DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   16 September 1992

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 24/PJ.431/1992

                        TENTANG

 TIDAK DILAKUKANNYA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS HONORARIUM, UANG PERANGSANG DAN IMBALAN 
   LAINNYA YANG DIBAYARKAN KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL GOLONGAN II/d KE BAWAH DAN ANGGOTA 
    ABRI YANG BERPANGKAT PEMBANTU LETNAN SATU KE BAWAH YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN 
                        NEGARA (SERI PPh PASAL 21-45)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

1.  Terlampir kami sampaikan Keputusan Menteri Keuangan No. 836/KMK.04/1992 tanggal 29 Juli 1992 
    tentang "Tidak Dilakukannya Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Honorarium, Uang Perangsang dan 
    Imbalan Lainnya Yang Dibayarkan Kepada Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d Ke bawah Dan Anggota 
    ABRI Yang Berpangkat Pembantu Letnan Satu Kebawah Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara".

2.  Berdasarkan data yang diperoleh dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta, penghasilan pegawai Pemda 
    DKI Jakarta golongan I dan II termasuk honorarium dan uang lembur masih di bawah PTKP, 
    sedangkan penghasilan pegawai golongan III dan IV berada di atas PTKP.

3.  Sesuai dengan Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara No. 01/SE/1987 tanggal 
    8 Januari 1987 tentang pedoman persamaan pangkat/golongan ruang gaji anggota ABRI dengan 
    Pegawai Negeri Sipil, ABRI yang berpangkat Pembantu Letnan Satu disamakan dengan Pegawai 
    Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I/golongan II/d.

4.  Memperhatikan butir 2 dan 3 di atas, maka baik Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah maupun 
    anggota ABRI yang berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah jumlah penghasilannya yang berasal 
    dari Bendaharawan Pemerintah baik berupa gaji maupun honorarium, uang perangsang dan imbalan 
    lainnya pada umumnya masih dibawah PTKP sehingga bila dipotong PPh Pasal 21 akan terjadi 
    kelebihan pemotongan/penyetoran PPh Pasal 21.

5.  Untuk menghindarkan kelebihan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 tersebut telah dikeluarkan 
    Keputusan Menteri Keuangan Nomor 836/KMK.04/1992 sebagaimana tersebut pada butir 1 di atas, 
    sehingga atas honorarium, uang perangsang dan imbalan lainnya yang dibayarkan oleh 
    Bendaharawan Pemerintah kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan anggota ABRI 
    yang berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah tidak dipotong PPh Pasal 21.

6.  Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 tersebut pada butir 5 tetap merupakan obyek PPh, 
    sehingga apabila dijumlah dengan gaji dan penghasilan lain baik yang berasal dari Bendaharawan 
    Pemerintah maupun yang berasal dari sumber lain jumlahnya melebihi PTKP, maka Pegawai Negeri 
    Sipil atau anggota ABRI yang bersangkutan wajib melunasi sendiri PPh yang terutang serta 
    melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7.  Keputusan Menteri Keuangan tersebut berlaku sejak tahun pajak 1992.
    Terhadap penghasilan tersebut pada butir 5 untuk tahun pajak 1992 dan sebelumnya yang belum 
    dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 tidak perlu dilakukan pemotongan.

8.  Perlu kiranya disampaikan bahwa dalam hal honorarium, uang perangsang dan imbalan lain dibayarkan 
    keseluruhannya oleh Bendaharawan Gaji, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang didasarkan 
    atas jumlah seluruh gaji, uang perangsang dan imbalan lain sesuai dengan ketentuan yang diatur 
    dalam Buku Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21 dan Pasal 26.

Demikian untuk disebarluaskan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

Drs. MAR'IE MUHAMMAD