DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                              1 November 1989

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                            NOMOR SE - 19/PJ.3/1989

                               TENTANG

 CARA MENGHITUNG PENGHASILAN NETTO DALAM HAL SAAT MULAI DAN BERAKHIR MASA TAX HOLIDAY-NYA 
                JATUH DI DALAM SUATU TAHUN PAJAK/TAHUN BUKU

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan perihal tersebut di atas, maka dengan ini diberikan
penegasan sebagai berikut :

1.  Dalam hal saat mulai dan berakhirnya masa bebas pajak ( tax holiday ) jatuh di dalam suatu tahun
    pajak/tahun buku, maka sebagian penghasilan yang diterima/diperoleh pada tahun pajak/tahun buku
    tersebut diberikan tax holiday dan sebagian lagi tetap terhutang PPh.

    Contoh :
    PT. A menyelenggarakan pembukuan yang tahun bukunya sama dengan tahun takwim
    ( 1/1 s/d 31/12 ). PT. A memperoleh fasilitas tax holiday selama 3 ( tiga ) tahun terhitung sejak
    tanggal 1 Maret 1988 s/d tanggal 28 Pebruari 1991.

    Terhadap PT. A berlaku ketentuan :
    a.  Tahun pajak/tahun buku 1/1-88 s/d 31/12-1988 :
        1)  Penghasilan yang diterima/diperoleh pada bagian tahun pajak/tahun buku dari
            1/1-1988 s/d 28/2-1988, terhutang PPh.
        2)  Penghasilan yang diterima/diperoleh pada bagian tahun pajak/tahun buku dari
            1/3-1988 s/d 31/12-1988, mendapat tax holiday.
    b.  Tahun pajak/tahun buku 1/1-1989 s/d 31/12-1989 mendapat tax holiday.
    c.  Tahun pajak/tahun buku 1/1-1990 s/d 31/12-1990 mendapat tax holiday.
    d.  Tahun pajak/tahun buku 1/1-1991 s/d 31/12-1991:
        1)  Penghasilan yang diterima/diperoleh pada bagian tahun pajak/tahun buku dari
            1/1-1991 s/d 28 Pebruari 1991, mendapat tax holiday.
        2)  Penghasilan yang diterima/diperoleh pada bagian tahun pajak/tahun buku dari
            1/3-1991 s/d 31/12-1991, terhutang PPh.

2.  Penghitungan penghasilan netto untuk bagian tahun pajak/tahun buku yang terhutang PPh dan bagian 
    tahun pajak/tahun buku yang mendapat tax holiday seperti contoh 1.a dan 1.d di atas, pada dasarnya 
    tersebut dibuatkan Laporan Keuangan dengan Neraca dan Daftar R/L yang terpisah. Sekalipun ada 2 
    ( dua ) Laporan Keuangan, namun Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tetap satu saja.

3.  Dalam hal Laporan Keuangan ( Neraca dan Daftar R/L ) untuk bagian tahun pajak/tahun buku yang
    tidak mendapat tax holiday dan bagian tahun pajak/tahun buku yang mendapat tax holiday tidak
    terpisah oleh Wajib Pajak, maka penghasilan netto untuk masing-masing bagian tahun pajak/tahun
    buku dihitung sebanyak hari untuk masing-masing bagian tahun pajak/tahun buku yang bersangkutan
    dibagi tiga ratus enam puluh, kali penghasilan netto seluruh tahun.
    Untuk menghitung penghasilan netto dalam masing-masing bagian tahun pajak/tahun buku tersebut,
    ditetapkan :
    a.  setahun dihitung 360 ( tiga ratus enam puluh ) hari;
    b.  masa sebulan penuh dihitung 30 ( tiga puluh ) hari;
    c.  masa kurang dari 1 ( satu ) bulan dihitung menurut jumlah hari yang sebenarnya.
        Contoh :
        a.  PT. A sebagaimana dimaksud pada contoh 1 diatas, selama tahun pajak/tahun buku 
            1988 ( 1 Januari s/d 31 Desember 1988 ) memperoleh penghasilan netto dari 
            kegiatan usahanya sebanyak Rp 360.000.000,00.
            1)  Jumlah hari dari bagian tahun pajak/tahun buku yang tidak mendapat tax
                holiday ( 1 Januari s/d 28 Pebruari ) adalah :
                -   Januari     =   30 hari
                -   Pebruari    =   30 hari
                                ______
                                60 hari
                Penghasilan netto selama masa Januari s/d Pebruari 1988 yang terhutang 
                PPh adalah :
                 60
                ----   x  Rp 360.000.000,- = Rp 60.000.000,-.
                360

            2)  Penghasilan netto untuk masa Maret s/d Desember 1991 yang mendapat tax 
                holiday adalah : 
                300 
                ----  x  Rp 360.000.000,- = Rp 300.000.000,-.
                360

        b.  PT. A tersebut di atas selama tahun pajak/tahun buku 1991 memperoleh penghasilan 
            netto sebesar Rp 480.000.000 maka penghitungan penghasilan netto bagian tahun 
            pajak tahun buku yang mendapat tax holiday dan tahun pajak/tahun buku yang 
            terhutang PPh dilakukan sebagai berikut :
            1)  Penghasilan netto untuk masa Januari s/d Pebruari 1991, mendapat tax
                holiday, adalah :
                60
                ----   x Rp 480.000.000,- = Rp 800.000.000,-.
                360

            2)  Penghasilan netto untuk masa Maret s/d Desember 1991 terhutang PPh
                adalah :
                300
                ----  x Rp 480.000.000,- = Rp 100.000.000,-.
                360

4.  Seperti diketahui bahwa terhadap para pemegang saham yang menerima atau memperoleh dividen
    yang berasal dari penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak penanaman modal selama
    masa tax holiday juga dibebaskan dari pengenaan pajak Penghasilan, sehingga atas pembayaran
    dividen tersebut dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26. Dalam Pasal 12 ke-5 
    Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 yang telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang 
    Nomor 12 Tahun 1970 menyatakan bahwa pembebasan pajak dividen ( sekarang ini pemotongan PPh 
    Pasal 23 dan PPh Pasal 25 ) selama 2 ( dua ) tahun terhitung dari saat mulai berproduksi atas bagian 
    laba ( sekarang penghasilan ) yang dibayarkan kepada para pemegang saham.

    Dalam praktek pembebasan selama 2 ( dua ) tahun dari saat mulai berproduksi sulit diterapkan, 
    karena baik penutupan buku maupun rapat pemegang saham memerlukan waktu sehingga batas
    waktu 2 ( dua ) tahun selalu dilampaui. Oleh karena itu dipandang perlu memberikan waktu yang 
    cukup untuk keperluan dimaksud, yaitu batas waktu 2 ( dua ) tahun tidak dihitung dari saat mulai
    berproduksi, tetapi terhitung setelah akhir masa bebas pajak.

    Contoh :
    Untuk dapat dibebaskan dari pengenaan PPh terhadap para pemegang saham, dikecualikan dari Pasal 
    23 dan Pasal 26, maka dividen yang berasal dari penghasilan PT. A (contoh pada butir 1 di atas ) 
    selama masa (1-1988 s/d 26/2-1991 ) harus dibagikan atau dibayarkan  kepada para pemegang 
    sahamnya selambat-lambatnya 2 ( dua ) tahun terhitung sejak tanggal 1 Maret 1991. Jadi dividen
    tersebut harus dibayarkan selambat-lambatnya 28 Pebruari 1993. Apabila dividen terlambat 
    dibayarkan setelah tanggal 28 Pebruari 1993 tidak lagi mendapat fasilitas perpajakan.

5.  Surat Edaran ini dimaksud untuk mempertegas dalam surat Direktur Pajak Langsung S. SOEDOMO
    Jakarta Nomor S-827/PJ.22/1978 tanggal 6 Mei 1978 perihal Cara penghitungan laba tahun terakhir
    masa tax holiday dari suatu PT IMA telah disampaikan kepada kepala kantor wilayah dan Direktur
    Jenderal Pajak No. D.15.4/11/B4/15.28, tanggal 18 Desember 1976, perihal pembayaran PBDR atas
    dividen yang dibayarkan dari laba yang diperoleh dalam masa tax holiday yang tetap berlaku sebelum
    surat edaran ini.

6.  Perlu ditegaskan disini bahwa segala permasalahan yang berkenaan dengan penentuan Saat Mulai
    Berproduksi (SMB) dan tata cara pembukuan, serta penghitungan pajak yang terhutang, berkaitan
    dengan masa tax holiday ditangani oleh Direktur Pemeriksaan Pajak.

Demikian untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

Drs. MAR'IE MUHAMMAD