DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                    29 April 2005

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 04/PJ.7/2005

                        TENTANG

                      KEBIJAKAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan telah diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.7/2004 tanggal
31 Desember 2004 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak, untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi 
pemeriksaan bukti permulaan, dipandang perlu mengatur kebijakan pemeriksaan bukti permulaan sebagai 
berikut.

I.  Umum
    1.  Pengamatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pengamat untuk mencocokkan
        data, informasi, laporan, dan atau pengaduan dengan fakta, dan membahas serta 
        mengembangkan data, informasi, laporan, dan atau pengaduan tersebut untuk memperoleh 
        petunjuk adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. 
    2.  Pengamat adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang 
        ditugaskan untuk melakukan pengamatan.
    3.  Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti 
        permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
    4.  Bukti permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan atau bukti-bukti lain baik berupa 
        keterangan, tulisan, atau benda-benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat
        bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan 
        oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
    5.  Penyidik Pajak adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal 
        Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak 
        pidana di bidang perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    6.  Pemeriksaan bukti permulaan dapat dilakukan terhadap satu, beberapa atau semua jenis 
        pajak.
    7.  Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan dengan pemeriksaan lapangan.
    8.  Pemeriksaan bukti permulaan yang menyangkut PPh badan atau PPh orang pribadi dapat 
        dilaksanakan terlebih dahulu sambil menunggu LP2, sedangkan pemeriksaan bukti permulaan
        yang tidak menyangkut PPh badan atau PPh orang pribadi tidak perlu LP2.
    9.  Pemeriksaan bukti permulaan tidak dapat dibatalkan atau dialihkan ke UP3 lain tanpa 
        persetujuan Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak.
    10. Kode jenis pemeriksaan untuk pemeriksaan bukti permulaan adalah 31.

II. Pengamatan
    1.  Setiap data, informasi, laporan, dan atau pengaduan yang diterima atau ditemukan harus 
        diterima atau ditemukan harus dianalisis dan dinilai terlebih dahulu mengenai mutu dan 
        bobotnya untuk ditentukan perlu tidaknya dilakukan pengamatan.
    2.  Pengamatan dilaksanakan oleh pengamat dengan Surat Perintah Pengamatan yang 
        ditandatangani oleh pejabat yang berwenang berdasarkan hasil analisis data, informasi, 
        laporan, dan atau pengaduan.
    3.  Dalam melaksanakan pengamatan, pengamat harus berusaha memperoleh tambahan bahan
        bukti mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan data, informasi, laporan, dan atau 
        pengaduan yang diperoleh.
    4.  Dalam melaksanakan tugasnya, pengamat dapat meminta keterangan dari pihak ketiga untuk
        menambah dan melengkapi data, informasi, laporan dan atau pengaduan yang telah ada.
    5.  Pengamat dilarang menjanjikan sesuatu kepada pemberi data atau informasi, pelapor, atau 
        pengadu dan wajib merahasiakan identitas sumber data, informasi, pelapor, atau pengadu 
        tersebut.
    6.  Pengamat tidak diperkenankan menyatakan identitasnya sebagai pengamat apabila dalam 
        melakukan pengamatan mengadakan kontak langsung dengan yang diamati.
    7.  Hasil pengamatan harus dituangkan dalam laporan Pengamatan.
    8.  Laporan Pengamatan dapat digunakan sebagai dasar untuk dilakukannya pemeriksaan atau 
        pemeriksaan bukti permulaan.

III.    Usul Pemeriksaan Bukti Permulaan
    1.  Kepala UP3 mengajukan usul pemeriksaan bukti permulaan kepada Kepala Kantor Wilayah 
        dengan tembusan Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak apabila ditemukan
        indikasi adanya tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan :
        a.  laporan pengamatan; atau
        b.  laporan pemeriksaan pajak; atau
        c.  hasil analisis data, informasi, laporan, atau pengaduan.
    2.  Usul pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana disebutkan pada angka 1 dapat pula 
        diajukan oleh Kasubdit Penyidikan kepada Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan
        Pajak.
    3.  Usul pemeriksaan bukti permulaan berdasarkan hasil analisis data, informasi, laporan, dan 
        atau pengaduan menggunakan formulir sebagaimana Lampiran 1.
    4.  Apabila usul pemeriksaan bukti permulaan berdasarkan angka 1 huruf a dan b disetujui maka :
        a.  pengamatan atau pemeriksaan pajak segera ditutup dengan membuat Laporan 
            Pengamatan atau Laporan Pemeriksaan Pajak;
        b.  khusus untuk pemeriksaan, DKHP yang telah diisi dikirimkan ke Direktorat 
            Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak; dan
        c.  pemeriksaan tidak ditindaklanjuti dengan penerbitan surat ketetapan pajak.

IV. Instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan
    1.  Instruksi pemeriksaan bukti permulaan diterbitkan oleh :
        a.  Kepala Kantor Wilayah berdasarkan usul Kepala UP3; atau
        b.  Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak berdasarkan usul Kasubdit 
            Penyidikan.
    2.  Dalam hal pemeriksaan bukti permulaan akan dilakukan melalui pemeriksaan ulang maka 
        instruksi diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
    3.  Dalam hal instruksi pemeriksaan bukti permulaan diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah 
        maka Kepala Kantor Wilayah mengirimkan tembusan instruksi pemeriksaan bukti permulaan
        dimaksud ke Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak.

V.  Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan
    1.  Pemeriksaan bukti permulaan dilaksanakan oleh :
        a.  Kantor Wilayah untuk Kantor Wilayah yang telah menerapkan sistem modern;
        b.  UP3 lengkap untuk Kantor Wilayah lainnya;
        c.  Kantor Pelayanan Pajak dalam kondisi tertentu misalnya pelaku tindak pidana di 
            bidang perpajakan akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti jika tidak
            segera ditindaklanjuti dan Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan telah memiliki
            data yang cukup untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan.
    2.  Tim pemeriksa terdiri dari beberapa orang pemeriksa yang salah satunya adalah Penyidik 
        Pajak. Apabila dalam lingkungan suatu Kanwil tidak ada Penyidik Pajaknya atau pemeriksaan
        bukti permulaan dilaksanakan oleh KPP maka pemeriksaan bukti permulaan dapat dilakukan 
        oleh tim pemeriksa tanpa Penyidik Pajak.
    3.  Bahan bukti yang diperoleh atau ditemukan dalam pemeriksaan bukti permulaan yang 
        menimbulkan dugaan kuat tentang terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan dan atau
        tindak pidana umum yang dilakukan oleh wajib pajak yang sedang diperiksa dan atau oleh
        pihak lain yang berkaitan dengan wajib pajak harus disimpan oleh Pemeriksa untuk 
        kepentingan penyidikan.

VI. Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan
    1.  Pemeriksaan Bukti permulaan harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak
        tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
    2.  Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak
        tanggal instruksi pemeriksaan bukti permulaan.
    3.  Apabila diperkirakan bahwa sampai dengan jangka waktu yang ditentukan pemeriksaan 
        belum diselesaikan, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu tersebut berakhir 
        kepala UP3 wajib menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian 
        pemeriksaan kepada pejabat yang memberikan instruksi.
    4.  Pejabat pemberi instruksi dapat memperpanjang jangka waktu pemeriksaan bukti permulaan
        sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    5.  Apabila perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sudah berakhir tetapi 
        pemeriksaan belum selesai maka pejabat pemberi instruksi menentukan tindak lanjut 
        pemeriksaan bukti permulaan tersebut dengan alternatif sebagai berikut :
        a.  membuat laporan sumir apabila misalnya sudah diterbitkan surat ketetapan pajak
            atau wajib pajak tidak ditemukan dengan dilampiri surat keterangan dari Lurah/
            Kepala Desa dan atau Pengelola Gedung; atau
        b.  mengusulkan penerbitan surat ketetapan pajak sesuai dengan data yang ada; atau
        c.  mengusulkan penyidikan.

VII.    Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan
    1.  Hasil pemeriksaan bukti permulaan harus dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti 
        Permulaan dengan menggunakan formulir sesuai ketentuan yang berlaku.
    2.  Dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan antara lain harus dicantumkan hal-hal sebagai 
        berikut :
        a.  penghitungan besarnya kerugian pada pendapatan negara;
        b.  modus operandi;
        c.  pasal yang dilanggar;
        d.  identitas calon tersangka atau para calon tersangka serta pengulangan tindak pidana
            di bidang perpajakan;
        e.  identitas calon pelaku pembantu;
        f.  identitas para calon saksi;
        g.  daftar barang bukti yang diperoleh;
        h.  simpulan dan usul pemeriksa.

VIII.   Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan
    1.  Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kepada pejabat yang menerbitkan 
        instruksi pemeriksaan bukti permulaan untuk ditelaah.
    2.  Dalam hal tindak lanjut pemeriksaan bukti permulaan berupa usul penerbitan surat ketetapan
        pajak dan disetujui oleh pejabat penerbit instruksi pemeriksaan bukti permulaan, pemeriksa
        menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada KPP untuk ditindaklanjuti.
    3.  Dalam hal hasil pemeriksaan bukti permulaan menunjukkan adanya indikasi tindak pidana
        umum atau lainnya, pemeriksa menyampaikan laporan kepada POLRI atau lembaga lainnya
        melalui Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak.
    4.  Dalam hal pemeriksaan bukti permulaan untuk seluruh jenis pajak dilakukan terhadap wajib
        pajak yang SPT Tahunan PPh-nya menyatakan lebih bayar sedangkan SPT Masa PPN tidak
        lebih bayar atau sebaliknya maka pemeriksaan bukti permulaan ditindaklanjuti dengan :
        a.  usul penerbitan surat ketetapan pajak untuk jenis pajak yang SPT-nya menyatakan
            lebih bayar sebelum tanggal jatuh tempo dengan membuat LPP parsial;
        b.  melanjutkan pemeriksaan bukti permulaan untuk jenis pajak lainnya sesuai 
            ketentuan.
    5.  Dalam hal tindak lanjut pemeriksaan bukti permulaan berupa usul penyidikan, laporan tetap
        dibuat sesuai dengan format yang ditentukan tanpa usul penerbitan surat ketetapan pajak.
    6.  Usulan penyidikan disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan 
        Pajak untuk penentuan layak tidaknya dilakukan penyidikan.
    7.  Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak menyampaikan usul untuk dilakukan 
        penyidikan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal hasil pemeriksaan bukti permulaan 
        layak untuk ditindaklanjuti dengan penyidikan.

IX. Penutup
    1.  Sepanjang tidak diatur tersendiri dalam surat edaran ini, tatacara pemeriksaan bukti 
        permulaan dilaksanakan dengan berpedoman pada :
        a.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 
            tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak atau penggantinya:
        b.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-272/PJ/2002 tanggal 17 Mei 2002 
            tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan 
            Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atau penggantinya;
        c.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 722/PJ./2001 tanggal 26 November 
            2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan atau penggantinya;
        d.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-17/PJ./2002 tanggal 9 Januari 2002 
            tentang Bentuk, Jenis, dan Kode Kartu, Formulir, Surat, dan Daftar yang Digunakan
            Dalam Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan atau Penggantinya.
    2.  Dengan diterbitkannya surat edaran ini, semua ketentuan mengenai pemeriksaan bukti 
        permulaan sebagaimana diatur pada angka romawi VIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
        Nomor SE-01/PJ.7/2003 tanggal 1 April 2003 tentang Kebijakan Pemeriksaan (Seri 
        Pemeriksaan 01-03) dinyatakan tidak berlaku lagi.

Demikian surat edaran ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

HADI POERNOMO
NIP. 060027375


Tembusan :
1.  Sekretaris Direktorat Jenderal
2.  Para direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
3.  Para tenaga pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.