DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 4 Februari 2003

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 02/PJ.42/2003

                        TENTANG

    KEWAJIBAN MENCANTUMKAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DALAM SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN
    WAJIB PAJAK BADAN BAGI PEMEGANG SAHAM/PEMILIK MODAL, PENGURUS DAN KOMISARIS

                                                     DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 394/PJ./2002 tanggal 
30 Agustus 2002 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, Surat 
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak 
Penghasilan Pasal 21, Beserta Petunjuk Pengisiannya, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan 
    Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang 
    Nomor 16 Tahun 2000, setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal 
    Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan 
    kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

2.  Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf a Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 
    (UU PPh), yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di 
    Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) 
    hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak 
    berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

3.  Berdasarkan Pasal 8 UU PPh, diatur bahwa:
    (1) Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau 
        pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun 
        sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) 
        dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-
        mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak 
        berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan 
        usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
    (2) Penghasilan suami-isteri dikenakan pajak secara terpisah apabila:
        a.  suami-isteri telah hidup terpisah;
        b.  dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta 
            dan penghasilan.
    (3) Penghasilan netto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dikenakan 
        pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami-isteri, dan besarnya pajak yang 
        harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan 
        penghasilan netto mereka.
    (4) Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya, kecuali 
        penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang 
        mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf c.

4.  Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001 tanggal 
    21 Pebruari 2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara 
    Pendaftaran Dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Serta Pengukuhan Dan Pencabutan 
    Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau 
    pekerjaan bebas, apabila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya 
    telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh 
    Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

4.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut:
    a.  Bagi pemegang saham/pemilik modal serta pengurus dan komisaris yang merupakan Wajib 
        Pajak dalam negeri dan menerima atau memperoleh penghasilan yang melebihi Penghasilan 
        Tidak Kena Pajak wajib mencantumkan NPWP dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan wajib 
        Pajak Badan.
    b.  Bagi pemegang saham/pemilik modal serta pengurus dan komisaris yang tidak bertempat 
        tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh 
        tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan atau menerima atau memperoleh 
        penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui 
        bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak wajib mencantumkan NPWP dalam SPT Tahunan 
        Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
    c.  Bagi istri yang tidak mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dengan suami 
        dan bagi anak yang belum dewasa yaitu anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun 
        dan belum pernah menikah, yang menjadi pemegang saham/pemilik modal dan atau 
        pengurus dan komisaris, wajib mencantumkan NPWP suami/bapak dalam SPT Tahunan Pajak 
        Penghasilan Wajib Pajak Badan.
    d.  Apabila dalam mengisi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dibantu konsultan
        pajak, Wajib Pajak diwajibkan untuk mengisi identitas konsultan pajak (Nama dan NPWP).

Demikian untuk diketahui serta disebarluaskan kepada seluruh Wajib Pajak yang terdaftar di masing-masing 
Kantor Pelayanan Pajak.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO