DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               12 Agustus 2003

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 19/PJ.51/2003

                        TENTANG

              PENYAMPAIAN KETENTUAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH 
                        ATAS IMPOR ATAU PENYERAHAN KENDARAAN

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Bersama ini disampaikan :
1.  Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 2003 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah 
    Nomor 145 TAHUN 2000 Tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang 
    Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003 tentang Jenis Kendaraan Bermotor Yang 
    Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
3.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-229/PJ./2003 tentang Tatacara Pemberian Dan 
    Penatausahaan Pembebasan serta Pengembalian Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor 
    Atau Penyerahan Kendaraan Bermotor.

Hal-hal yang perlu mendapat perhatian antara lain :

A.  UMUM
    1.  Ketentuan-ketentuan tersebut di atas mulai berlaku pada tanggal 13 Agustus 2003.

    2.  Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut di atas 
        sekaligus mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000 tentang Jenis 
        kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana 
        telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
        140/KMK.03/2002 beserta ralatnya tertanggal 30 April 2002 dan Keputusan Direktur 
        Jenderal Pajak Nomor KEP - 586/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang 
        Mewah Atas Kendaraan Bermotor dan Tatacara Pemberian Serta Penatausahaan Pembebasan 
        Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Atau Penyerahan Kendaraan Bermotor 
        sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 
        KEP - 218/PJ./2002.

    3.  Atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor untuk pengangkutan lebih dari 15 (lima 
        belas) orang atau lebih termasuk pengemudi yang dilakukan sejak tanggal 13 Agustus 2003 
        tidak dikenakan PPn BM.

    4.  Atas impor atau penyerahan kendaraan Double Cabin yang dilakukan sejak tanggal 
        13 Agustus 2003 dikenakan PPn BM.

B.  PENGUBAHAN KENDARAAN SASIS
    Mengingat masih banyaknya pertanyaan tentang pengenaan PPn BM atas kendaraan bermotor hasil 
    pengubahan dari kendaraan sasis,dengan ini diberikan contoh sebagai berikut:
    1.  Orang Pribadi "A" bermaksud mengubah badan kendaraan pengangkutan orang Tahun 1993 
        yang telah tua dengan badan (body) kendaraan yang lebih baru. Untuk itu, ia membawa 
        kendaraan tersebut ke perusahaan karoseri untuk dilakukan perubahan. Atas pengubahan 
        kendaraan sebagaimana dimaksud di atas, tidak termasuk dalam pengertian pengubahan 
        kendaraan sasis menjadi kendaraan pengangkutan orang yang dikenakan PPn BM.

    2.  Pengusaha Angkot "J" bermaksud memperbaharui badan (body) mobil angkutan yang telah 
        lama dimilikinya. Untuk itu ia pergi keperusahaan karoseri untuk mengerjakan pembaharuan 
        tersebut. Atas pengubahan tersebut tidak termasuk dalam pengertian pengubahan kendaraan 
        sasis yang dikenakan PPn BM.

C.  PABRIKAN KENDARAAN BERMOTOR
    1.  Pengertian Pabrikan dikembalikan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 5 Undang-undang 
        Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan 
        Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang 
        Nomor 18 TAHUN 2000.

    2.  Sehingga yang dimaksud dengan Pabrikan Kendaraan Bermotor adalah Orang Pribadi atau 
        Badan yang menghasilkan kendaraan bermotor atau menyuruh Orang Pribadi atau Badan 
        lain menghasilkan kendaraan bermotor.

    3.  Selanjutnya, termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah:
        a.  Merakit kendaraan bermotor;
        b.  Mengubah kendaraan sasis atau kendaraan angkutan barang menjadi kendaraan 
            angkutan orang (penumpang) atau kendaraan double cabin.
            Contoh:
            -   Industri perakitan "PT A" melakukan impor kendaraan bermotor dalam 
                bentuk CKD. PT A merakit sendiri kendaraan bermotor dalam bentuk CKD 
                tersebut menjadi kendaraan bermotor. Dalam hal ini PT A adalah Pabrikan 
                Kendaraan Bermotor.
            -   Distributor kendaraan bermotor "PT A" melakukan impor kendaraan 
                bermotor dalam bentuk CKD. PT A merakit sendiri kendaraan bermotor 
                dalam bentuk CKD tersebut menjadi kendaraan bermotor. Dalam hal ini 
                PT A adalah Pabrikan Kendaraan Bermotor.
            -   Distributor kendaraan bermotor "PT A" melakukan impor kendaraan sasis. 
                Untuk mengubah kendaraan sasis tersebut menjadi kendaraan bermotor, 
                PT A menyuruh industri karoseri "PT B". Dalam hal ini PT A adalah 
                Pabrikan Kendaraan Bermotor.
            -   Perusahaan taksi "PT A" melakukan impor kendaraan sasis. Untuk 
                mengubah kendaraan sasis tersebut menjadi kendaraan bermotor, PT A 
                menyuruh industri karoseri "PT B". Dalam hal ini PT A adalah Pabrikan 
                Kendaraan Bermotor.
            -   Orang Pribadi "A" melakukan impor kendaraan bermotor dalam bentuk 
                CKD. Untuk mengubah kendaraan bermotor dalam bentuk CKD tersebut 
                menjadi kendaraan bermotor, A menyuruh industri perakitan "PT B". Dalam 
                hal ini A adalah Pabrikan Kendaraan Bermotor.

D.  SAAT TERUTANG
    1.  Saat terutang PPn BM atas penyerahan kendaraan bermotor yang tergolong mewah adalah 
        sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, yaitu pada saat penyerahan kendaraan 
        yang tergolong mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan kendaraan yang 
        tergolong mewah tersebut (Pabrikan Kendaraan Bermotor).

    2.  Termasuk dalam pengertian penyerahan adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1A 
        Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa 
        Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
        undang Nomor 18 TAHUN 2000, termasuk pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-
        cuma.

    3.  Dalam hal penyerahan kendaraan bermotor yang tergolong mewah dilakukan dari Pusat ke 
        Cabang atau sebaliknya dan antar cabang, saat terutang PPn BM agar mengacu kepada 
        Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-428/PJ./2002 tentang Saat Terutangnya Pajak 
        Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah 
        Dari Pusat Ke Cabang Atau Sebaliknya Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong 
        Mewah Antar Cabang, yaitu pada saat penyerahan kendaraan bermotor yang tergolong 
        mewah dari Pengusaha Kena Pajak Pusat atau Cabang kepada pihak lain.

E.  PEMBEBASAN PPn BM
    1.  Untuk dapat dibebaskan dari pengenaan PPn BM, Orang Pribadi atau Badan yang melakukan 
        impor atau yang menerima penyerahan kendaraan bermotor diwajibkan mempunyai SKB 
        PPn BM.

    2.  Yang dimaksud dengan Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor atau yang 
        menerima penyerahan kendaraan bermotor yang diwajibkan mempunyai SKB PPn BM 
        adalah:
        a.  Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan 
            kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, 
            kendaraan tahanan;
            Contoh:
            -   Importir umum "PT X" mengimpor kendaraan jenazah. Untuk dapat 
                dibebaskan dari pengenaan PPn BM, PT X wajib memiliki SKB PPn BM.
            -   Pengelola kawasan real estate/industrial estate membeli mobil pemadam 
                kebakaran. Untuk dapat dibebaskan dari pengenaan PPn BM, pengelola 
                kawasan industrial estate tersebut wajib memiliki SKB PPn BM.
            -   Departemen "A" membeli mobil ambulan. Untuk dapat dibebaskan dari 
                pengenaan PPn BM, Departemen A tersebut wajib memiliki SKB PPn BM.
        b.  Pengusaha Angkutan Umum;
        c.  Sekretariat Negara; atau
        d.  TNI/POLRI.

    3.  Dalam proses permohonan SKB, perlu diperhatikan status Hutang Pajak pemohon SKB. 
        Apabila pemohon SKB mempunyai Hutang Pajak, maka permohonan SKB tidak dapat 
        ditindaklanjuti (ditolak) dan PPn BM yang terutang harus dibayar. Namun demikian, atas 
        PPn BM yang dibayar tersebut, dapat diminta kembali (sepanjang memenuhi ketentuan) 
        melalui proses pengembalian (restitusi) PPn BM yang kemudian akan diperhitungkan dengan 
        Hutang Pajak tersebut.

    4.  Atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan 
        protokoler kenegaraan, kendaraan dinas TNI/POLRI, dan kendaraan Patroli TNI/POLRI yang 
        dibebaskan dari pengenaan PPn BM tidak ada lagi pembatasan sumber pendanaan/
        pembiayaan.

F.  PENGEMBALIAN PPn BM
    Permohonan pengembalian PPn BM yang terlanjur dipungut atas impor atau penyerahan kendaraan 
    bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPn BM dapat dilakukan oleh:
    1.  Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan 
        kendaraan bermotor yaitu:
        -   Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan 
            kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, 
            kendaraan tahanan;
        -   Pengusaha Angkutan Umum;
        -   Sekretariat Negara; atau
        -   TNI/POLRI.

        Contoh:
        PT "A", sebuah perusahaan real estate mengimpor kendaraan pemadam kebakaran. Pada 
        saat impor, PT A tidak memiliki SKB PPn BM sehingga PT A wajib membayar PPn BM yang 
        terutang. PT A kemudian bisa meminta pengembalian PPn BM yang telah dibayar tersebut.

    2.  Importir, distributor, dealer, agen, penyalur, showroom, atau pihak ketiga lainnya.
        Contoh:
        Importir PT "B", atas Surat Perintah Kerja TNI/POLRI mengimpor kendaraan patroli TNI/
        POLRI. Pada waktu impor PT B membayar PPn BM. PT B kemudian bisa meminta 
        pengembalian PPn BM yang telah dipungut tersebut apabila TNI/POLRI telah memiliki SKB 
        PPn BM.

G.  TABEL PERBANDINGAN
    Terlampir disampaikan pula tabel perbandingan tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas 
    Kendaraan Bermotor berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelumnya yaitu Keputusan Menteri 
    Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
    Keputusan Menteri Keuangan Nomor 140/KMK.03/2002 dan berdasarkan ketentuan yang sekarang 
    berlaku mulai tanggal 13 Agustus 2003 yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003.

Demikian untuk mendapat perhatian dan disebarluaskan pada wilayah kerja masing-masing.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO