DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     28 Juni 1993

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 21/PJ.51/1993

                        TENTANG

      KEBIJAKSANAAN BARU MENGENAI PPn BM ATAS KENDARAAN BERMOTOR (SERI PPN - 186)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Bersama ini kami sampaikan kepada Saudara :
1.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 TAHUN 1993 tentang Perubahan atas Peraturan 
    Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 
    1984 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 
    Tahun 1991.
2.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 647/KMK.04/1993 tanggal 10 Juni 1993 
    tentang Macam dan Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang 
    Mewah

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan peraturan-peraturan baru mengenai PPn BM 
tersebut adalah sebagai berikut :
1.  Perubahan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini merupakan penyempurnaan Pasal 16 
    Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
    Peraturan Pemerintah Nomor 76 TAHUN 1991, dalam rangka mendukung deregulasi di bidang 
    otomotive, karena itu hanya menyangkut pengenaan PPn BM atas kendaraan bermotor. Untuk
    pengenaan PPn BM atas jenis barang mewah lainnya masih tetap, dengan demikian Keputusan Menteri 
    Keuangan Nomor : 1286/KMK.04/1991 tentang Macam dan Jenis Barang Kena Pajak yang dikenakan 
    PPn BM selain Kendaraan Bermotor masih tetap berlaku. Tarif PPn BM yang semula terdiri 3 (tiga) 
    kelompok, dengan ketentuan yang baru diubah sehingga menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu 
    kelompok tarif 10%, 20%, 25% dan 35%.

2.  Kendaraan bermotor beroda dua
    Atas impor jenis kendaraan bermotor beroda dua dengan motor penggerak yang isi silindernya 250cc
    atau kurang dikenakan PPn BM dengan tarif 20% (dua puluh persen). Sedangkan atas penyerahan
    kendaraan bermotor beroda dua yang dibuat di dalam negeri tidak dikenakan PPn BM.
    Atas impor dan atas penyerahan kendaraan bermotor beroda dua yang dibuat di dalam negeri dengan
    motor penggerak yang isi silindernya lebih dari 200cc, baik yang berasal dari impor maupun yang 
    dibuat di dalam negeri, dengan tarif 20% (dua puluh persen)

3.  Kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon, mobil balap serta caravan
    3.1.    Atas penyerahan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon, dengan motor 
        penggerak yang isi silindernya 1600cc atau kurang, yang dibuat di dalam negeri dengan
        kandungan lokal (local content) lebih dari 60 % (enam puluh persen), dikenakan PPn BM
        dengan tarif 20 % (dua puluh persen). Sedangkan dalam hal kandungan lokalnya tidak 
        melebihi 60 % (enam puluh persen), termasuk yang diimpor dalam keadaan terpasang (CBU), 
        dikenakan PPn BM dengan tarif 35 % (tiga puluh lima persen).

    3.2.    Atas impor dan atas penyerahan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon yang
        dibuat di dalam negeri dengan motor penggerak yang isi silindernya lebih dari 1600cc serta 
        mobil balap dan caravan dikenakan PPn BM dengan tarif 35 % (tiga puluh lima persen).

    Dalam ketentuan lama, semua kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon, mobil balap serta 
    caravan tanpa memperhatikan isi silindernya dan kandungan lokalnya, dikenakan PPn BM dengan tarif 
    35% (tiga puluh lima persen).

4.  Kendaraan bermotor jenis jip
    4.1.    Pengenaan PPn BM atas kendaraan bermotor jenis jip tidak lagi dikaitkan dengan harga
        penyerahan atau nilai impornya sebagaimana dalam ketentuan lama, tetapi dikaitkan dengan 
        besarnya persentase kandungan lokalnya. Kendaraan bermotor jenis jip yang diproduksi di 
        dalam negeri dengan kandungan lokal lebih dari 60% (enam puluh persen), dikenakan 
        PPn BM dengan tarif 20 % (dua puluh persen). Sedangkan apabila kandungan lokalnya tidak 
        melebihi 60 % (enam puluh persen), termasuk yang diimpor dalam keadaan terpasang (CBU), 
        dikenakan PPn BM dengan tarif 35 % (tiga puluh lima persen).

    4.2.    Yang dimaksud kendaraan bermotor jenis jip adalah kendaraan bermotor beroda empat, 
        serba guna, berganda ganda, dengan chassis, massa total 5 (lima) ton atau kurang dan
        kapasitas penumpang

5.  Kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van dan pick up.
    5.1.    Atas impor dan atas penyerahan kendaraan bermotor yang dibuat di dalam negeri jenis 
        kombi, minibus, van dan pick up yang menggunakan bahan bakar bensin tetap dikenakan
        PPn BM dengan tarif 20 % (dua puluh persen), sedangkan yang menggunakan bahan bakar 
        solar dikenakan PPn BM dengan tarif 25% (dua puluh lima persen).

    5.2.    Seperti halnya yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1285/KMK.04/1991,
        dalam ketentuan baru juga diatur bahwa penyerahan minibus, van dan kombi yang berasal
        dari chassis minibus atau chassis pick up oleh Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) terutang 
        PPn BM dengan tarif 20% (dua puluh persen) untuk menggunakan bahan bakar bensin, dan 
        25% (dua puluh lima persen) untuk yang menggunakan bahan bakar solar, dari Dasar 
        Pengenaan Pajak. 

    Dasar pengenaan Pajak untuk menghitung PPn BM ditetapkan sebesar harga jual chasis minibus atau 
    chassis pick up dari ATPM ditambah 25% dari harga jual chassis. Tambahan tersebut adalah angka 
    perkiraan biaya karoseri.

6.  Kendaraan bermotor jenis bus
    Atas impor kendaraan bermotor jenis bus dikenakan PPn BM dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen). 
    Sedangkan atas penyerahan kendaraan jenis bus yang dibuat di dalam negeri tidak dikenakan PPn 
    BM.

    Dalam ketentuan lama, baik atas impor maupun atas penyerahan kendaraan bermotor jenis bus yang 
    dibuat di dalam negeri dikenakan PPn BM dengan tarif 20% (dua puluh persen). Oleh karena 
    kendaraan bermotor jenis bus yang dibuat di dalam negeri tidak dikenakan PPn BM, maka ketentuan 
    lama yang menyatakan pengenaan PPn BM, atas chassis truk yang akan diubah menjadi bus, 
    dihapuskan.

7.  Dikecualikan dari pengenaan PPn BM
    7.1.    Atas impor dan atas penyerahan kendaraan bermotor yang dibuat di dalam negeri jenis-jenis 
        sebagaimana dimaksud pada butir 2 sampai dengan 6 di atas, dikecualikan dari pengenaan 
        PPn BM dalam hal :
        a.  dipergunakan untuk kendaraan dinas ABRI/POLRI dan untuk tujuan protokoler 
            kenegaraan sepanjang dananya berasal dari APBN/APBD;
        b.  kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van, pick up, bus, station wagon, sedan 
            dan jip, digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan tahanan,  kendaraan 
            pemadam kebakaran, kendaraan jenazah atau kendaraan angkutan umum;
        c.  kendaraan bermotor jenis van dan pick up, digunakan untuk kendaraan angkutan
            barang.

    7.2.    Pelaksanaan pengecualian tersebut dilakukan sebagai berikut :
        7.2.1.  Surat Keterangan Bebas (SKB) PPn BM
            7.2.1.1.    Untuk kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan dinas ABRI/
                POLRI, untuk tujuan protokoler kenegaraan, kendaraan ambulan, kendaraan 
                tahanan, kendaraan pemadam kebakaran dan kendaraan jenazah dapat 
                diajukan permohonan pembebasan PPn BM oleh instansi yang bersangkutan 
                kepada Direktur PPN dan PTLL dengan dilengkapi dokumen-dokumen yang 
                menyatakan :
                a.  tujuan penggunaan kendaraan dimaksud;
                b.  asal dana yang digunakan untuk pengadaan kendaraan 
                    dimaksud bagi kendaraan dinas ABRI/POLRI dan kendaraan 
                    untuk tujuan protokoler kenegaraan;
                c.  kontrak atau Surat Perintah Kerja (SPK) untuk pengadaan
                    kendaraan dimaksud.

            7.2.1.2.    Untuk kendaraan yang dipergunakan untuk angkutan umum, selain syarat-
                syarat tersebut di atas harus dilengkapi pula ijin usaha dan ijin trayek yang 
                dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan Surat Pernyataan yang 
                menyatakan bahwa kendaraan dimaksud tidak akan diubah penggunaannya 
                dan apabila ternyata diubah maka bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan 
                ketentuan yang berlaku.

            7.2.1.3.    Sesuai dengan ketentuan, atas penyerahan kendaraan bermotor dari ATPM/
                Pabrikan/Importir kepada Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur kendaraan 
                bermotor dikenakan PPn BM dan PPn BM tersebut tidak dapat dikreditkan.

            Dalam hal penjualan kendaraan bermotor oleh Distributor/Dealer/Agen atau
            Penyalur kepada pembeli kendaraan bermotor yang telah memperoleh SKB PPn BM 
            sebagaimana dimaksud dalam butir 7.2.1.1. dan 7.2.1.2. di atas, maka Distributor/
            Dealer/Agen atau Penyalur tersebut dapat mengajukan restitusi ke Kantor Pelayanan 
            Pajak tempat yang bersangkutan dikukuhkan menjadi PKP dan atas restitusi PPn BM 
            tersebut Distributor/Dealer/Agen atau Penyalur dapat mengajukan kompensasi 
            dengan PPN yang terutang.

        7.2.2.  Kendaraan bermotor jenis van dan pick up yang digunakan untuk kendaraan 
            angkutan barang dan kendaraan yang digunakan untuk angkutan umum yang tidak 
            memperoleh SKB PPn BM, pengecualian     dari pengenaan PPn BM dilakukan dengan 
            cara restitusi. Permohonan restitusi diajukan kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak 
            berdomisili dengan dilengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut :
            a.  Photo copy kartu NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan atau photo copy 
                pengukuhan sebagai PKP;
            b.  Photo copy Faktur Pajak yang diterbitkan oleh ATPM atas penyerahan
                kendaraan bermotor. (yang dimintakan restitusi dimaksud) kepada Dealer 
                atau Distributor;
            c.  Photo copy STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) yang menyatakan 
                kendaraan bermotor tersebut untuk angkutan umum (plat dasar warna
                kuning) dan atau Surat Tanda Uji Kendaraan dari DLLAJR yang menyatakan 
                kendaraan bermotor tersebut untuk angkutan barang;
            d.  Asli Faktur Penjualan dari Dealer/Distributor yang di dalamnya dicantumkan 
                PPn BM yang telah dikenakan oleh ATPM/Pabrikan kepada Dealer/Distributor 
                dan kemudian dilimpahkan kepada pembeli/konsumen.

8.  Seperti telah disebutkan pada butir 3 dan butir 4 di atas, besarnya tarif PPn BM untuk kendaraan
    bermotor jenis sedan, station wagon (yang isi silindernya 1600 cc atau kurang) dan jip yang dibuat
    di dalam negeri tergantung kepada besarnya persentase kandungan lokalnya. Besarnya kandungan
    lokal tersebut diterbitkan oleh Departemen Perindustrian untuk tiap-tiap jenis, type, dan merk
    kendaraan bermotor. Apabila besarnya kandungan lokal suatu kendaraan tidak/belum diterbitkan oleh 
    Departemen Perindustrian, maka kendaraan dimaksud dimasukkan dalam kelompok kendaraan 
    bermotor yang kandungan lokalnya kurang dari 60%, sehingga dikenakan PPn BM dengan tarif 35%.
    Jadi insentif PPn BM baru diberikan, setelah ada penetapan dari Departemen Perindustrian bahwa
    kandungan lokal dari kendaraan bermotor yang bersangkutan lebih dari 60%.

9.  Tarif PPn BM tersebut diatas mulai berlaku untuk penyerahan oleh Pabrikan dan/atau impor yang Faktur 
    Pajak dibuat atau PIUD-nya didaftarkan di Bank Devisa atau Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea 
    dan Cukai di pelabuhan pemasukan sejak tanggal 10 Juni 1993.

        Demikian penjelasan dan penegasan ini untuk diketahui, dilaksanakan dan disebarluaskan di wilayah kerja 
masing-masing.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER