DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 9 Oktober 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 965/PJ.312/2006

                             TENTANG

           PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGALIHAN SAHAM PADA HARGA PARI KE 
                ANTAR PERUSAHAAN DALAM SATU GRUP

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 25 Mei 2005 perihal Permohonan penegasan mengenai 
pengalihan saham pada harga pari ke antar perusahaan dalam satu grup, dengan ini disampaikan beberapa 
hal sebagai berikut:

1.      Dalam surat Saudara disampaikan beberapa hal sebagai berikut :
    a.      PT AAA yang bergerak dalam bidang industri bahan kimia dan makanan memiliki saham pada
        perusahaan anak PT BBB sebanyak 100%, PT CCC 51%, PT DDD 51%, dan PT EEE 50%;
    b.      PT AAA bermaksud untuk melakukan restrukturisasi modal perusahaan dengan tujuan agar 
        usaha perusahaan lebih fokus ke industri makanan dengan mengalihkan/menjual saham 
        PT CCC, PT DDD, dan PT EEE ke PT BBB pada harga pari; 
    c.      Saudara mohon penegasan apakah atas rencana pengalihan saham ke antar perusahaan 
        dalam satu grup pada harga pari terutang Pajak Penghasilan.

2.      Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur sebagai 
    berikut :
    a.      Pasal 4 ayat (1) huruf d, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
        kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari 
        Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk 
        menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk 
        apapun, termasuk keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
        Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa apabila Wajib Pajak rnenjual harta 
        dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai 
        perolehan, maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan.
    b.      Pasal 10 ayat (1), harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang
        tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah
        jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan 
        istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
        Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa dalam jual beli yang dipengaruhi 
        hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), maka bagi pihak pembeli 
        nilai perolehannya adalah jumlah yang seharusnya dibayar dan bagi pihak penjual nilai 
        penjualannya adalah jumlah yang seharusnya diterima. Adanya hubungan istimewa antara 
        pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil 
        dibandingkan dengan jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Oleh 
        karena itu, dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai perolehan atau nilai penjualan harta bagi 
        pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau yang 
        seharusnya diterima.
    c.      Dalam memori penjelasan Pasal 10 ayat (3) antara lain dijelaskan bahwa pada prinsipnya 
        apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga 
        pasar.
        Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan 
        yang dikenakan pajak.
    d.      Pasal 18 ayat (3), Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya 
        penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung 
        besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa 
        dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak 
        dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
    e.      Pasal 18 ayat (4), hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) 
        dianggap ada apabila:
        1)      Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 
            25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak 
            dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak 
            atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut 
            terakhir; atau
        2)      Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada 
            di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
        3)      terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan 
            lurus dan atau ke samping satu derajat.

3.      Sesuai dengan butir 10 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ.31/1992 tanggal 10 
    September 1992 tentang Penegasan Perlakuan PPh atas Pemindahtanganan Harta, ditegaskan bahwa 
    apabila nilai pasar dari saham yang dipertukarkan tidak diketahui karena tidak diperdagangkan di 
    bursa, maka nilai yang dipakai adalah nilai yang dihitung berdasarkan kekayaan bersih (net worth) dari 
    perseroan yang bersangkutan, yaitu selisih antara seluruh harta dikurangi dengan seluruh kewajiban 
    pada saat terjadinya transaksi.

4.      Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai 
    berikut :
    a.      Mengingat bahwa PT AAA memiliki 100% (seratus persen) saham PT BBB maka terdapat 
        hubungan istimewa antara PT AAA dan PT BBB sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18
        ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
    b.      Mengingat adanya hubungan istimewa pada huruf a di atas maka nilai pengalihan/penjualan 
        saham PT CCC, PT DDD, dan PT EEE yang dimiliki oleh PT AAA kepada PT BBB adalah jumlah
        yang seharusnya diterima PT AAA atau harga pasar dari saham-saham tersebut sebagaimana 
        diatur dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan memori penjelasan Pasal 10 ayat (3) Undang-
        Undang Pajak Penghasilan;
    c.      Dalam hal harga pasar dari saham-saham pada huruf b di atas yang dialihkan PT AAA tidak 
        diketahui karena tidak diperdagangkan di bursa, maka dapat dilakukan pendekatan 
        penghitungan harga pasar dari saham masing-masing PT tersebut dengan menghitung selisih 
        antara harga pasar seluruh harta masing-masing PT tersebut dikurangi dengan harga pasar 
        seluruh kewajiban masing-masing PT tersebut pada saat terjadinya transaksi pengalihan;
    d.      Selisih antara harga pasar dari masing-masing saham PT CCC, PT DDD, dan PT EEE yang 
        dialihkan PT AAA dengan nilai sisa buku atau nilai perolehan masing-masing PT tersebut 
        merupakan penghasilan PT AAA yang dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam 
        ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d dan memori penjelasan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang 
        Pajak Penghasilan.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd.

GUNADI