DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                            22 November 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 974/PJ.53/2005

                             TENTANG

        RESTITUSI PPN ATAS AVTUR UNTUK PENERBANGAN INTERNASIONAL ATAS NAMA ABC

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 15 Agustus 2005 perihal prosedur restitusi atas PPN 
Avtur, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :
    a.  ABC telah dipungut PPN atas pembelian Avtur di Indonesia untuk penerbangan pada bulan 
        Februari 2005.
    b.  ABC memperoleh informasi bahwa dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 
        2005, PPN atas Avtur dapat direstitusi terhitung sejak Januari 2005. Namun, tidak ada 
        prosedur restitusi atas pengembalian PPN Avtur ini.
    c.  ABC memohon agar PT. Pertamina diberikan informasi mengenai prosedur restitusi tersebut 
        sehingga ABC dapat memperoleh kembali PPN yang telah dipungut oleh PT. Pertamina.

2.  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang 
    Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas 
    Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 
    Tahun 2000, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, 
    antara lain mengatur :
    a.  Pasal 7 ayat (3), bahwa dalam hal terjadi kesalahan pemungutan yang mengakibatkan Pajak 
        yang dipungut lebih besar dari yang seharusnya atau tidak seharusnya dipungut dan Pajak 
        yang salah dipungut tersebut telah disetorkan dan dilaporkan, maka Pengusaha Kena Pajak 
        yang memungut Pajak tersebut tidak dapat meminta kembali pajak yang salah dipungut 
        tersebut.
    b.  Pasal 7 ayat (4), bahwa pajak yang telah salah dipungut sebagaimana dimaksud dalam ayat 
        (3) dapat diminta kembali oleh pihak yang terpungut, sepanjang belum dikreditkan atau 
        dibebankan sebagai biaya.

3.  Peraturan Pemerintah Nomor 26 TAHUN 2005 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas 
    Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional, antara lain mengatur bahwa :
    a.  Pasal 1 angka 2, bahwa Penerbangan Internasional adalah penerbangan dari bandar udara di 
        luar negeri ke bandar udara di dalam wilayah negara Republik Indonesia yang menjadi tempat 
        pendaratan pertama atau penerbangan dari bandar udara di dalam wilayah negara Republik 
        Indonesia yang menjadi tempat penerbangan terakhir ke bandar udara di luar negeri.
    b.  Pasal 1 angka 4, bahwa penerbangan domestik adalah penerbangan antar bandar udara di 
        dalam wilayah negara Republik Indonesia.
    c.  Pasal 2 ayat (1), bahwa penyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk keperluan 
        penerbangan internasional diberikan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai 
        sepanjang perjanjian pelayanan transportasi udara mencantumkan asas timbal balik.
    d.  Pasal 2 ayat (2), bahwa tata cara pemberian fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai 
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
    e.  Pasal 3 ayat (1), bahwa dalam hal avtur digunakan untuk keperluan penerbangan domestik 
        yang menjadi satu rangkaian dengan penerbangan internasional, maka atas penggunaan avtur 
        untuk penerbangan domestik terutang Pajak Pertambahan Nilai.
    f.  Pasal 3 ayat (2), bahwa tata cara pemungutan, pembayaran dan pelaporan Pajak 
        Pertambahan Nilai atas penyerahan avtur untuk keperluan penerbangan domestik 
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
    g.  Pasal 5 huruf b, bahwa pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku maka Pajak Pertambahan 
        Nilai yang sudah dipungut atas penyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk 
        keperluan penerbangan internasional sejak tanggal 1 Januari 2005 sampai dengan 30 Juni 
        2005, wajib disetorkan ke Kas Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
        undangan di bidang perpajakan.
    h.  Pasal 5 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut sebagaimana dimaksud 
        pada huruf b dapat diminta kembali oleh maskapai penerbangan yang bersangkutan 
        sepanjang belum dikreditkan atau dibebankan sebagai biaya.
    i.  Pasal 6, bahwa Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku 
        surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2005.

4.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2005 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak 
    Pertambahan Nilai Tidak Dipungut atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional, 
    antara lain mengatur :
    a.  Pasal 2 ayat (1), bahwa penyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk keperluan 
        penerbangan internasional diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut 
        sepanjang perjanjian pelayanan transportasi udara mencantumkan azas timbal balik.
    b.  Pasal 3 ayat (1), bahwa Penyerahan avtur oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Maskapai 
        Penerbangan untuk keperluan penerbangan domestik yang menjadi satu rangkaian dengan 
        penerbangan internasional terutang Pajak Pertambahan Nilai dan wajib dipungut oleh 
        Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan avtur tersebut.
    c.  Pasal 3 ayat (3), bahwa Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut atas 
        penyerahan avtur untuk keperluan penerbangan domestik yang menjadi satu rangkaian 
        dengan penerbangan internasional dihitung dengan rumus sebagai berikut : PPN Terutang 
        yang Wajib Dipungut =

          X
        ___  x  Z  x  Harga Jual  x  Tarif PPN
          Y

        Dengan ketentuan:

        X       =   Jarak antar bandar udara untuk keberangkatan yang berada di dalam 
                    wilayah Republik Indonesia sampai dengan bandar udara di dalam 
                    wilayah Republik Indonesia yang menjadi tempat penerbangan 
                    terakhir ke bandara udara di luar negeri.
        Y       =   Total jarak antara bandar udara keberangkatan yang berada di 
                    dalam wilayah Republik Indonesia sampai dengan bandar udara di 
                    luar negeri.
        Z       =   Volume Avtur yang dibeli di dalam negeri.
        Harga Jual  =   Harga Jual Avtur
        Tarif PPN   =   tarif Pajak Pertambahan Nilai yang sesuai dengan ketentuan 
                    perundang-undangan yang berlaku.

5.  Berdasarkan ketentuan pada angka 2 sampai butir 4 serta memperhatikan isi surat pada angka 1 
    diatas, dengan ini diberikan informasi bahwa :
    a.  Atas penyerahan avtur kepada ABC untuk keperluan penerbangan internasional diberikan 
        fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sepanjang terdapat perjanjian pelayanan 
        transportasi udara yang mencantumkan azas timbal balik;
    b.  Dalam hal avtur yang dibeli oleh ABC digunakan untuk keperluan penerbangan domestik yang 
        menjadi satu rangkaian dengan penerbangan internasional, maka atas penggunaan avtur 
        untuk penerbangan domestik terutang Pajak Pertambahan Nilai yang dihitung dengan rumus 
        sebagaimana tercantum pada angka 4.c di atas.
    c.  Apabila penyerahan yang Saudara lakukan memenuhi persyaratan pada huruf a di atas, maka 
        atas PPN yang terlanjur dipungut tersebut dapat dimintakan kembali dengan mengajukan 
        permohonan tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat perwakilan ABC terdaftar 
        sepanjang belum dibebankan sebagai biaya, dengan mencantumkan hal-hal sebagai berikut :
        1)  Alasan meminta kembali pembayaran pajak;
        2)  Jumlah yang diminta pengembaliannya;
        3)  Perincian dari pembayaran dan atau penyetoran-penyetoran yang diminta 
            pengembaliannya (disertai tanggal dan nomor dari tiap-tiap bukti setoran);
        4)  Hutang-hutang pajak lainnya.

Demikian untuk dimaklumi.



A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd.

A. SJARIFUDDIN ALSAH