DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               23 Februari 1993

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 09/PJ.6/1993

                        TENTANG

       PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBETULAN/PENGURANGAN/PEMBATALAN SPPT/SKP/STP PBB

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sebagaimana Saudara ketahui bahwa di dalam Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 kecuali pembatalan 
penetapan sebagai Wajib Pajak berdasar Pasal 4 ayat (5), tidak terdapat ketentuan yang mengatur tentang 
pembetulan, pengurangan atau pembatalan secara jabatan atas ketetapan PBB yang tidak benar. 
Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 terhadap hal-hal yang tidak diatur 
secara khusus dalam Undang-undang tersebut berlaku ketentuan dalam Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983. 
Dalam Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 mengenai pembetulan/pengurangan/pembatalan atas ketetapan 
pajak secara jabatan diatur dalam Pasal 16 dan Pasal 36.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983, bahwa kesalahan tulis, kesalahan 
hitung atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat 
dalam Surat Ketetapan Pajak dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas 
permohonan Wajib Pajak.

Dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 diatur bahwa Direktur Jenderal Pajak 
dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.

Dalam Pasal 4 ayat (5) Undang-unadang Nomor 12 TAHUN 1985 diatur bahwa bila keterangan yang diajukan 
oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan 
penetapan sebagai Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dalam jangka waktu satu bulan sejak 
diterimanya surat keterangan dimaksud.

Sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-106/PJ.11/1991 tanggal 6 Juni 1991 tentang 
Pelimpahan Wewenang Direktur Jenderal Pajak kepada para Pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, 
wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk membetulkan secara jabatan atas kesalahan-kesalahan atau 
kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak (SPPT/SKP/STP PBB) dalam batas-batas tertentu telah 
dilimpahkan kepada Saudara.

Mengingat hal tersebut, dengan ini diberikan petunjuk pelaksanaan pembetulan/pembatalan SPTT/SKP/STP 
PBB yang tidak benar, sebagai berikut:

A.  Pembetulan surat ketetapan pajak berdasar Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
    1.  Kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan peraturan 
        perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak dapat 
        dibetulkan, baik atas permintaan Wajib Pajak maupun tidak atas permintaan Wajib     Pajak 
        (secara jabatan), oleh pejabat yang berdasarkan dan terbatas pada wewenang Direktur 
        Jenderal Pajak yang dilimpahkan kepadanya. Yang termasuk dalam pengertian surat 
        ketetapan pajak meliputi SPPT, SKP, maupun STP.

    2.  Pembetulan surat ketetapan pajak berdasar Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 
        dapat mengakibatkan pajak terhutang menjadi sama, lebih kecil, atau lebih besar dari 
        ketetapan semula.

    3.  Pembetulan surat ketetapan pajak tersebut dapat dilakukan tanpa batas waktu, tetapi apabila 
        pembetulan tersebut mengakibatkan jumlah pajak yang terhutang menjadi lebih besar dari 
        semula, pembetulan tersebut hanya dapat dilakukan sepanjang hak untuk menetapkan pajak 
        belum kadaluwarsa menurut ketentuan dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.

    4.  Yang termasuk dalam pengertian kesalahan tulis adalah:
        a)  Kesalahan dalam penulisan nama subyek pajak, Wajib Pajak, alamat (baik subyek 
            pajak maupun obyek pajak), NOP, nomor SPPT/SKP/STP, tahun pajak, tanggal jatuh 
            tempo dan lain-lain sejenisnya.
        b)  SPPT/SKP/STP untuk obyek pajak dan tahun pajak yang sama diterbitkan lebih dari 
            satu (ganda).

    5.  Yang dimaksud dengan kesalahan hitung adalah kesalahan dalam penambahan/pengurangan 
        dan perkalian/pembagian (arithmetic fault), kesalahan penerapan tarif, kesalahan penerapan 
        klasifikasi obyek, penetapan jumlah batas nilai Bangunan Tidak Kena Pajak, dan kesalahan 
        lain sejenisnya.

        Kesalahan dalam menghitung luasnya bangunan dan luasnya tanah serta kesalahan 
        menghitung Nilai Jual Obyek Pajak tidak tergolong dalam pengertian kesalahan hitung yang 
        dimaksud Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.

    6.  Yang termasuk dalam pengertian salah/keliru dalam penerapan peraturan perundang-
        undangan perpajakan adalah kekeliruan dalam penerapan ketentuan undang-undang beserta 
        peraturan pelaksanaannya terhadap fakta atau kenyataan obyek pajak dan subyek pajak 
        yang sudah jelas/benar.

    Oleh karena itu pembetulan karena kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan 
    perpajakan dilakukan dengan asumsi/anggapan bahwa mengenai obyek dan subyek pajak sudah 
    tidak terdapat perbedaan pendapat (sengketa) antara fiskus dengan Wajib Pajak.

    Contoh:
    1)  Wajib Pajak A adalah wajib Pajak yang berusaha di bidang pertambangan berdasar perjanjian 
        Kontrak Karya (Contract of Work) dengan Pemerintah Indonesia. Dalam Kontrak Karya yang 
        bersangkutan telah diatur mengenai kewajiban PBB-nya secara khusus dan rinci. PBB atas 
        Wajib Pajak A keliru ditetapkan berdasar peraturan perundang-undangan PBB yang berlaku 
        umum (lex generalis), padahal seharusnya ditetapkan berdasar ketentuan yang tercantum 
        dalam perjanjian Kontrak Karya yang bersangkutan, mengingat berdasarkan penegasan 
        dalam surat Menteri Keuangan Nomor : S-1032/KMK.04/1988 tanggal 15 September 1988 
        ketentuan-ketentuan dalam perjanjian Kontrak Karya merupakan lex spesialis terhadap 
        ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang.

        Mengenai kekeliruan tersebut dapat dibetulkan secara jabatan (tanpa permintaan Wajib 
        Pajak) maupun atas permintaan Wajib Pajak. Akibat pembetulan tersebut dapat 
        mengakibatkan pajak yang terhutang menjadi sama, lebih kecil atau lebih besar dari 
        ketetapan semula.

    2)  Wajib Pajak C adalah seorang petani dan juga sebagai pengusaha hasil bumi yang 
        mempunyai 4 (empat) bidang tanah dengan 3 (tiga) buah bangunan yang lokasinya terpisah 
        tetapi terletak dalam satu desa/kelurahan. Ketetapan PBB tahun 1992 dari keempat bidang 
        tanah dan tiga buah bangunan tersebut diterbitkan dalam satu SPPT dengan pengurangan 
        BTKP Rp. 7.000.000,00. Penerbitan SPPT tersebut keliru dalam menerapkan pengurangan 
        BTKP untuk setiap satuan bangunan, yang seharusnya masing-masing bangunan mendapat 
        pengurangan BTKP, sehingga jumlah BTKP yang benar adalah Rp. 21.000.000,00.

        Pembetulan SPPT tersebut dapat dilakukan baik atas permintaan Wajib Pajak ataupun secara 
        jabatan, dengan cara menerbitkan 1 (satu) SPPT untuk masing-masing obyek pajak (tanah 
        dan/atau bangunan) sesuai dengan lokasi obyek pajak berada.

    7.  Cara melakukan pembetulan berdasar Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.
        a.  Pembetulan SPPT/SKP/STP berdasar Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 
            dilakukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang 
            Pembetulan SPPT atau SKP atau STP, ditandatangani oleh pejabat  tertentu, sesuai 
            dan terbatas pada wewenang yang dilimpahkan kepadanya, atas nama Direktur 
            Jenderal Pajak.
        b.  Karena pembetulan berdasar Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tidak 
            menyangkut masalah material mengenai obyek pajak, maka pembetulan dapat 
            dilakukan berdasarkan hasil penelitian administratif atas dokumen-dokumen yang ada 
            pada KP.PBB atau dokumen-dokumen lain yang disampaikan oleh Wajib Pajak (dalam 
            hal pembetulan dilakukan atas permohonan Wajib Pajak). Walaupun demikian tidak 
            ditutup kemungkinan untuk melakukan peninjauan lapangan/penelitian setempat.

B.  Pengurangan atau pembatalan SPPT/SKP/STP PBB berdasar Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-undang 
    Nomor 6 TAHUN 1983.
    1.  Pengurangan jumlah pajak yang terutang atau pembatalan SPPT/SKP PBB yang tidak benar 
        berdasar Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 dilakukan dalam hal 
        SPPT/SKP/STP PBB yang bersangkutan mengandung kesalahan yang tidak tergolong 
        kesalahan-kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 Tahun 
        1983, tetapi mengandung kesalahan/kekeliruan yang sifatnya material mengenai obyek 
        pajak.

        Bagi Wajib Pajak, sebenarnya telah disediakan prosedur upaya hukum yaitu keberatan 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 jo. Pasal 15 
        Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985. Tetapi apabila upaya tersebut tidak atau tidak dapat 
        dilakukan oleh Wajib Pajak, misalnya karena persyaratan formal tidak dapat dipenuhi karena 
        batas waktu pengajuan keberatan telah dilampaui, Wajib Pajak dapat minta pengurangan atau 
        pembatalan berdasar Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.

        Walaupun Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan dimaksud, apabila ketetapan pajak itu 
        tidak benar sehingga Wajib Pajak dibebani pajak secara tidak adil, maka untuk memenuhi 
        unsur keadilan, fiskus dapat secara jabatan mengurangkan atau membatalkan SPPT/SKP/STP 
        PBB yang secara material tidak benar tersebut.

        Yang tergolong ketidakbenaran material mengenai obyek pajak adalah antara lain : luas tanah/
        bangunan, Nilai Jual Obyek Pajak, tanah/bangunan tidak lagi merupakan obyek pajak, dan 
        hal-hal sejenisnya.

    2.  SPPT/SKP/STP PBB yang dapat dibatalkan secara jabatan adalah:
        -   obyek pajaknya tidak ada;
        -   hak subyek pajak terhadap obyek pajak dinyatakan batal berdasar keputusan pejabat 
            yang berwenang atau keputusan hakim yang sudah berlaku secara tetap;
        -   obyek pajak digunakan untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) 
            dan ayat (2) Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985;
        -   subyek pajak yang tercantum dalam SPPT/SKP PBB berdasar keputusan pembatalan 
            penetapan sebagai Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) 
            Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985.

    3.  Cara melakukan pengurangan atau pembatalan SPPT/SKP/STP PBB berdasar Pasal 36 ayat 
        (1) b Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.

        Pengurangan atau pembatalan SPPT/SKP/STP PBB dilakukan dengan menerbitkan Surat 
        Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang ditandatangani oleh pejabat tertentu; sesuai dan 
        terbatas pada wewenang yang dilimpahkan kepadanya, atas nama Direktur Jenderal Pajak.

C.  Pembatalan Penetapan Subyek Pajak sebagai Wajib Pajak berdasar Pasal 4 ayat (5) Undang-undang 
    Nomor 12 TAHUN 1985.

    1.  Dalam hal atas suatu obyek pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, Direktur Jenderal 
        Pajak dapat menetapkan Wajib Pajaknya.
        Contoh:

        a.  Subyek Pajak bernama A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau 
            bangunan milik orang lain, bukan karena sesuatu hak berdasarkan Undang-undang 
            atau bukan karena perjanjian, maka dalam hal demikian A yang memanfaatkan atau 
            menggunakan bumi dan/atau bangunan ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
        b.  Suatu obyek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang 
            atau badan yang memanfaatkan atau menggunakan obyek pajak tersebut  ditetapkan 
            sebagai Wajib Pajak.
        c.  Subyek Pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak obyek pajak, 
            sedang untuk merawat obyek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan 
            lain, maka orang atau badan yang diberi kuasa tersebut dapat ditetapkan sebagai 
            Wajib Pajak.

    2.  Apabila orang/badan yang ditetapkan sebagai Wajib Pajak atas suatu obyek pajak yang belum 
        jelas diketahui Wajib Pajaknya tersebut berpendapat bahwa ia bukan sebagai Wajib Pajak 
        terhadap obyek tersebut, maka berdasar Pasal 4 ayat (4) Undang-undang Nomor 12 Tahun 
        1985 ia dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa 
        ia bukan Wajib Pajak terhadap obyek pajak dimaksud.

    3.  Apabila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud disetujui, Direktur 
        Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak dimaksud dalam jangka satu 
        bulan sejak diterimanya Surat Keterangan dimaksud.

        Bila keterangan yang diajukan tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan 
        Surat Keputusan Penolakan dengan disertai alasan-alasannya.

    4.  Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan dimaksud 
        Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu 
        dianggap disetujui.

    5.  Cara melakukan pembatalan Wajib Pajak berdasar Pasal 4 ayat (5) Undang-undang Nomor 12 
        Tahun 1985.

        Pembatalan penetapan sebagai Wajib Pajak yang tercantum dalam SPPT/SKP PBB berdasar 
        Pasal 4 ayat (5) Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 dilakukan dengan menerbitkan Surat 
        Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang ditandatangani oleh pejabat tertentu, sesuai dan 
        terbatas pada wewenang yang dilimpahkan kepadanya, atas nama Direktur Jenderal Pajak.

D.  Proses administrasi pembetulan, pengurangan dan pembatalan surat ketetapan PBB.
    1.  Pembetulan SPPT/SKP/STP PBB berdasar Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 atas 
        permohonan Wajib Pajak.
        a)  Permohonan pembetulan SPPT/SKP/STP PBB yang diajukan oleh Wajib Pajak karena 
            terdapat kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan 
            perpajakan, dihimpun dalam Daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan pembetulan 
            SPPT/SKP/STP PBB (KP.PBB.3.14.) dan diproses oleh Seksi Penetapan dengan 
            melakukan penelitian administrasi/setempat oleh petugas yang ditunjuk dengan 
            dibuat Berita Acara Laporan Hasil Penelitian Administrasi/Setempat 
            (KP.PBB.3.15-15A) yang selanjutnya disampaikan kepada Kepala KP PBB cq. Kepala 
            Seksi Penetapan untuk diterbitkan keputusan pembetulannya (KP.PBB.3.16-16A).

        b)  Permohonan pembetulan SPPT/SKP/STP PBB yang diajukan oleh Wajib Pajak karena 
            kesalahan tulis atau kesalahan hitung dihimpun dalam Daftar Wajib Pajak yang akan 
            dilakukan pembetulan SPPT/SKP/STP PBB (KP.PBB.3.14), dan diproses oleh Seksi 
            Penetapan dengan dilakukan penelitian administrasi/setempat oleh petugas yang 
            ditunjuk dengan dibuat Berita Acara Laporan Hasil Penelitian Administrasi/Setempat 
            (KP.PBB.3.15-15A) dan selanjutnya diterbitkan keputusan pembetulannya 
            (KP.PBB.3.16-16A).

        c)  Permohonan pembetulan SPPT/SKP PBB yang diajukan secara kolektif oleh Kepala 
            Desa/Lurah/Camat/Kepala Dispenda Tk. II dihimpun dalam Daftar Wajib Pajak yang 
            akan dilakukan pembetulan SPPT/SKP/STP PBB (KP. PBB.3.14), dan diproses oleh 
            Seksi Penetapan dengan dilakukan penelitian administrasi/setempat oleh petugas 
            yang ditunjuk dengan dibuatkan Berita Acara Laporan Hasil Penelitian Administrasi/
            Setempat (KP.PBB.3.15-15A) dan selanjutnya diterbitkan Keputusan pembetulannya 
            (KP.PBB.3.16-16A) dan dibuatkan Berita Acara Penyerahan SPPT/SKP PBB yang telah 
            diperbaharui/dibetulkan (KP.PBB.3.3).

    2.  Pembetulan SPPT/SKP PBB berdasar Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 secara 
        jabatan (tidak atas permohonan Wajib Pajak).
        a)  Petugas KP PBB yang mengetahui/menemukan kesalahan tulis, kesalahan hitung atau 
            kekeliruan dalam penerapan ketentuan perundang-undangan perpajakan, membuat 
            Daftar SPPT/SKP/STP yang akan dilakukan pembetulan/pengurangan/pembatalan 
            (KP.PBB.3.14) dan menyampaikan kepada Kasi Penetapan.
        b)  Atas dasar disposisi Kepala KP.PBB dilakukan Penelitian Administrasi/Setempat dan 
            dibuat Berita Acara Hasil Penelitian Administrasi/Setempat (KP.PBB.3.15-15A) 
            sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diatas dan selanjutnya diterbitkan Keputusan 
            pembetulannya (KP.PBB.3.16-16A).

    3.  Daftar (KP.PBB.3.14) dimaksud pada angka 1 huruf a, b, dan c serta angka 2 huruf a masing-
        masing dibuat tersendiri.

    4.  Penyelesaian pembetulan SPPT/SKP/STP PBB sebagaimana dimaksud dalam huruf D angka 1 
        dan angka 2 harus dilampiri SPPT/SKP/STP dan STTS yang telah dibetulkan dan SPPT/SKP/
        STP lama dibatalkan.

        STTS lama dibatalkan/ditarik dari Bank/Kantor Pos dan Giro Tempat Pembayaran dan diganti 
        dengan STTS yang baru/pembetulan.

    5.  Pembetulan surat ketetapan Pajak berdasar Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 
        dapat mengakibatkan pajak yang terutang menjadi lebih besar dari ketetapan semula. Oleh 
        karena itu pembetulan ini dapat menyebabkan Wajib Pajak justru tidak sependapat dengan 
        jumlah pajak yang terutang sesudah pembetulan tersebut.

        Sebagaimana diketahui bahwa atas keputusan pembetulan berdasarkan Pasal 16 Undang-
        undang Nomor 6 TAHUN 1983 tidak dapat diajukan keberatan dan banding, tetapi dapat 
        diajukan permohonan pembetulan kembali sesuai Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 Tahun 
        1983.

        Diketahui pula bahwa keputusan pembetulan mengakibatkan SPPT/SKP menjadi berubah, 
        tetapi tetap berstatus sebagai SPPT/SKP. Oleh karena itu terhadap SPPT/SKP, walaupun telah 
        dibetulkan berdasarkan Pasal 16 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 dapat diajukan 
        keberatan sesuai Pasal 15 Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985, yaitu atas perhitungan 
        material mengenai obyek pajaknya, bukan atas materi pembetulan. Apabila memenuhi syarat 
        sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 jo. Pasal 1 
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 158/KMK.04/1991, atas SPPT/SKP yang telah 
        dibetulkan tersebut juga dapat diajukan permohonan pengurangan berdasar Pasal 19 Undang-
        undang Nomor 12 TAHUN 1985. Batas waktu pengajuan keberatan atau pengurangan dihitung 
        sejak tanggal diterimanya surat keputusan pembetulan oleh Wajib Pajak.

    6.  Pengurangan atau pembatalan SPPT/SKP/STP PBB berdasar Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-
        undang Nomor 6 TAHUN 1983 atas permohonan Wajib Pajak.
        a)  Permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT/SKP/STP PBB yang diajukan, baik 
            secara individu maupun secara kolektif oleh Kepala Desa/Lurah/Camat/Kepala 
            Dispenda Tk.II dihimpun dalam Daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan pengurangan 
            atau pembatalan (KP.PBB.3.14) dan diproses oleh Seksi Penetapan dengan dilakukan 
            penelitian administrasi/setempat oleh petugas yang ditunjuk dengan dibuatkan Berita 
            Acara Laporan Penelitian Administrasi/Setempat (KP.PBB.3.15-15A) yang selanjutnya 
            disampaikan kepada Kepala KP PBB cq. Kepala Seksi Penetapan untuk diterbitkan 
            Keputusan Pengurangan/Pembatalan SPPT/SKP/STP PBB, oleh Kepala KP PBB atau 
            oleh Kepala Kantor Wilayah sepanjang mengenai jumlah pokok pajak yang menjadi 
            wewenangnya masing-masing (KP.PBB.3.16-16A).

        b)  Permohonan pengurangan/pembatalan SPPT/SKP PBB yang diajukan secara individu, 
            sepanjang mengenai jumlah pokok pajak yang menjadi wewenang Kakanwil diproses 
            oleh Seksi Penetapan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf a, 
            selanjutnya oleh Kepala KP.PBB berkas yang bersangkutan disampaikan kepada 
            Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak yang bersangkutan setelah difoto copy, 
            dengan disertai:
            1.  Surat Permohonan Wajib Pajak;
            2.  Data obyek dan subyek PBB mengenai SPPT/SKP PBB yang akan dibatalkan;
            3.  Berita Acara Hasil Penelitian Administrasi/Berita Acara Peninjauan Lapangan/
                Penelitian Setempat;
            4.  Konsep Keputusan Pengurangan/Pembatalan SPPT/SKP PBB.
        c)  Kakanwil dengan berdasar berkas yang disampaikan oleh KP.PBB tersebut membuat 
            Keputusan Pengurangan/Pembatalan SPPT/SKP PBB (KP.PBB.3.16-16A).

    7.  Pengurangan atau pembatalan SPPT/SKP PBB berdasar Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-
        undang Nomor 6 TAHUN 1983 secara jabatan (bukan atas permohonan Wajib Pajak).
        a)  Petugas KP.PBB yang mengetahui/menemukan kesalahan/ketidak benaran yang 
            terdapat pada SPPT/SKP/STP PBB, terutama yang berasal dari surat keberatan Wajib 
            Pajak yang ditolak karena telah melampaui batas waktu pengajuan keberatan, 
            melaporkan secara tertulis kepada Kasi Penetapan (KP.PBB.3.14).
        b)  Atas dasar laporan tersebut dilakukan penelitian administrasi/setempat dan dibuatkan 
            Berita Acara Laporan Hasil Penelitian Administrasi/Setempat (KP.PBB.3.15-15A) dan 
            selanjutnya diterbitkan Keputusan Pengurangan/pembatalannya (KP.PBB.3.16-16A) 
            oleh pejabat tertentu, sesuai dan terbatas pada wewenang yang dilimpahkan 
            kepadanya, atas nama Direktur Jenderal Pajak.

    8.  Permohonan pembatalan penetapan sebagai Wajib Pajak yang tercantum dalam SPPT/SKP 
        PBB (Pasal 4 ayat (5) Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985), yang diajukan secara tertulis 
        oleh Wajib Pajak dihimpun dalam Daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan pembatalan SPPT/
        SKP PBB (KP.PBB.3.14) dan diproses oleh Seksi Penetapan dengan dilakukan penelitian 
        administrasi/setempat oleh petugas yang ditunjuk dengan dibuatkan Berita Acara penelitian 
        administrasi/setempat (KP.PBB.3.15-15A) yang selanjutnya disampaikan kepada Kepala 
        KP.PBB untuk diterbitkan Keputusan Pembatalan SPPT/SKP PBB sepanjang mengenai Wajib 
        Pajak yang menjadi wewenangnya (KP.PBB.3.16-16A).

E.  Penyelesaian administrasi akibat pembetulan, pengurangan atau pembatalan SPPT/SKP PBB.
    1.  Kepala KP.PBB wajib membuat pembukuan tentang pembetulan/pengurangan/pembatalan 
        SPPT/SKP dengan mengisi Buku Pengawasan Hasil Pembetulan/Pengurangan/Pembatalan 
        SPPT/SKP/STP PBB (KP.PBB.3.17).

    2.  Buku Induk dari desa/kelurahan yang SPPT/SKPnya diadakan pembetulan/pengurangan/
        pembatalan harus dilakukan perbaikan dan penyesuaian dengan mencantumkan nomor dan 
        tanggal keputusan pembetulan/pengurangan/pembatalan tersebut (KP.PBB.3.16), dan 
        diberitahukan kepada instansi yang terkait.

    3.  Dengan terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, maka formulir KP.PBB.5.22 
        sebagai lampiran surat Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-1082/PJ.6/1990 tanggal 2 Agustus 
        1990 perihal Permasalahan Surat Tagihan Pajak (STP) dinyatakan tidak berlaku.

    4.  Data berdasarkan Daftar Pengawasan Pembetulan/Pengurangan/Pembatalan SPPT/SKP dan 
        data penetapan lainnya disusun dalam Laporan Triwulanan Perkembangan Ketetapan PBB 
        (KPL.PBB.6.9-91)

Demikian untuk dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

Drs. MAR IE MUHAMMAD