DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 3 Oktober 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 961/PJ.53/2003 TENTANG PENYERAHAN KEPADA PEMUNGUT PPN YANG TIDAK DILAPORKAN DALAM SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 22 Agustus 2002, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara dan berdasarkan informasi yang diberikan, dijelaskan bahwa: a. PT ABC pada tanggal 18 Januari 2000 dan 17 Maret 2000 telah melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak kepada PT XYZ yang merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara. b. Tagihan atas penyerahan tersebut dengan invoice No. XXX dan XXX masing-masing tanggal 18 Januari 2000 yang Pajak Pertambahan Nilainya dipungut oleh PT XYZ dan disetor ke kas negara pada 08 Maret 2000. Satu invoice lagi No. XXX tanggal 17 Maret 2000 disetor oleh PT XYZ pada tanggal 09 Juni 2000. c. Atas penyerahan Jasa Kena Pajak kepada PT XYZ tersebut, PT ABC lalai tidak melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tahun 2000. d. Sehubungan dengan kondisi di atas, Saudara menanyakan apakah atas penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dapat dikenakan sanksi perpajakan. 2. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994, antara lain mengatur: a. Pasal 1 huruf f menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan. b. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) antara lain menyatakan bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang, dan untuk melaporkan antara lain pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. c. Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya. d. Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. e. Pasal 8 ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan Surat Pemberitahuan itu. f. Pasal 8 ayat (4) menyatakan bahwa sekalipun jangka waktu pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan Surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan yang antara lain mengakibatkan pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar. g. Pasal 8 ayat (5) menyatakan bahwa pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan. h. Pasal 14 ayat (1) huruf e menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak atau Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. i. Pasal 14 ayat (4) menyatakan bahwa terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. j. Pasal 38 menyatakan bahwa barang siapa karena kealpaannya: - tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau - menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Penjelasan Pasal tersebut antara lain menyatakan bahwa kealpaan yang dimaksud dalam Pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. k. Pasal 39 ayat (1) huruf c menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. l. Pasal 39 ayat (2) menyatakan bahwa ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. m. Pasal 40 menyatakan bahwa tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. 3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa: a. Dalam hal PT ABC yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak sesuai ketentuan pada butir 2 huruf i di atas. b. Di samping dikenakan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut di atas, atas penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dimana Pajak Pertambahan Nilai yang terutang telah dipungut dan disetorkan ke Kas Negara oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut namun PT ABC lalai tidak melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, dikenakan sanksi administrasi sesuai ketentuan pada butir 2 huruf g di atas sepanjang mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar menjadi lebih besar, atau dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan pada butir 2 huruf j atau huruf k di atas sepanjang menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR PPN DAN PTLL ttd I MADE GDE ERATA