DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 12 April 1999 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 90/PJ.32/1999 TENTANG PERMOHONAN TIDAK TERUTANGNYA PPN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor Ref : XXX tanggal 26 Februari 1999 perihal Permohonan Kebijaksanaan Pembebasan atas Penetapan PPN, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara dijelaskan bahwa perusahaan Saudara bergerak di bidang usaha industri barang dari batu berkantor di Jakarta dan pabrik di Ujung Pandang dengan NPWP dari KPP Jakarta Kebun Jeruk dan NPWP dari KPP Ujung Pandang. Tanggal 24 Februari 1999 PKP atas nama PT XYZ oleh Kepala KPP Jakarta Kebun Jeruk telah dicabut dengan surat Nomor : PEM-09/WPJ.05/KP.1203/1998, karena domisili perusahaan dan semua administrasi umum dipindahkan ke Ujung Pandang. Sesuai temuan pemeriksaan yang sedang dilakukan oleh Karikpa Ujung Pandang-Kanwil XII (Sulsera) yang menyatakan penerbitan Faktur Pajak menggunakan NPWP X.XXX.XXX.X-XXX (Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebon Jeruk) dan SPM lapor di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebon Jeruk tidak diperbolehkan karena tidak ada surat Sentralisasi pajak, sehingga atas penyerahan barang dari PT XYZ Ujung Pandang ke PT XYZ Jakarta adalah terutang PPN. Saudara mohon atas penyerahan tersebut dibebaskan dari PPN karena sebenarnya penyerahan barang tersebut bukan ke kantor Wajib Pajak di Jakarta tetapi langsung dari Ujung Pandang ke para langganan di Pulau Jawa dan Faktur Pajak hanya diterbitkan di Ujung Pandang meskipun NPWP-nya adalah NPWP Jakarta Kebon Jeruk. 2. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 huruf d (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang. 3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, PKP terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 4. Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang. 5. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-21/PJ.3/1985 tanggal 14 Maret 1985 ditegaskan bahwa Dirjen Pajak hanya dapat memberikan persetujuan untuk menetapkan salah satu tempat usaha sebagai tempat pajak terutang bila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Kantor cabang/perwakilan dan sebagainya tidak melakukan kegiatan penjualan. Semua kegiatan penjualan dan administrasi penjualan hanya dilakukan di tempat usaha yang dipilih sebagai tempat pajak terutang. b. Fungsi cabang/perwakilan hanya menyimpan persediaan dan menyerahkan persediaan tersebut kepada pembeli atas perintah kantor pusatnya yang menangani kegiatan penjualan. c. Kantor cabang/perwakilan tidak membuat Faktur Pajak baik untuk cabang yang bersangkutan maupun atas nama kantor pusatnya. Semua Faktur Pajak hanya dikeluarkan oleh Kantor Pusatnya dan selanjutnya disampaikan kepada pembeli baik langsung atau dapat melalui cabang/perwakilan penjualan yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak penyerahan Barang Kena Pajak oleh Kantor Pusat/Cabang kepada pembeli. Apabila dalam kenyataannya cabang/perwakilan masih melakukan penjualan dan mengeluarkan Faktur Dagang maupun Faktur Pajak, maka seyogyanya diberitahukan supaya cabang/perwakilan yang bersangkutan segera melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. 6. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut : a. Sebelum permohonan pemusatan tempat pajak terutang (Sentralisasi) mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, berlaku ketentuan bahwa pajak terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat usaha dilakukan, sehingga baik Kantor Pusat maupun tempat usaha wajib melaporkan usaha Saudara untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. b. Atas hasil pemeriksaan Karikpa Ujungpandang Kanwil XII (Sulsera) yang menyatakan penerbitan Faktur Pajak menggunakan NPWP X.XXX.XXX.X-XXX (Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebon Jeruk) dan SPM lapor di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebon Jeruk tidak diperbolehkan karena tidak ada surat Sentralisasi pajak adalah telah sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan demikian atas penyerahan barang yang dilakukan dari PT XYZ Ujung Pandang kepada pelanggan di pulau Jawa, dianggap sebagai penyerahan barang dari PT XYZ Ujung Pandang kepada PT XYZ Jakarta sehingga atas penyerahan tersebut adalah terutang PPN. c. Sehubungan dengan hal-hal tersebut maka dengan menyesal permohonan Saudara tidak dapat dikabulkan. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN ttd IGN MAYUN WINANGUN