.
        b.  Memindah-tangankan barang tersebut ke TBB lainnya.
        c.  Mengekspornya kembali.
        d.  Memusnahkannya sesuai ketentuan yang berlaku.

10. Dalam melaksanakan Surat Edaran ini, hendaknya Saudara bekerja sama secara terpadu dengan
    Ditjen Bea & Cukai.

Demikian, untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER