DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   17 Maret 1995

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 08/PJ.5/1995

                        TENTANG

        SAAT DIMULAINYA PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK 
           DARI LUAR DAERAH PABEAN, PENGHITUNGAN, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, 
                   DAN PELAPORANNYA (SERI PPN 7-95)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 597/KMK.04/1994 tanggal 
21 Desember 1994 tentang Saat Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Atau Jasa Kena 
Pajak Dari Luar Daerah Pabean, Penghitungan, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya, 
maka untuk pelaksanaannya diberikan penjelasan sebagai berikut :

1.  Pengertian Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
    1.1.    Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak hanya disebut sebagai berasal dari 
        luar Daerah Pabean apabila orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau 
        berkedudukan di luar Daerah Pabean menyerahkannya ke dalam Daerah Pabean tidak 
        melalui atau tidak atas nama Bentuk Usaha Tetapnya yang berada di dalam Daerah Pabean. 
        Apabila penyerahannya dilakukan melalui atau atas nama Bentuk Usaha Tetap yang berada 
        di dalam Daerah Pabean, maka terhadap penyerahan tersebut berlaku ketentuan PPN atas 
        penyerahan dalam negeri.

    1.2.    Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dapat berupa hak-hak seperti 
        hak paten, hak oktroi, hak cipta, dan hak menggunakan merek dagang, yang dimanfaatkan 
        oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun 
        yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia.

    1.3.    Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat berupa jasa-jasa sebagai berikut :
        a.  Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat  pada atau ditujukan untuk 
            barang tidak bergerak yang berada dalam Daerah Pabean dan dimanfaatkan oleh 
            orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak 
            maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah 
            Pabean Indonesia. Misalnya jasa perencanaan atau penggambaran bangunan.

        b.  Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada atau ditujukan untuk 
            barang bergerak yang berada atau dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dan 
            dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha 
            Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dala 
            Daerah Pabean Indonesia. Misalnya jasa persewaan rig atau pengeboran minyak dan 
            jasa persewaan alat-alat berat.

        c.  Jasa yang dilakukan secara phisik di dalam Daerah Pabean.
            Misalnya jasa konsultan, jasa pengacara, jasa akuntan, dan jasa surveyor.

2.  Saat terutang PPN dan saat dimulainya pemanfaatan

    2.1.    Saat terutangnya pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena 
        Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-
        undang No. 11 TAHUN 1994, terjadi pada saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa 
        Kena Pajak tersebut mulai dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean Indonesia.

    2.2.    Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari 
        luar Daerah Pabean adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa 
        sebagai berikut :
        
        a.  Saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak secara nyata 
            dimanfaatkan, meskipun belum didukung bukti-bukti formal seperti kontrak atau 
            perjanjian tertulis. Pengertian pemanfaatan secara nyata dapat diartikan antara 
            lain telah digunakannya Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak 
            sesuai dengan tujuannya. Misalnya, dalam hal pemanfaatan merek dagang, telah 
            dibuat label dan dijahit atau ditempel pada Barang Kena Pajak yang diproduksi.

        b.  Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak 
            dinyatakan sebagai utang, yang didukung antara lain dengan adanya surat pengakuan 
            utang atau telah dicatat dalam pembukuan sebagai utang, maupun berdasarkan 
            bukti-bukti lain.

        c.  Saat Harga Jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Penggantian Jasa Kena 
            Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan, yaitu antara lain didukung dengan bukti 
            penagihan, baik tertulis maupun tidak tertulis, dari pihak yang menyerahkan kepada 
            pihak yang memanfaatkan.

        d.  Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak 
            dibayar, baik sebagian atau seluruhnya, oleh pihak yang memanfaatkan.

    2.3.    Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena 
        Pajak dari luar Daerah Pabean tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan Barang 
        Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut adalah tanggal ditandatanganinya 
        kontrak atau perjanjian.

3.  Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
    Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau 
    Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dihitung sesuai dengan keadaannya, dengan salah satu 
    cara diantara cara-cara penghitungan sebagai berikut :
    3.1.    10 % x      jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang 
                menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak, 
                apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

        Contoh :    jumlah yang dibayarkan = Rp 110.000.000
                PPN yang terutang = 10% x Rp 110.000.000 = Rp 11.000.000

    3.2.    10/110 x    jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang 
                menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak,
                apabila berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis diketahui bahwa jumlah 
                tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

        Contoh :    Jumlah yang dibayarkan (termasuk PPN) = Rp 110.000.000
                PPN yang terutang = 10/110 x Rp 110.000.000 = Rp 10.000.000

    3.3.    10% x       jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang 
                menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak, 
                dalam hal :
                a.  tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk 
                    pembayaran termaksud, atau
                b.  ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak 
                    dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau 
                    perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

        Contoh :    Jumlah yang dibayarkan = Rp 110.000.000
                PPN yang terutang = 10% x Rp 110.000.000 = Rp 11.000.000

4.  Kewajiban orang pribadi atau badan uang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau 
    Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Indonesia

    Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dipungut oleh orang 
    pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia yang 
    memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena dari luar Daerah Pabean.

    Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena 
    Pajak  dari luar Daerah Pabean harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak untuk memperoleh 
    Nomor Pokok Wajib Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak yang berwenang atas wilayah tempat 
    tinggal atau tempat kedudukan orang pribadi atau badan tersebut.

5.  Penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
    5.1.    Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam butir 4, harus 
        disetorkan ke Kas Negara selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah 
        bulan terjadinya pemungutan. Tempat penyetoran dimaksud adalah Kantor Pos dan Giro, atau 
        bank-bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran sebagai bank persepsi.

    5.2.    Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut harus disetorkan oleh pihak yang memanfaatkan 
        Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan 
        menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Wajib Pajak Luar Negeri yang menyerahkan 
        Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. Surat 
        Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud 
        atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean diperlakukan sebagai Faktur Pajak sepanjang 
        memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak 
        Nomor KEP-54/PJ/1994 tanggal 29 Desember 1994 dan PPN yang tercantum didalam Faktur 
        Pajak tersebut dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan sesuai ketentuan yang berlaku.

        Dalam mengisi SSP untuk penyetoran PPN yang dipungut oleh pihak yang memanfaatkan 
        Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau jasa Kena Pajak dari luar Daerah  Pabean ini perlu 
        diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

        a.  pada huruf A kolom "Nama Wajib Pajak" dan "Alamat" diisi nama dan alamat orang 
            pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah Pabean 
            yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak ke 
            dalam Daerah Pabean.

        b.  pada huruf B untuk kolom "NPWP" diisi dengan angka 0 (nol) pada 8 (delapan) digit 
            pertama dan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang 
            Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak

        c.  pada kotak " Wajib Pajak/Penyetor" di sudut kiri bawah diisi nama dan NPWP pihak 
            yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak.

    5.3.    Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dan disetor harus 
        dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak 
        terjadinya penyetoran. Dalam hal pembayaran PPN tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha 
        yang terutang PPN, maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 
        Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tersebut diperlakukan sebagai laporan 
        pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud 
        atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.

    5.4.    Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak Wajib melaporkan pemungutan 
        dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam butir 4 dan 5 
        selambat-lambatnya pada tanggal 20 dari bulan dilakukannya penyetoran,  dengan 
        mempergunakan lembar ke-3 Surat Setoran Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat 
        orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak.

Demikian untuk disebarluaskan dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER