DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               20 Februari 1997   

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 03/PJ.4/1997

                        TENTANG

          PETUNJUK PELAKSANAAN LEBIH LANJUT PP 27 TAHUN 1996 (SERI PPh UMUM NOMOR 44)

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan masih adanya pertanyaan mengenai penerapan pelaksanaan Peraturan Pemerintah 
Nomor 27 TAHUN 1996 bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang properti, maka guna kelancaran dalam 
pelaksanaannya dipandang perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai pelaksanaan sebagai berikut :

1.  Sejak diterbitkannya Surat Edaran ini Kepala KPP tidak diperkenankan untuk menerbitkan Surat 
    Keterangan Bebas (SKB) sebagaimana dimaksud pada butir 5.3 dan 5.4 Surat Edaran Direktur 
    Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.4/1996.

2.  Dengan tidak diterbitkannya SKB sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas, maka Wajib Pajak yang 
    akan membuat akta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan harus membayar PPh sesuai 
    dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996. Dalam hal pembayaran PPh pada tahun 1997 
    tersebut berkaitan dengan penghasilan yang telah diakui pada tahun pajak sebelumnya maka Wajib 
    Pajak dapat mengajukan permohonan restitusi pada akhir tahun pajak yang bersangkutan. Untuk 
    dapat mengajukan restitusi Wajib Pajak harus dapat membuktikan penghasilan tersebut telah diakui 
    sebagai penghasilan pada tahun sebelumnya. Restitusi di KPP dilakukan sesuai dengan Surat Edaran 
    Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-31/PJ.2/1988 tanggal 6 September 1988 tentang pengembalian 
    kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

3.  Apabila ada beberapa perusahaan membentuk usaha bersama, yaitu Joint Operation (JO), konsorsium 
    atau bentuk lainnya untuk mengembangkan suatu kawasan, maka pengalihan hak atas tanah dan/atau 
    bangunan dilakukan atas nama pemilik tanah atas nama perusahaan yang melakukan pengalihan hak 
    atas tanah dan/atau bangunan q.q. JO.

4.  Apabila terjadi pembatalan penjualan/pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau terjadi 
    kesalahan penerapan tarif yang seharusnya terkena PPh  yang bersifat final 2% dibayar 5%, maka 
    jumlah PPh yang telah dibayarkan tidak dapat dipindahbukukan atau dikompensasikan kepada unit 
    tanah dan/atau bangunan lainnya. Atas jumlah PPh tersebut dapat diajukan permohonan restitusi 
    sesuai dengan ketentuan pada butir 2. Perlu ditegaskan disini bahwa atas uang muka yang tidak 
    dikembalikan kepada konsumen sebagai akibat pembatalan penjualan, dikenakan PPh yang bersifat 
    final sebesar 5% dari jumlah uang muka yang tidak dikembalikan tersebut.

5.  Sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996 PPh yang bersifat final mulai 
    diberlakukan 1 Januari 1996. Apabila Wajib Pajak mempunyai tahun buku yang berbeda dengan 
    tahun takwim, maka dalam menghitung penghasilan ataupun biaya untuk tahun buku yang berakhir 
    dalam tahun 1996 adalah sebagai berikut :
    Penghasilan yang diterima atau diperoleh dan biaya yang dikeluarkan atau terutang dalam masa 
    tahun takwim 1995 dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, sedangkan penghasilan dan biaya selama 
    tahun takwim 1996 karena sudah dikenakan PPh yang bersifat final tidak perlu dilaporkan dalam 
    SPT tahunan PPh.

    Walaupun demikian Wajib Pajak tetap diwajibkan untuk melampirkan laporan keuangan (neraca dan 
    daftar laba rugi tahun buku tersebut) atas seluruh tahun buku yang bersangkutan. Khusus untuk 
    biaya penyusutan yang dapat dibebankan dalam SPT Tahunan PPh adalah sesuai dengan proporsi 
    masa tahun takwim 1995 yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh yang bersangkutan.

    Contoh :
    1.  Tahun buku 1 April sampai dengan 31 Maret
        -   Penghasilan dan biaya selama : 1 April '95 - 31 Desember '95. dilaporkan dalam SPT 
            Tahunan PPh Tahun 1995, karena penghasilan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan 
            berdasarkan tarif umum sesuai dengan Pasal 17 Undang-undang Nomor 10 Tahun 
            1994.
        -   Sedangkan penghasilan dan biaya pada : 1 Januari '96 - 31 Maret '96, tidak perlu 
            dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun 1995, karena atas penghasilan tersebut 
            dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
        -   Biaya Penyusutan yang dapat dibebankan dalam SPT Tahunan PPh Tahun 1995 adalah :
            9/12 x Biaya Penyusutan 1 (satu) Tahun.

    2.  Tahun buku 1 Oktober sampai dengan 30 September
        -   Penghasilan dan biaya selama : 1 Oktober - 31 Desember '95, dilaporkan dalam SPT 
            Tahunan PPh Tahun 1996, karena penghasilan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan 
            berdasarkan tarif umum sesuai dengan Pasal 17 Undang-undang Nomor 10 Tahun 
            1994.
        -   Sedangkan penghasilan dan biaya pada : 1 Januari '96 - 30 September '96, tidak 
            perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun 1996, karena atas penghasilan 
            tersebut dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
        -   Biaya Penyusutan yang dapat dibebankan dalam SPT Tahunan PPh Tahun 1996 adalah :
            3/12 x Biaya Penyusutan 1 (satu) Tahun.

Demikian untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL 

ttd

Fuad Bawazier