DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 14 September 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 847/PJ.32/2006 TENTANG KEWAJIBAN PEMUNGUTAN PPN ATAS SEWA RUANGAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal XXX hal tersebut di atas, dengan ini kami berpendapat sebagai berikut : 1. Pada surat dijelaskan sebagai berikut : a. Saudara merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang selain mempunyai penghasilan sebagai karyawan juga mempunyai penghasilan tambahan dari sewa rumah dan ruko; b. Pada awal tahun 2006, pihak penyewa yang merupakan Bank Pemerintah meminta agar Saudara menerbitkan Faktur Pajak dalam proses penagihan sewa; c. Setelah beberapa bulan Saudara dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan telah melaporkan kewajiban pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN, Saudara mendapat surat yang menyatakan bahwa Saudara mempunyai kewajiban PPN yang belum disetor untuk masa tahun sebelumnya (tahun 2005). Dalam surat tersebut dikatakan bahwa berdasarkan data yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada tahun 2005 terjadi perbedaan antara pelaporan SPT PPh Orang Pribadi dengan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN); d. Saudara menjelaskan bahwa berhubung PKP baru dikukuhkan tahun 2006, selama tahun 2005 Saudara tidak pernah melaporkan SPT Masa PPN, karena Saudara sama sekali tidak pernah melakukan pemungutan PPN kepada setiap penyewa. Berdasarkan surat Dirjen Pajak Nomor S-2424/PJ.532/1998 tanggal 30 Oktober 1998, ditegaskan bahwa kewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN terhutang adalah pada saat telah dikukuhkannya Wajib Pajak sebagai PKP; e. Saudara memohon penegasan dari Direktur Peraturan Perpajakan apakah kewajiban penyetoran PPN dapat dikenakan untuk tahun 2005 padahal Suadara baru dikukuhkan menjadi PKP pada tahun 2006, jika ya apakah Saudara boleh memungut PPN sebelum dikukuhkan menjadi PKP, serta bagaimana perihal PPN masukan yang diperoleh sebelum mendapatkan pengukuhan PKP apakah juga dapat dikreditkan. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terkahir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain diatur sebagai berikut : a. Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan atas petunjuk dari pemesanan; b. Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini; c. Pasal 1 angka 19 menyatakan bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak; d. Pasal 3A ayat (1) menyatakan bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang. Penjelasan Pasal 3A ayat (1) menyatakan bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah pabean dan atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak diwajibkan : a) melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b) memungut pajak yang terutang; c) menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang; d) melaporkan penghitungan pajak. e. Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; f. Pasal 9 ayat (2) menyatakan bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. Penjelasan Pasal 9 ayat (2) menyatakan bahwa Pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang Kena Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah wajib membayar PPN dan berhak menerima dbukti pungutan pajak. PPN yang yang seharusnya sudah dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak, atau pengimpor Barang Kena Pajak, atau pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut di atas oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dikrditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama; g. Pasal 9 ayat (8) menyatakan bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk : a) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b) Perolehan Barang Kena Pajka atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; c) Perolehan dan pemeliaharan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; d) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; e) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; f) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); g) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dai luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); h) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; i) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan dalam waktu dilakukan pemeriksaan. 3. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai mengatur mengenai jenis-jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, namun jasa persewaan rumah dan ruko tidak termasuk di dalamnya. 4. Pasal 3 ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 TAHUN 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana. 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai menyatakan bahwa : a. Pasal 1 menyatakan bahwa Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah); b. Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya melebihi batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; c. Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lambat akhir bulan berikutnya. d. Pasal 4 ayat (3) menyatakan bahwa dalam hal Pengusaha tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) maka saat pengukuhan adalah awal bulan berikutnya setelah bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2); e. Kewajiban untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimulai sejak saat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 6. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai butir 5 serta memperhatikan butir 1, dengan ini kami sampaikan bahwa : a. Apabila penghasilan bruto Saudara telah mencapai Rp.600.000.000,- setahun maka : Saudara wajib melaporkan usaha Saudara untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Dalam kasus ini, apabila pada tahun 2005 atau sebelumnya penghasilan bruto Saudara telah melampaui batas penghasilan Pengusaha Kecil, maka Saudara telah wajib melaporkan usaha Saudara untuk dikukuhkan sejak tahun 2005 atau sebelumnya; b. Hanya pengusaha yang telah melaporkan usahanyauntuk dikukuhkan sebagai PKP yang berhak memungut PPN terhutang; c. Saudara wajib menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan; d. Saudara juga wajib melaporkan penghitungan PPN yang terhutang menggunakan SPT Masa PPN ke KPP tempat Saudara terdaftar. Demikian untuk dimaklumi. Pjs. Direktur, ttd. Robert Pakpahan NIP. 060060167