DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      1 April 2003

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 01/PJ.7/2003

                        TENTANG

                KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK (SERI PEMERIKSAAN 01 - 03)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemeriksaan pajak, maka dipandang perlu untuk 
mengatur kebijakan pemeriksaan pajak, sebagai berikut :

I.  Umum
    A.  Jenis Pemeriksaan
        Jenis pemeriksaan terdiri dari:
        1.  Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib 
            Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.
        2.  Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib 
            Pajak yang terpilih berdasarkan skor resiko kepatuhan secara komputerisasi.
        3.  Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak 
            sehubungan dengan adanya informasi, data, laporan atau pengaduan yang berkaitan 
            dengannya serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan tertentu.
        4.  Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas cabang, 
            perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili.
        5.  Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang 
            dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis 
            pajak dan atau untuk mengumpulkan data dan atau keterangan untuk tujuan tertentu.
        6.  Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan 
            bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang 
            perpajakan.
        7.  Pemeriksaan Terintegrasi, yaitu pemeriksaan terkoordinasi dari dua atau lebih unit 
            pemeriksaan terhadap beberapa Wajib Pajak yang memiliki hubungan kepemilikan, 
            penguasaan, pengelolaan, usaha dan atau finansial.
        8.  Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak (Delinquency Audit), yaitu pemeriksaan 
            yang dilaksanakan untuk mendapatkan data mengenai harta Wajib Pajak/Penanggung 
            Pajak yang merupakan objek sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak 
            sesuai dengan Undang-undang Penagihan dengan Surat Paksa.

    B.  Ruang Lingkup Pemeriksaan
        Ruang Lingkup Pemeriksaan terdiri dari:
        1.  Pemeriksaan Lapangan dilakukan di tempat Wajib Pajak atas satu, beberapa atau 
            seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya. 
            Pemeriksaan Lapangan dapat dibedakan menjadi:
            a.  Pemeriksaan Lengkap (PL) adalah Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan 
                terhadap Wajib Pajak, termasuk kerjasama operasi dan konsorsium, atas 
                seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya, 
                yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang 
                lazim digunakan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan;

            b.  Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah Pemeriksaan Lapangan yang 
                dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk satu, beberapa atau seluruh jenis 
                pajak secara terkoordinasi antar Seksi oleh Kepala Kantor, dalam tahun 
                berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya, yang dilaksanakan dengan 
                menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut 
                keadaan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan.

        2.  Pemeriksaan Kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan di KPP atau KP4 (tertentu) 
            Direktorat Jenderal Pajak atas satu atau beberapa jenis pajak secara terkoordinasi 
            antar Seksi oleh Kepala Kantor, dalam tahun berjalan dan atau tahun-tahun 
            sebelumnya. Pemeriksaan Kantor hanya dapat dilaksanakan dengan Pemeriksaan 
            Sederhana Kantor (PSK).

    C.  Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan

        1.  Untuk meningkatkan produktivitas, jangka waktu penyelesaian pemeriksaan 
            ditetapkan sebagai berikut:
            a.  Pemeriksaan Lengkap (PL)
                1)  PL harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, terhitung 
                    sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh 
                    Wajib Pajak;
                2)  PL yang dilaksanakan berdasarkan instruksi dari Direktur 
                    Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak (Direktur P4) harus 
                    diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana 
                    tersebut dalam instruksi dimaksud;

            b.  Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL)
                1)  PSL harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung 
                    sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh 
                    Wajib Pajak;
                2)  PSL yang dilaksanakan berdasarkan instruksi dari Direktur P4 harus 
                    diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana 
                    tersebut dalam instruksi dimaksud;

            c.  Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK)
                PSK harus diselesaikan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu, terhitung 
                sejak saat Surat Panggilan Pemeriksaan dikirimkan kepada Wajib Pajak.

        2.  Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan seperti tersebut di atas tidak dapat diubah 
            meskipun terjadi pergantian Pemeriksa Pajak.

        3.  Dalam rangka pelaksanaan pengawasan atas waktu penyelesaian pemeriksaan, 
            Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak (Ka. UP3) harus melaporkan Surat 
            Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak yang telah diterima oleh Wajib Pajak dan Surat 
            Panggilan yang telah dikirim ke Wajib Pajak kepada Ka Kanwil DJP atasannya. 
            Daftar dibuat setiap bulan dan dikirimkan kepada Ka Kanwil DJP atasannya paling 
            lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya dengan menggunakan formulir seperti 
            pada Lampiran 1.

        4.  Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan
            a.  Berdasarkan permintaan, Kepala Kanwil DJP atau Direktur P4 dapat 
                memperpanjang jangka waktu penyelesaian PL, PSL dan PSK dengan 
                ketentuan sebagai berikut:
                1)  Permintaan perpanjangan harus diajukan sebelum jangka waktu 
                    penyelesaian PL, PSL atau PSK berakhir dengan mempergunakan 
                    Formulir Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu 
                    Penyelesaian Pemeriksaan seperti pada lampiran 2 dan disertai 
                    Laporan Kemajuan Pemeriksaan (audit progress report).

                2)  Perpanjangan dapat diberikan paling lama 6 (enam) bulan untuk PL 
                    atau 1 (satu) bulan untuk PSL atau 2 (dua) minggu untuk PSK, 
                    kecuali terdapat indikasi transfer pricing, dengan mempergunakan 
                    Formulir Surat Persetujuan atau Penolakan Perpanjangan Jangka 
                    Waktu Penyelesaian Pemeriksaan seperti pada Lampiran 3.

            b.  Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan 
                dibuat oleh:
                1)  Kepala KPP atau Karikpa atau Supervisor pada Kelompok Fungsional 
                    Kanwil DJP dan dikirimkan kepada Kepala Kanwil DJP;
                2)  Supervisor pada Kelompok Fungsional KP DJP dan dikirimkan kepada 
                    Direktur P4.

            c.  Untuk Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasar Instruksi Direktur P4 
                maka Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian 
                Pemeriksaan dibuat oleh Kepala UP3 dan dikirimkan kepada Direktur P4.

            d.  Apabila terdapat transaksi transfer pricing, jangka waktu pemeriksaan 
                dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun.

        5.  Apabila perpanjangan tidak disetujui, Direktur P4 atau Kepala Kanwil menentukan 
            tindak lanjut pemeriksaan.

        6.  Apabila jangka waktu maksimal terlampaui, Kepala UP3 harus menentukan tindak 
            lanjut pemeriksaan (sumier, pembahasan akhir sesuai data, bukti permulaan) dan 
            terhadap pemeriksa diberikan tegoran.

        7.  Kepala Kantor Wilayah DJP setiap triwulan harus melaporkan pemeriksaan yang tidak 
            dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan ke Kantor Pusat  
            DJP c.q. Direktur P4 untuk dievaluasi lebih lanjut dengan menggunakan Surat 
            Pengantar dan formulir sebagaimana pada Lampiran 4.

    D.  Perluasan Pemeriksaan

        1.  Kriteria Perluasan Pemeriksaan:
            Perluasan pemeriksaan dilaksanakan dalam hal:
            a.  SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyatakan adanya 
                kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dilakukan 
                pemeriksaan;
            b.  sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur P4.

        2.  Perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf D butir 1.a dilaksanakan 
            setelah Direktur P4 menerbitkan LP2 berdasarkan pemberitahuan tentang adanya 
            SPT PPh dengan kompensasi kerugian dan belum pernah diperiksa.

        3.  Khusus untuk Pemeriksaan yang SPT Tahunan PPh-nya menunjukkan Lebih Bayar, 
            perluasan pemeriksaan sebagaimana huruf D butir 1.a dapat dilakukan sambil 
            menunggu penerbitan LP2.

        4.  Pemberitahuan perluasan sebagaimana huruf D butir 1.a dilakukan oleh Kepala UP3 
            yang melakukan pemeriksaan untuk tahun pajak lainnya dengan menggunakan 
            formulir Surat Pemberitahuan Pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Rugi seperti pada 
            Lampiran 5.

        5.  Perluasan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam huruf D butir 1.b langsung 
            diberikan kepada UP3 yang ditunjuk dengan dilampiri LP2 untuk tahun pajak yang 
            diinstruksikan.

    E.  Pemeriksaan Ulang

        1.  Pemeriksaan Ulang dapat dilaksanakan dalam hal:
            a.  terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak dapat diduga melakukan tindak pidana
                di bidang perpajakan;
            b.  terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang dapat 
                mengakibatkan penambahan pajak terutang atau mengurangi kerugian yang 
                dapat dikompensasi.

        2.  Sesuai dengan penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 
            tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah 
            terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, yang dimaksud dengan 
            data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan 
            untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak belum 
            diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan 
            dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang 
            diserahkan pada waktu pemeriksaan. Sedangkan yang dimaksud dengan data yang 
            semula belum terungkap adalah data atau keterangan lain mengenai segala 
            sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak terutang, yang:
            a.  Tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta 
                lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan atau

            b.  Pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak 
                mengungkapkan data dan atau memberikan keterangan lain secara benar,
                lengkap dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan 
                ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam 
                menghitung jumlah pajak yang terutang.

        3.  Direktur Jenderal Pajak dengan pertimbangan tertentu dapat memberikan Instruksi 
            Pemeriksaan Ulang kepada UP3 yang ditunjuk.

        4.  Prosedur usulan Pemeriksaan Ulang
            a.  Kepala KPP atau Karikpa mengajukan usul untuk melakukan Pemeriksaan 
                Ulang terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria kepada Kepala Kanwil 
                DJP atasannya;

            b.  Berdasarkan usul KPP atau Karikpa atau usul dari Kanwil DJP sendiri, Kepala 
                Kanwil DJP dapat mengajukan usul untuk melakukan Pemeriksaan Ulang 
                kepada Direktur P4;

            c.  Setiap pengajuan usul untuk melakukan Pemeriksaan Ulang harus disertai 
                dengan alasan yang jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukung serta 
                ringkasan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan untuk tahun pajak yang 
                sama dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 6;

            d.  Berdasarkan pertimbangan Direktur P4, usul Pemeriksaan Ulang yang 
                diajukan oleh Kepala Kanwil DJP akan diteruskan kepada Direktur Jenderal 
                Pajak untuk mendapat persetujuan;

            e.  Instruksi untuk melakukan Pemeriksaan Ulang diberikan oleh Direktur 
                Jenderal Pajak dengan mempertimbangkan alasan penyebab diajukannya 
                usul pemeriksaan dengan menggunakan formulir pada lampiran 7.

        5.  Pelaksanaan Pemeriksaan Ulang
            a.  Pemeriksaan Ulang dapat meliputi seluruh jenis pajak (all taxes), beberapa 
                jenis pajak atau satu jenis pajak (single tax) walaupun data baru atau data 
                yang belum terungkap atau data lain hanya mencakup jenis-jenis pajak 
                tertentu saja.
            b.  Pemeriksaan Ulang harus dilaksanakan melalui Pemeriksaan Lapangan.
            c.  Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan pembahasan 
                akhir (closing conference) baru dapat dilakukan setelah hasil pemeriksaan 
                tersebut dibahas (di review) dan disetujui oleh Direktur P4.

    F.  Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2)

        1.  Penerbitan LP2 dilakukan melalui program Aplikasi Penerbitan LP2 yang ditentukan 
            oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

        2.  Karena Kantor Wilayah DJP belum seluruhnya dapat terhubung (on line) dengan 
            Kantor Pusat DJP, untuk sementara waktu seluruh LP2 diterbitkan oleh 
            Direktorat P4.

        3.  Direktorat P4 segera menerbitkan LP2 berdasarkan:
            a.  Alokasi Daftar Nominatif Wajib Pajak Rutin;
            b.  Alokasi Daftar Nominatif Wajib Pajak Kriteria Seleksi;
            c.  Instruksi/persetujuan Pemeriksaan Khusus atau Pemeriksaan Ulang;
            d.  Pemberitahuan Perluasan Pemeriksaan;
            e.  Instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan.

        4.  LP2 diterbitkan dalam rangkap 4 (empat) dan seluruhnya dikirimkan kepada UP3 yang 
            akan melaksanakan pemeriksaan dengan menggunakan Surat Pengantar Pengiriman 
            LP2.

        5.  Surat Pengantar Pengiriman LP2 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dan dikirimkan 
            kepada:
            a.  Kepala UP3 dalam 2 (dua) rangkap, dan 1 (satu) rangkap berfungsi sebagai 
                tanda terima yang dikembalikan ke Direktorat P4;
            b.  Kepala KPP dan atau Karikpa terkait;
            c.  Kepala Kantor Wilayah DJP, dalam hal UP3 bukan Kantor Wilayah DJP yang 
                bersangkutan;
            d.  Arsip Direktorat P4.
        
        6.  Setiap pemeriksaan yang mencakup SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau 
            Badan, baik Pemeriksaan Lapangan (PL/PSL) maupun Pemeriksaan Kantor (PSK), 
            harus dilaksanakan berdasarkan LP2.

        7.  Pemeriksaan yang dapat dilaksanakan tanpa LP2, antara lain pemeriksaan terhadap:
            a.  Bentuk Kerjasama Operasi (KSO) dan sejenisnya;
            b.  Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang 
                menyatakan lebih bayar;
            c.  Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT PPh Pasal 21 selama 2 (dua) 
                tahun berturut-turut;
            d.  Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari 
                suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (baik meminta restitusi 
                maupun kompensasi);
            e.  Wajib Pajak yang melakukan kegiatan membangun sendiri dengan 
                pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak 
                dilaksanakan sebagaimana mestinya;
            f.  Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Masa PPN dalam tahun berjalan 
                selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun pajak;
            g.  Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang 
                menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) 
                sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan 
                pemungut PPN;
            h.  Wajib Pajak sehubungan dengan adanya data, termasuk data PBB dan atau 
                BPHTB, yang dapat dimanfaatkan untuk ekstensifikasi Wajib Pajak dan atau 
                Pengusaha Kena Pajak (PKP);
            i.  Wajib Pajak yang mengajukan suatu permohonan sehubungan dengan 
                pelaksanaan kewajiban perpajakannya, antara lain permohonan pemberian 
                NPWP, Pengusaha Kena Pajak (PKP), keberatan atau banding, penentuan 
                Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil, dan pemusatan    tempat terutang 
                PPN, serta untuk tujuan lain seperti : penentuan jumlah angsuran pajak 
                dalam suatu masa pajak bagi Wajib Pajak baru, pengumpulan bahan guna 
                penyusunan Norma Penghitungan, pencocokan data dan atau alat 
                keterangan;
            j.  Wajib Pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
            k.  Wajib Pajak sehubungan dengan Pemeriksaan Lokasi dan atau Tahun 
                Berjalan.

        8.  Dalam hal terjadi pengalihan atau pembatalan pemeriksaan, LP2 yang telah diterima 
            untuk pemeriksaan dimaksud harus dikembalikan ke Unit yang menerbitkan.

    G.  Standar Prestasi

        1.  Standar prestasi setiap pemeriksa per tahun ditetapkan sebagai berikut:
            a.  Untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak di Lingkungan Kanwil XIX DJP WP 
                Besar sejumlah 4 (empat) LPP;
            b.  Untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan 
                Lengkap di lingkungan Kanwil VII Jakarta Raya Khusus DJP dan Kantor Pusat 
                DJP sejumlah 6 (enam) LPP;
            c.  Untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan 
                Lengkap di lingkungan Kanwil DJP lainnya sejumlah 8 (delapan) LPP;
            d.  Untuk Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil 
                VII Jakarta Raya Khusus DJP sejumlah 15 (lima belas) LPP;
            e.  Untuk Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil 
                DJP lainnya sejumlah 20 (dua puluh) LPP.

        2.  Standar prestasi tersebut di atas akan dievaluasi untuk penyesuaian setiap tahun 
            sesuai dengan kebutuhan.

II. Pemeriksaan Rutin

    A.  Kriteria Pemeriksaan Rutin
    
        1.  Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan:
            a.  SPT Tahunan PPh yang menyatakan Lebih Bayar;
            b.  SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar;
            c.  SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan 
                tahun buku atau metode pembukuan yang telah disetujui oleh Direktur 
                Jenderal Pajak;
            d.  SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan penilaian 
                kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak;
            e.  SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan 
                penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha, atau likuidasi. 
                Pemeriksaan dalam rangka likuidasi dilakukan terhadap Wajib Pajak yang 
                mengajukan permohonan pembubaran dengan melampirkan Laporan 
                Keuangan Likuidasi atau diketahui dari media massa bahwa Wajib Pajak akan 
                melakukan likuidasi;
            f.  SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi yang pelaksanaan pemeriksaannya 
                dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya;
            g.  SPT Tahunan PPh yang termasuk dalam kelompok NE selama 2 tahun 
                berturut-turut;
            h.  SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan Lebih Bayar;
            i.  SPT Masa PPN yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang 
                menyatakan Lebih Bayar baik restitusi maupun kompensasi;
            j.  SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang menyatakan meminta 
                pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terutama sehubungan 
                dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut 
                PPN.

        2.  Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak menyampaikan:
            a.  SPT Tahunan PPh walaupun telah dikirimkan Surat Teguran dan tidak 
                mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT, termasuk SPT 
                kembali pos (kempos);
            b.  SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
            c.  SPT Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut 
                dari suatu tahun pajak.

        3.  Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan melakukan kegiatan membangun sendiri yang 
            pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan 
            sebagaimana mestinya.

        4.  Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas atau Wajib 
            Pajak Badan yang mengajukan permohonan pencabutan NPWP; atau perubahan 
            tempat terdaftarnya Wajib Pajak dari suatu KPP ke lain KPP.

        5.  Wajib Pajak Orang Pribadi menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyalahi 
            ketentuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

        6.  Data Prioritas dan atau Alat Keterangan.

        7.  Terdapat Kerjasama Operasi (KSO) atau Konsorsium.

        8.  Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.

        9.  Pemusatan tempat terutang PPN.

        10. Pemeriksaan dalam rangka ekstensifikasi.

    B.  Daftar Nominatif Wajib Pajak

        1.  Setiap bulan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) membuat Daftar Nominatif Wajib 
            Pajak yang akan diperiksa melalui Pemeriksaan Rutin paling lambat tanggal 15 bulan 
            berikutnya dan mengirimkannya kepada Kepala Kanwil DJP atasannya tanpa 
            tembusan ke Direktorat P4 dengan menggunakan formulir Daftar Nominatif Wajib 
            Pajak seperti pada Lampiran 8.

        2.  Berdasarkan Daftar Nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa, Kepala Kanwil DJP 
            membuat alokasi UP3 dan mengirimkan daftar alokasi tersebut kepada UP3 yang 
            bersangkutan dengan tembusan Direktur P4 untuk diterbitkan LP2.

        3.  Pemeriksaan atas SPT Lebih Bayar, SPT Rugi Tidak Lebih Bayar, WP pindah/
            pencabutan NPWP dan penggabungan/pemekaran/pengambilalihan usaha/likuidasi 
            sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.a, 1.b, 1.e dan huruf A butir 4 dapat 
            dilaksanakan terlebih dahulu sambil menunggu diterbitkannya LP2. LP2 akan langsung 
            dikirim ke UP3 yang telah ditentukan.

    C.  Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak

        1.  Pemeriksaan Rutin dilaksanakan melalui PL, PSL atau PSK dalam hal:
            a.  SPT Tahunan PPh menyatakan Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam 
                huruf A butir 1.a;
            b.  Terdapat data prioritas dan atau alat keterangan sebagaimana dimaksud 
                dalam huruf A butir 6;
            c.  Kerjasama Operasi (KSO) atau konsorsium sebagaimana dimaksud dalam 
                huruf A butir 7;
            d.  SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi yang pelaksanaan pemeriksaannya 
                dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya 
                sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.f.

        2.  UP3 sebagaimana dimaksud dalam butir 1 ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP 
            terkait dengan memperhatikan volume pekerjaan pada masing-masing UP3.

        3.  Pemeriksaan Rutin dilaksanakan melalui PSL meliputi satu tahun pajak atau seluruh 
            masa pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan dalam hal:
            a.  SPT Tahunan PPh menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar sebagaimana 
                dimaksud dalam huruf A butir 1.b;
            b.  SPT Tahunan PPh kelompok Non Efektif (NE) selama 2 (dua) tahun berturut-
                turut sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.g;
            c.  SPT Tahunan PPh tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana 
                tercantum dalam Surat Teguran, termasuk SPT kembali pos sebagaimana 
                dimaksud dalam huruf A butir 2.a;
            d.  SPT Tahunan PPh Pasal 21 tidak disampaikan selama 2 (dua) tahun 
                berturut-turut sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 2.b;
            e.  SPT Masa PPN tidak disampaikan dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan 
                berturut-turut dari suatu tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf A 
                butir 2.c;
            f.  Wajib Pajak melakukan kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud 
                dalam huruf A butir 3;
            g.  Wajib Pajak mengajukan permohonan pencabutan NPWP atau perubahan 
                tempat terdaftar dari satu KPP ke KPP lainnya sebagaimana dimaksud dalam 
                huruf A butir 4;
            h.  SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi menyalahi ketentuan 
                penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud 
                dalam huruf A butir 5;
            i.  Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil sebagaimana     dimaksud 
                dalam huruf A butir 8;
            j.  Pemusatan tempat terutang PPN sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 
                9;
            k.  Dalam rangka ekstensifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 10.

        4.  Pemeriksaan Rutin dapat dilaksanakan dengan PSL atau PSK dalam hal:
            a.  SPT Tahunan PPh Pasal 21 menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud 
                dalam huruf A butir 1.h;
            b.  SPT Masa PPN yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak menyatakan 
                lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.i;
            c.  SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) menyatakan restitusi sehubungan 
                dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut 
                PPN sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.j.

        5.  Pemeriksaan Rutin dilaksanakan dengan PL dalam hal:
            a.  SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun buku 
                sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.c;
            b.  SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang melakukan revaluasi sebagaimana 
                dimaksud dalam huruf A butir 1.d;
            c.  SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang melakukan penggabungan, pemekaran 
                atau pengambilalihan usaha atau likuidasi sebagaimana dimaksud pada huruf 
                A butir 1.e, kecuali likuidasi perusahaan yang tidak berbentuk perseroan 
                yang dapat dilaksanakan melalui PSL.

    D.  Koordinasi Pelaksanaan Pemeriksaan

        1.  Dalam hal Wajib Pajak selain memenuhi kriteria pemeriksaan rutin sebagaimana 
            dimaksud dalam angka II huruf A butir 1.a, 1.f, 6 dan 7 juga memenuhi kriteria 
            Pemeriksaan Rutin yang dilaksanakan oleh UP3 lengkap sebagaimana diatur dalam 
            huruf A butir 1.c, 1.d dan 1.e, maka pemeriksaan untuk tahun yang bersangkutan 
            dilakukan melalui pemeriksaan lengkap, kecuali untuk pemeriksaan yang berkenaan 
            dengan likuidasi perusahaan yang berbentuk bukan perseroan terbatas dengan unit 
            pelaksana ditentukan oleh Kepala Kanwil DJP atasannya.

        2.  Apabila terjadi benturan pemeriksaan selain yang diatur dalam butir 1 di atas maka 
            pemeriksaan dilakukan oleh UP3 yang telah lebih dulu menyampaikan Surat 
            Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak kepada WP, kecuali ditentukan lain oleh Direktur 
            P4.

        3.  Pemeriksaan Rutin atas SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi yang 
            pemeriksaannya dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak 
            lainnya (angka II huruf A butir 1.f) dilaksanakan oleh UP3 yang melakukan 
            pemeriksaan tahun pajak lainnya tersebut.

        4.  Dalam hal atas SPT PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN yang menyatakan Lebih 
            Bayar dilakukan Pemeriksaan Rutin oleh UP3 Lokasi dan pada saat bersamaan 
            diperiksa juga oleh UP3 Domisili maka pemeriksaan oleh UP3 Lokasi diteruskan 
            sepanjang UP3 Domisili tidak meminta kepada UP3 Lokasi untuk menghentikan 
            pemeriksaan tersebut.

    E.  Pemeriksaan Sederhana Lapangan atas Penghapusan atau Pencabutan NPWP/NPPKP

        1.  PSL atas penghapusan atau pencabutan NPWP/NPPKP dapat dilakukan terhadap:
            a.  Wajib Pajak yang berpindah tempat terdaftarnya dari KPP ke KPP lainnya 
                sebagai akibat berubahnya status Wajib Pajak (misalnya Wajib Pajak PMA 
                menjadi WP Masuk Bursa);
            b.  Wajib Pajak yang berpindah alamat dari wilayah satu KPP ke KPP lainnya;
            c.  Wajib Pajak BUT atau Wajib Pajak Luar Negeri yang sudah bubar atau 
                terdapat tanda-tanda akan bubar atau meninggalkan Indonesia untuk 
                seterusnya.

        2.  Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan 1.b dilakukan PSL 
            oleh KPP Lama dengan ketentuan bahwa Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi yang 
            menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, terbatas untuk tahun atau 
            tahun-tahun pajak yang belum diperiksa. Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang 
            tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, tidak dilakukan pemeriksaan.

        3.  PSL sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan berdasarkan:
            a.  Surat Pemberitahuan Pindah yang disampaikan oleh Wajib Pajak yang 
                bersangkutan ke KPP lama; atau
            b.  Tembusan Surat Pemberitahuan Pindah dalam hal Surat Pemberitahuan 
                Pindah tersebut disampaikan langsung oleh Wajib Pajak yang bersangkutan 
                ke KPP baru.

        4.  Hasil PSL oleh KPP lama ditindaklanjuti dengan:
            a.  Dalam hal Surat Pemberitahuan telah terdaftar di KPP baru telah diterima 
                dari KPP baru sebelum LPP dan NPP selesai dibuat, mengirimkan LPP dan 
                Nota Penghitungan Pajak (NPP) ke KPP baru untuk diterbitkan surat 
                ketetapan pajak, dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal 
                pembahasan akhir,.
            b.  Dalam hal Surat Pemberitahuan telah terdaftar di KPP Baru belum diterima 
                oleh KPP Lama atau UP3, menerbitkan surat ketetapan pajak segera setelah 
                LPP dan NPP selesai dibuat.

    F.  Ketentuan Lain-lain

        1.  Dalam hal pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh WP OP/Badan yang menyatakan lebih 
            bayar ditemukan adanya indikasi transfer pricing yang belum dapat diungkap dalam 
            jangka waktu penyelesaian SPT LB (12 bulan) maka surat ketetapan pajak harus 
            diterbitkan dan pemeriksaan terhadap Wajib pajak dimaksud dapat dilanjutkan 
            dengan pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak.

        2.  LPP dari Pemeriksaan Rutin atas kerjasama operasi dan konsorsium agar 
            disampaikan juga kepada semua Kepala KPP tempat para anggota kerjasama operasi 
            terdaftar sebagai WP (KPP Domisili) untuk ditindaklanjuti.

        3.  Dalam hal hasil pemeriksaan UP3 lengkap terhadap Wajib Pajak sebagaimana 
            dimaksud dalam angka II huruf A butir 1.e mengusulkan untuk dilakukan pencabutan 
            NPWP dan atau NPPKP maka KPP terkait, setelah Wajib Pajak melunasi tunggakan 
            pajaknya, harus segera menindaklanjuti dengan pencabutan NPWP dan atau NPPKP 
            tanpa melakukan pemeriksaan.

        4.  Dalam hal Wajib Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti sebagai penerbit 
            faktur pajak fiktif agar segera dilakukan pencabutan NPPKP.

        5.  Untuk tujuan penerbitan LP2, Pemeriksaan Rutin diberi kode dengan nomor 
            sebagaimana tercantum dalam Lampiran 9.

III Pemeriksaan Kriteria Seleksi

    A.  Umum

        1.  Pemeriksaan kriteria seleksi dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak 
            Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem kriteria seleksi.

        2.  Pemeriksaan kriteria seleksi difokuskan terhadap Wajib Pajak yang dikategorikan 
            sebagai Wajib Pajak Besar dan Menengah baik skala nasional, regional maupun 
            lokal.

        3.  Penetapan Wajib Pajak Besar dan Menengah dilaksanakan oleh Kantor Pusat DJP 
            berdasarkan jumlah peredaran usaha dan jumlah pajak yang dibayarkan serta 
            elemen-elemen pertimbangan lainnya.

        4.  Data yang dipergunakan sebagai dasar penetapan adalah data yang terdapat dalam 
            Sistem Informasi Perpajakan. Untuk menjamin validitas data tersebut para Kepala 
            Kantor Wilayah DJP bertanggung jawab untuk mengawasi proses input data SPT yang 
            dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak yang ada di wilayahnya.

        5.  Pemeriksaan kriteria seleksi harus dilakukan melalui PL atau PSL.

    B.  Alokasi

        1.  Terhadap Wajib Pajak yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak Besar dan Menengah 
            proses seleksi dilakukan oleh Tim Alokasi Pemeriksaan Kantor Pusat DJP dengan 
            menggunakan Sistem Kriteria Seleksi.

        2.  Pengiriman Daftar Wajib Pajak untuk diperiksa dilakukan secara bertahap setiap tiga 
            bulan oleh Direktur P4 kepada masing-masing Kepala Kantor Wilayah DJP paling 
            lambat setiap akhir triwulan tahun berjalan (April, Juli, Oktober dan Januari).

        3.  Kepala Kantor Wilayah DJP harus menyusun Tim Alokasi Pemeriksaan pada Tingkat 
            Kantor Wilayah (Tim Alokasi Kanwil). Tim Alokasi Kanwil diketuai oleh Kepala Bidang 
            Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak dan beranggotakan Pejabat dan Staf 
            pada Bidang tersebut. Pedoman pelaksanaan tugas Tim Alokasi Kanwil adalah 
            sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10.

        4.  Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Besar harus dilakukan oleh UP3 Lengkap kecuali 
            atas SPT Tahunan LB yang sedang diperiksa oleh KPP, sedangkan terhadap Wajib 
            Pajak Menengah dapat dilakukan oleh semua UP3.

        5.  Daftar Alokasi pemeriksaan Wajib Pajak Besar dan Menengah dikirimkan oleh Kepala 
            Kantor Wilayah DJP kepada masing-masing UP3 yang ditunjuk dengan tembusan 
            kepada Direktur P4 untuk diterbitkan LP2-nya dengan menggunakan formulir    
            sebagaimana tercantum dalam Lampiran 11.

        6.  Alokasi UP3 harus dikirimkan ke Direktorat P4 paling lambat 2 (dua) bulan sejak 
            tanggal surat daftar persediaan dikirimkan. Apabila dalam batas waktu tersebut 
            Kanwil belum melakukan alokasi maka KPDJP akan menentukan UP3 sendiri. LP2 
            akan langsung dikirimkan kepada UP3 yang ditunjuk.

    C.  Pelaksanaan

        1.  Pemeriksaan dapat dilaksanakan terlebih dahulu sambil menunggu diterbitkannya 
            LP2 oleh Direktorat P4. LP2 langsung dikirimkan ke UP3 yang ditunjuk.

        2.  Pembatalan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Besar dan Menengah yang telah 
            terpilih untuk diperiksa hanya dapat dilakukan oleh Direktur P4.

        3.  Dengan memperhatikan rencana pemeriksaan nasional dan saldo tunggakan 
            pemeriksaan, Kepala Kantor Wilayah DJP dapat mengajukan permintaan tambahan 
            Wajib Pajak Besar dan Menengah yang akan diperiksa kepada Direktur P4.

IV. Pemeriksaan Khusus

    A.  Kriteria Pemeriksaan Khusus

        Pemeriksaan Khusus harus dilakukan melalui PL atau PSL untuk satu, beberapa atau seluruh 
        jenis pajak kewajiban Wajib Pajak termasuk Wajib Pajak yang diberikan fasilitas 
        pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, berdasarkan:
        1.  adanya dugaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
        2.  pengaduan masyarakat, termasuk melalui Kotak Pos 5000;
        3.  data baru atau data yang semula belum terungkap;
        4.  permintaan Wajib Pajak;
        5.  SPT Lebih Bayar hasil edit;
        6.  pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

        Khusus untuk kriteria pemeriksaan pada butir 3 hanya diberlakukan terhadap Wajib Pajak 
        yang telah diberikan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

    B.  Tata Cara Pemeriksaan Khusus

        1.  Usul Permintaan Pemeriksaan Khusus

            a.  Kepala KPP atau Karikpa dapat mengajukan usul melakukan Pemeriksaan 
                Khusus yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka IV 
                huruf A butir 1 sampai dengan 5 kepada Kepala Kanwil DJP atasannya.

            b.  Berdasarkan usul Kepala KPP atau Karikpa, atau inisiatif Kepala Kanwil, 
                Kepala Kanwil DJP yang bersangkutan mengajukan usul melakukan 
                Pemeriksaan Khusus kepada Direktur P4.

            c.  Setiap pengajuan usul melakukan Pemeriksaan Khusus harus disertai dengan 
                alasan yang jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukungnya (seperti surat 
                pengaduan masyarakat) dengan menggunakan formulir sebagaimana 
                tercantum dalam Lampiran 12.

            d.  Kepala Kanwil DJP dapat pula mengajukan usul kepada Direktur P4 agar 
                terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangannya 
                dilakukan Pemeriksaan Khusus dengan menggunakan formulir sebagaimana 
                tercantum dalam Lampiran 13.

        2.  Persetujuan dan Instruksi Pemeriksaan Khusus

            a.  Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus diberikan oleh Direktur 
                P4 kepada unit pengusul atau UP3 lain dengan mempertimbangkan alasan 
                diajukannya usul Pemeriksaan tersebut dengan menggunakan formulir 
                sebagaimana tercantum dalam Lampiran 14.

            b.  Direktur P4 dapat memberikan instruksi Pemeriksaan Khusus kepada Kepala 
                UP3 apabila:
                1.  terdapat kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka IV huruf A.
                2.  terdapat usulan Pemeriksaan Khusus dari Kepala Kanwil DJP terhadap 
                    Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangannya.
                dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran 15.

            c.  Instruksi dan persetujuan Pemeriksaan Khusus harus memuat tahun pajak 
                yang akan diperiksa, saat pemeriksaan harus diselesaikan, dan perlu 
                tidaknya hasil pemeriksaan dibahas (review) terlebih dahulu.

    C.  Ketentuan Pemeriksaan Khusus Lainnya

        1.  Apabila dalam instruksi/persetujuan pemeriksaan dinyatakan perlunya dilakukan 
            penelaahan (review), pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan 
            pembahasan akhir (closing conference) baru dapat dilakukan setelah hasil 
            pemeriksaan tersebut disetujui.

        2.  Untuk tujuan pembahasan, konsep LPP, termasuk konsep LPP sumir, tidak perlu 
            diberi nomor dan tanggal laporan. Namun dalam Surat Pengantar harus menunjuk 
            Surat Persetujuan/Instruksi Pemeriksaan Khusus dan dinyatakan secara jelas bahwa 
            LPP dikirim untuk ditelaah (review).

        3.  Konsep LPP sebagaimana pada angka IV huruf C angka 1 harus dilengkapi dengan 
            copy SPT Tahunan dan Laporan Keuangan atau Laporan Audit.

        4.  Dalam hal tindak lanjut Pemeriksaan Khusus adalah berupa tindakan penyidikan, 
            maka UP3 Wajib Pajak Lokasi menyelesaikan LPP berupa laporan sumier, dan 
            kemudian mengirimkannya ke UP3 Wajib Pajak Domisili disertai dengan kertas 
            kerja pemeriksaan (KKP).

        5.  LPP harus memuat penjelasan mengenai terbukti atau tidaknya alasan yang menjadi 
            dasar diterbitkannya persetujuan atau instruksi Pemeriksaan Khusus.

        6.  Pemeriksaan Khusus sehubungan dengan adanya perluasan tahun pajak yang 
            diperiksa, baru dapat dilaksanakan setelah Direktur P4 menerbitkan LP2 berdasarkan 
            persetujuan, instruksi atau pemberitahuan tentang adanya perluasan Pemeriksaan 
            Khusus.

        7.  Apabila terjadi benturan pemeriksaan maka pemeriksaan dilakukan oleh UP3 yang 
            telah lebih dulu menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak kepada WP, 
            kecuali ditentukan lain oleh Direktur P4.

V.  Pemeriksaan Tahun Berjalan

    A.  Kriteria Pemeriksaan Tahun Berjalan
        Pemeriksaan Tahun Berjalan dapat dilakukan tanpa perlu dikaitkan dengan pemeriksaan tahun 
        sebelumnya, yaitu terhadap:

        1.  Wajib Pajak yang dalam tahun berjalan melakukan merger, likuidasi, pemekaran, 
            pengambilalihan usaha atau penilaian kembali aktiva.

        2.  Pemotong atau pemungut pajak yang menunjukkan:
            a.  adanya pembayaran PPh Pasal 21 yang berfluktuasi tinggi selama 6 bulan 
                berturut-turut atau;
            b.  adanya perbedaan yang signifikan antara pembayaran PPh Pasal 26 terutama 
                atas royalti dengan objek PPN Jasa Luar Negeri.

        3.  Pengusaha Kena Pajak berdasarkan:
            a.  program PK-PM teridentifikasi bahwa nilai PM yang diklarifikasikan tidak sama 
                dengan nilai PK yang dilaporkan oleh PKP lawan transaksinya;
            b.  program PK-PM tiga jenjang ke belakang belum ditemukan adanya PKP 
                Pabrikan atau Importir, dengan prioritas PKP yang minimal 10% dari PM 
                berasal dari PKP yang bersangkutan;
            c.  program PK-PM termasuk dalam kriteria PM tidak sama dengan PK dan PK 
                sama dengan nol, dengan prioritas PKP yang setelah diminta penjelasan tidak 
                merespon atau tidak menjawab permintaan penjelasan dari KPP sampai 
                dengan batas waktu yang telah ditentukan;
            d.  penelitian informasi data diketahui peredaran usaha dalam SPT Masa PPN 
                dan PPnBM PKP Orang Pribadi Baru dalam setiap masa berjumlah lebih dari 
                Rp 600 juta;
            e.  penelitian informasi dan data diketahui peredaran usaha dalam SPT Masa 
                PPN dan PPnBM PKP Badan Baru dalam setiap masa berjumlah lebih dari 
                Rp 5 milyar;
            f.  penelitian diketahui peredaran usaha PKP baru untuk pertama kali 
                menunjukkan jumlah yang relatif tinggi;
            g.  pengamatan diketahui tidak mempunyai tempat usaha, alamat maupun 
                gudang yang bersifat permanen, khususnya untuk PKP perdagangan, importir 
                dan perindustrian;
            h.  hasil pemeriksaan PPN dan PPnBM masa atau masa-masa sebelumnya yang 
                PM atau PK dikoreksi secara signifikan;
            i.  penelitian diketahui peredaran usaha dalam SPT Masa PPN dan PPnBM dan 
                kaitan SPT Masa PPh Pasal 21 menunjukkan perbandingan yang tidak 
                proporsional;
            j.  penelitian diketahui menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM tetapi tidak 
                menyampaikan SPT PPh Pasal 21 dan tidak menyetor angsuran PPh 
                Pasal 25;
            k.  penelitian menunjukkan peningkatan peredaran usaha yang relatif tinggi;
            l.  penelitian semula termasuk kategori NE tiba-tiba menjadi aktif dengan 
                nilai peredaran usaha yang tinggi;
            m.  pengamatan diketahui alamat usahanya berada di daerah pemukiman 
                penduduk tetapi memiliki peredaran usaha yang relatif tinggi.

        4.  Wajib Pajak untuk tujuan Penagihan Pajak (Delinquency Audit).

        5.  Wajib Pajak lainnya berdasarkan instruksi Direktur P4.

    B.  Tata Cara Pemeriksaan Tahun Berjalan

        1.  Usul Permintaan Pemeriksaan Tahun Berjalan
            a.  Kepala KPP atau Karikpa dapat mengajukan usul untuk melakukan 
                Pemeriksaan Tahun Berjalan yang memenuhi kriteria sebagaimana 
                dimaksud dalam angka V huruf A angka 1, 2 dan 3 kepada Kepala 
                Kanwil DJP atasannya dengan disertai alasan yang jelas dan dilengkapi 
                dengan bukti pendukung.

            b.  Kepala Kanwil DJP dapat pula mengajukan usul kepada Direktur P4 agar 
                terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangan Kepala 
                Kanwil DJP yang bersangkutan untuk dilakukan Pemeriksaan Tahun 
                Berjalan.

            c.  Usul untuk melakukan Pemeriksaan Tahun Berjalan dengan menggunakan 
                formulir seperti pada Lampiran 16.

        2.  Persetujuan dan Instruksi Pemeriksaan Tahun Berjalan
            a.  Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Tahun Berjalan diberikan oleh 
                Kepala Kanwil DJP kepada unit pengusul atau UP3 lain dengan 
                mempertimbangkan alasan diajukannya usul Pemeriksaan Tahun Berjalan 
                tersebut dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 17.

            b.  Pemeriksaan Tahun Berjalan dapat juga dilakukan berdasarkan instruksi 
                dari Direktur P4 apabila:
                1)  Wajib Pajak diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
                2)  Terdapat pengaduan masyarakat ke Direktorat Jenderal Pajak;
                3)  Berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

            c.  Direktur P4 dapat pula memberikan instruksi Pemeriksaan Tahun Berjalan 
                kepada Kepala KPP, Karikpa atau Kanwil DJP terkait sehubungan dengan 
                usul Kepala Kanwil DJP lain agar melakukan Pemeriksaan Tahun Berjalan 
                terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangan Kanwil 
                DJP yang bersangkutan.
    
            d.  Instruksi Pemeriksaan Tahun Berjalan harus memuat antara lain masa pajak 
                yang diperiksa dan saat pemeriksaan harus diselesaikan, dengan 
                menggunakan formulir seperti pada Lampiran 18.

        3.  Ketentuan Pemeriksaan Lainnya
            a.  Pelaksanaan Pemeriksaan tahun Berjalan hanya dapat dilakukan atas masa 
                pajak sampai dengan bulan Oktober tahun yang bersangkutan;
            b.  Kegiatan Pemeriksaan Tahun Berjalan dilaporkan setiap Triwulan ke Kanwil 
                DJP untuk dibuat Laporan Rekapitulasi Bulanan sebagai bahan evaluasi, 
                sesuai formulir pada Lampiran 19.

VI. Pemeriksaan WP Lokasi
    A.  Kriteria Pemeriksaan WP Lokasi
        1.  Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN 
            menyatakan Lebih Bayar.
        2.  Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama dua tahun 
            berturut-turut dan atau SPT Masa PPN selama tiga bulan berturut-turut dalam suatu 
            tahun pajak.
        3.  Wajib Pajak mengajukan permohonan pemusatan tempat terutang PPN.
        4.  Permintaan dari UP3 domisili.
        5.  Wajib Pajak bergerak dalam bidang usaha tertentu yang ditentukan oleh Kepala 
            Kanwil DJP khususnya atas PPh Pasal 23, Pasal 26, PPN dan PPnBM.

    B.  Tata Cara Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi
        1.  Kepala UP3 Domisili harus meminta UP3 Lokasi untuk melakukan pemeriksaan Wajib 
            Pajak Lokasi. Khusus untuk Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi 
            serta WP yang telah memperoleh izin pemusatan tempat terutang PPN, pemeriksaan 
            Wajib Pajak Lokasi dilakukan oleh UP3 Domisili.

        2.  Kantor Pusat DJP dan Kepala UP3 Domisili di lingkungan Kanwil VII DJP Jaya Khusus 
            dan Kanwil XIX DJP Wajib Pajak Besar dapat meminta UP3 Wajib Pajak Lokasi 
            melakukan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi.

        3.  Dalam hal SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN WP Lokasi menyatakan 
            lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam angka VI huruf A butir 1 disampaikan oleh 
            Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi, UP3 Wajib Pajak Lokasi harus 
            melakukan pemeriksaan sepanjang UP3 Wajib Pajak Domisili belum melakukan 
            pemeriksaan.

        4.  UP3 Wajib Pajak Lokasi harus melaporkan hasil pemeriksaannya ke UP3 Wajib Pajak 
            Domisili dalam hal pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dilakukan berdasarkan 
            permintaan UP3 Wajib Pajak Domisili.

        5.  Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan paling lambat 5 (lima) 
            hari setelah Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib 
            Pajak Domisili dengan menggunakan surat permintaan pemeriksaan Wajib Pajak 
            Lokasi sesuai formulir pada Lampiran 20.

        6.  Dalam hal surat permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi diterbitkan melebihi 
            jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 5 di atas, UP3 Domisili harus 
            menjelaskan secara tertulis alasan keterlambatan tersebut kepada UP3 Lokasi dengan 
            tembusan kepada Kepala Kanwil DJP terkait.

        7.  Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan oleh UP3 Domisili.
            a.  Permintaan pemeriksaan oleh KPP diatur sebagai berikut:
                1)  Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang sama, 
                    permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung 
                    ditujukan kepada KPP terkait dengan tembusan Kepala Kanwil DJP 
                    atasannya;

                2)  Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang 
                    berbeda, permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung 
                    ditujukan kepada KPP Lokasi dengan tembusan kepada Kepala 
                    Kanwil DJP atasannya dan Kanwil DJP lainnya yang terkait.

                    Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi oleh KPP Domisili 
                    kepada KPP Lokasi hanya dapat dilakukan apabila pemeriksaan 
                    Wajib Pajak Domisili dilakukan melalui PSL.

            b.  Permintaan pemeriksaan oleh Karikpa diatur sebagai berikut:

                1)  Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang sama, 
                    permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung 
                    ditujukan kepada Karikpa atau KPP terkait dengan tembusan kepada 
                    Kepala Kanwil DJP atasannya;

                2)  Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang 
                    berbeda, permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung 
                    ditujukan kepada Karikpa atau KPP Lokasi dengan tembusan kepada 
                    Kanwil DJP atasannya dan Kepala Kanwil DJP lainnya yang terkait.

            c.  Permintaan pemeriksaan oleh Kanwil diatur sebagai berikut:

                1)  Apabila Wajib Pajak Lokasi berada dalam wilayah Kanwil DJP yang 
                    sama, pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan oleh tim 
                    pemeriksaan Kanwil DJP yang bersangkutan kecuali berdasarkan 
                    pertimbangan efisiensi harus dilakukan permintaan pemeriksaan 
                    Wajib Pajak Lokasi kepada Karikpa atau KPP terkait;

                2)  Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang 
                    berbeda, permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat 
                    langsung ditujukan kepada Kanwil DJP terkait dengan tembusan 
                    Direktur P4, atau kepada Karikpa/KPP Lokasi dengan tembusan 
                    kepada Kepala Kanwil DJP atasannya.

            d.  Permintaan pemeriksaan oleh Kantor Pusat DJP dapat langsung ditujukan 
                kepada Kanwil DJP atau Karikpa atau KPP terkait dengan tembusan kepada 
                Kepala Kanwil DJP atasannya.

            e.  Surat Perintah Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus diterbitkan selambat-
                lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal diterimanya permintaan pemeriksaan 
                Wajib Pajak Lokasi dan pemeriksaannya harus dilaksanakan selambat-
                lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Pajak 
                Wajib Pajak Lokasi.
            f.  LPP WP Domisili harus mencakup hasil pemeriksaan WP Lokasi. Dalam hal 
                LPP Wajib Pajak Lokasi belum dapat diselesaikan maka pemeriksaan Wajib 
                Pajak Domisili dapat diselesaikan tanpa menunggu LPP Wajib Pajak Lokasi 
                apabila:
                1.  SPT Tahunan Wajib Pajak Domisili menunjukkan Lebih Bayar dan 
                    akan segera jatuh tempo;
                2.  Wajib Pajak Lokasi dalam kondisi force majeur, misalnya kebakaran 
                    atau kebanjiran.

            g.  Apabila dikemudian hari UP3 Domisili menerima LPP Wajib Pajak Lokasi yang 
                datanya belum terungkap dalam LPP Wajib Pajak Domisili maka data baru/
                data belum terungkap tersebut harus ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan 
                yang berlaku.

            h.  Dalam hal dokumen yang diperlukan oleh UP3 Lokasi telah dipinjamkan/
                diserahkan kepada UP3 Domisili maka UP3 Lokasi melakukan peminjaman 
                dokumen yang diperlukan secara langsung kepada UP3 Domisili.

            i.  Tindak lanjut atas hasil pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Bank, Lembaga 
                Pembiayaan dan Asuransi diatur sebagai berikut:
                1.  LPP harus mencakup hasil pemeriksaan seluruh cabang;
                2.  LPP atas pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi yang seluruhnya dilakukan 
                    oleh UP3 Domisili dikirim kepada masing-masing KPP Lokasi yang 
                    terkait dengan surat pengantar.

            j.  Pengawasan atas pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dilakukan oleh Kepala 
                Kanwil DJP dan dituangkan dalam lembar pengawasan pemeriksaan Wajib 
                Pajak Lokasi dengan menggunakan formulir sesuai contoh pada 
                Lampiran 21.

            k.  Apabila berdasarkan hasil pengawasan diketahui terdapat UP3 Lokasi yang 
                belum menyelesaikan pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sesuai 
                dengan jangka waktu yang telah ditentukan, Kepala Kanwil DJP harus 
                memberikan peringatan dan pembinaan kepada UP3 Lokasi.

VII.    Pemeriksaan Terintegrasi
    A.  Kriteria Pemeriksaan Terintegrasi
        1.  Wajib Pajak yang berada dalam satu grup atau memiliki hubungan istimewa 
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh.
        2.  Wajib Pajak memiliki hubungan kegiatan usaha dan atau finansial dengan Wajib 
            Pajak lain yang diperiksa.

    B.  Tata Cara Pemeriksaan Terintegrasi
        1.  Instruksi pemeriksaan terintegrasi dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak terintegrasi 
            diterbitkan oleh Direktur P4 berdasarkan usul UP3 atau atas pertimbangan Dirjen.
        2.  Tim pemeriksa pajak terintegrasi merupakan gabungan dari berbagai UP3 di 
            lingkungan DJP yang dibentuk sesuai dengan lokasi dan kompleksitas jaringan 
            transaksi para Wajib Pajak terperiksa.
        3.  Pelaksanaan pemeriksaan harus dilakukan dan diselesaikan secara bersamaan oleh 
            semua tim pemeriksa kecuali terhadap SPT Wajib Pajak yang menyatakan lebih 
            bayar.
        4.  Setiap supervisor yang tergabung dalam pemeriksaan terintegrasi secara 
            berkesinambungan harus melaksanakan rekonsiliasi, ekualisasi, koordinasi dan 
            melaporkannya ke Direktur P4.
        5.  Data yang diperoleh suatu Tim pemeriksa terintegrasi harus disampaikan kepada 
            tim pemeriksa lainnya dan dirumuskan dalam KKP dengan tembusan kepada Direktur 
            P4.
        6.  Konsep LPP terintegrasi ditelaah dan dikoordinir oleh Direktur P4.
        7.  Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak setelah 
            berkonsultasi dengan Direktur P4 dan tanggapan Wajib Pajak atas pemberitahuan 
            tersebut dibahas bersama dibawah koordinasi Direktur P4.
        8.  Apabila dalam waktu bersamaan Wajib Pajak yang diperiksa secara terintegrasi 
            sedang dilakukan pemeriksaan oleh UP3 lain maka jenis pemeriksaan tersebut diubah 
            menjadi pemeriksaan terintegrasi.

VIII.   Pemeriksaan Bukti Permulaan
    1.  Laporan Pengamatan dan atau LPP yang mengindikasikan bahwa Wajib Pajak melakukan 
        tindak pidana di bidang perpajakan harus ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti 
        Permulaan.
    2.  Apabila pemeriksaan akan ditingkatkan menjadi pemeriksaan Bukti Permulaan maka 
        pemeriksaan harus dihentikan dengan menerbitkan LPP sumier. LP2 yang sudah diterbitkan 
        agar dikembalikan ke Kantor Pusat DJP.
    3.  Instruksi untuk melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan diberikan oleh Direktur P4 atau 
        Kepala Kanwil DJP dengan menggunakan formulir sesuai contoh pada Lampiran 22.
    4.  Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa yang berasal dari Direktorat 
        P4 atau Kanwil DJP atau Karikpa terkait, dan sekurang-kurangnya satu orang anggota Tim 
        Pemeriksa adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
    5.  Apabila pemeriksaan Bukti Permulaan ditingkatkan dengan tindakan Penyidikan maka 
        pemeriksaan harus dihentikan dengan menerbitkan LPP sumier.
    6.  Dalam hal pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan 
        lebih Bayar terdapat indikasi tindak pidana dibidang perpajakan sehingga pemeriksaan 
        ditingkatkan dengan tindakan penyidikan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat 
        Keputusan Akan Dilakukan Tindakan Penyidikan sebelum berakhirnya jangka waktu 
        pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

IX. Lain-lain

    1.  Mengingat volume pekerjaan pada masing-masing UP3, Kepala Kantor Wilayah DJP dapat 
        mengalihkan pemeriksaan pajak dari UP3 Sederhana Lapangan ke UP3 Lengkap atau 
        sebaliknya, dan dari Karikpa ke Kantor Wilayah DJP atasannya atau sebaliknya, sepanjang 
        belum diterbitkan SP3. Dalam hal terdapat pengalihan pemeriksaan pajak, Kepala Kantor 
        Wilayah DJP yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada Direktur P4 berikut 
        alasannya dengan menggunakan formulir sesuai contoh pada Lampiran 23.

    2.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh KP4 sebagaimana diatur dalam SE-06/PJ.7/2002 
        tanggal 15 Juli 2002 maka penerbitan SP3, administrasi dan pengawasan pemeriksaan harus 
        dilakukan oleh Kepala KPP atasannya.

    3.  Dalam rangka memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, sedapat mungkin pelaksanaan 
        pemeriksaan sederhana oleh KPP dilakukan Secara terkoordinasi antar seksi untuk semua 
        jenis pajak.

    4.  Persetujuan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi terhadap pemeriksaan khusus PPN/PPn 
        BM dan PPh Pot/Put sepenuhnya diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atasannya. Kepala 
        Kantor Wilayah mengirimkan Laporan Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus PPN/PPn BM dan PPh 
        Pot/put setiap semester ke Direktur P4 dengan menggunakan Surat Pengantar dan formulir 
        sesuai contoh pada Lampiran 24. Laporan disampaikan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan 
        setelah periode satu semester.

    5.  Berkas/Data Wajib Pajak yang dipinjam dari KPP oleh UP3 dapat meliputi masa 3 (tiga) tahun 
        terakhir (termasuk tahun pajak yang diperiksa) dan jangka waktu pengiriman berkas paling 
        lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterimanya Surat Pinjaman Berkas/Data Wajib Pajak.

    6.  Pemeriksa Pajak harus melakukan penelitian atas kebenaran pemberian KLU yang tercantum 
        pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak, dan hasil penelitian terhadap kebenaran KLU tersebut 
        merupakan bagian dan LPP. Apabila ditemukan ketidaksesuaian KLU maka Pemeriksa Pajak 
        harus mengirimkan hasil penelitian KLU kepada Kepala KPP yang bersangkutan c.q. Kepala 
        Seksi TUP dengan menggunakan formulir Laporan Penelitian KLU sesuai dengan contoh pada 
        Lampiran 25.

    7.  Dalam rangka membantu pencairan tunggakan PBB, maka Pemeriksa Pajak harus melakukan 
        penelitian atas Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB untuk 3 (tiga) tahun terakhir.

    8.  Untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, pembuatan dan pengiriman LPP dan Nota 
        Penghitungan Pajak (NPP), diatur sebagai berikut:
        a.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PL, Pemeriksa harus membuat LPP NPP dan 
            menyampaikannya bersama-sama dengan berkas/data Wajib Pajak yang 
            bersangkutan kepada KPP terkait dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari 
            setelah Pembahasan Akhir;
        b.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PSL dan PSK, pemeriksa harus membuat 
            LPP dan NPP dan menyampaikannya kepada Seksi TUP dalam batas waktu paling 
            lambat 3 (tiga) hari setelah Pembahasan Akhir.

    9.  Untuk membantu pelaksanaan penagihan aktif, setiap pembuatan LPP harus melampirkan 
        Daftar Harta Kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak sebagaimana telah ditegaskan dalam 
        Surat Edaran Nomor : SE-02/PJ.75/2000 tanggal 14 Maret 2000.

    10. Kepala UP3 turut bertanggung jawab dalam upaya pembayaran atas ketetapan pajak yang 
        merupakan hasil pemeriksaannya sebagaimana telah ditegaskan dalam butir 5.12 Surat 
        Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-02/PJ.75/2002 tanggal 22 April 2002.

    11. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan/banding atas surat ketetapan pajak yang 
        timbul akibat pemeriksaan, KPP terkait harus mengirimkan tindasan uraian keputusan 
        keberatan/putusan banding kepada UP3 sebagai bahan analisis dan evaluasi hasil pemeriksaan 
        yang telah dilakukan serta peningkatan kualitas pemeriksaan yang akan dilaksanakan. 
        Analisis dan evaluasi tersebut harus dilaporkan secara triwulanan ke Kanwil DJP atasannya 
        sebagai bahan pembinaan.

Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Nomor SE-04/PJ.7/2000 dan Surat Edaran 
Nomor : SE-03/PJ.7/2001 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO