DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 31 Oktober 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 947/PJ.53/2005 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS JASA PEMBACAAN METER DAN JASA PERBANKAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal XXX hal Objek Pajak Penghasilan Pasal 23, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara dikemukakan bahwa : a. Kasus I. 1) PT. ABC, yang selanjutnya disebut PT. ABC, melakukan perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga (KUD, Koperasi Karyawan, Badan Usaha Lain) untuk pekerjaan pembacaan meter pelanggan PT. ABC. 2) PT. ABC melakukan pembayaran atas jasa pembacaan meter langsung kepada Pihak Ketiga (Badan Usahanya). Setelah menerima pembayaran dari PT. ABC, Badan Usaha selaku Pihak Ketiga tersebut baru melakukan pembayaran gaji/upah kepada Pelaksana Pembaca Meter. 3) Selama ini, pelaksanaan aturan perpajakan yang dilakukan oleh PT. ABC adalah untuk PPN atas dasar Faktur Pajak dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pembacaan Meter terutang PPN 10%, dan apabila Perusahaan Pembaca Meter bukan PKP, maka tidak ada dasar untuk menerbitkan Faktur Pajak dan PT. ABC tidak membayar 10%. b. Kasus II. 1) Penagihan rekening listrik milik PT.ABC dilaksanakan oleh Pihak Ketiga (Bank, KUD, Koperasi, Badan Usaha Lain) atas dasar perjanjian kerjasama dan Pihak Ketiga mendapat fee dari PT. ABC atas jasa penagihan rekening listrik tersebut. 2) Pelaksanaan aturan perpajakan untuk Penagih rekening listrik yang dilaksanakan Pihak Bank, sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-425/PJ.53/1996 tanggal 13 Februari 1996 tidak terutang PPN. 3) Atas jasa penagihan rekening listrik oleh Pihak Ketiga selain Bank, PT. ABC membayar PPN 10% atas dasar Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP, apabila Pihak Ketiga bukan PKP, maka tidak ada dasar bagi Pihak Ketiga untuk menerbitkan Faktur Pajak dan PT. ABC tidak membayar PPN 10%. c. Sehubungan dengan kedua kasus di atas, Saudara mohon penjelasan tentang perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2. Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur : a. Pasal 1 angka 15, bahwa Pengusaha Kena pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. b. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. c. Pasal 4A ayat (3) huruf d antara lain menetapkan jasa di bidang perbankan sebagai jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 3. Pasal 6 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain menyatakan bahwa usaha bank umum meliputi : a. membeli, menjual, atau menjamin obligasi atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya; b. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah; c menerima pembayaran dari tagihan atau surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; d. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Peraturan pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai antara lain mengatur : a. Pasal 5 huruf d antara lain menyatakan bahwa jasa di bidang perbankan merupakan kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. b. Pasal 5 huruf j juncto Pasal 14, bahwa jenis jasa di bidang tenaga kerja yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai meliputi : - jasa tenaga kerja; - jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggungjawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan - jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja. c. Pasal 8 huruf a antara lain menyatakan bahwa jenis jasa di bidang perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal huruf d adalah jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan beserta perubahannya, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), serta anjak piutang. 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur : a. Pasal 1, bahwa Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). b. Pasal 4 ayat (1), bahwa Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan satu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya melebihi batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1. c. Pasal 4 ayat (4), bahwa kewajiban memungut, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimulai sejak saat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 6. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 3, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : a. Atas penyerahan jasa pembacaan meter dan jasa penagihan rekening listrik pelanggan PT. ABC oleh Pihak Ketiga terutang PPN mengingat atas jasa tersebut tidak termasuk dalam jasa yang tidak dikenakan PPN, Pihak Ketiga wajib melaporkan usahanya utnuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena pajak dan wajib membuat Faktur Pajak atas jasa yang diserahkan kepada PT. ABC apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). b. Atas jasa penagihan rekening listrik yang diserahkan oleh Pihak Bank tidak termasuk dalam pengertian jasa perbankan yang tidak dikenakan PPN sehingga atas penyerahan jasa penagihan rekening listrik tersebut terutang PPN. Dengan demikian, Surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-425/PJ.53/1996 tanggal 13 Februari 1996 tidak berlaku lagi seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 beserta peraturan pelaksanannya. Demikian disampaikan harap maklum. a.n. Direktur Jenderal Pajak Direktur PPN dan PTLL, ttd. A. Sjarifuddin Alsah NIP 060044664 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Peraturan Perpajakan; 3. Kantor Pelayanan Pajak BUMN.