DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 14 September 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 846/PJ.322/2006 TENTANG PENGENAAN JENIS PAJAK ATAS JASA MANAJEMEN YANG DILAKUKAN DI LUAR NEGERI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan surat Saudara nomor : XXX tanggal 24 Mei 2006 tentang hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Secara garis besar, isi surat Saudara beserta lampiran-lampirannya mengemukakan hal-hal sebagai berikut: a. PT. ABC menggunakan jasa manajemen perusahaan yang berkedudukan di Malaysia, dimana jasa manajemen tersebut dilakukan di luar negeri untuk kepentingan para investor atau kreditor yang ada di luar negeri. b. Dokumen yang Saudara lampirkan, berupa service agreement, menyatakan bahwa: 1) PT. ABC adalah perusahaan yang berdomisili di Indonesia dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta; 2) XYZ adalah perusahaan yang berdomisili di Malaysia; 3) PT. ABC menggunakan jasa manajemen dari XYZ; 4) Atas penyerahan jasa manajemen tersebut, PT. ABC membayar sejumlah US$ 3.000 per bulan kepada XYZ. c. Dokumen yang Saudara lampirkan berupa Surat Pernyataan yang dikeluarkan Lembaga Hasil Dalam Negeri Malaysia, menyatakan bahwa XYZ berstatus sebagai Wajib Pajak Malaysia. d. Sehubungan dengan hal tersebut di atas Saudara mengajukan pertanyaan sebagai berikut: 1) Apakah atas jasa manajemen yang diterima PT. ABC tersebut di atas harus dikenakan PPN impor, walaupun jasa tersebut tidak dilakukan di daerah Pabean? 2) Jika dikenakan PPN impor atas jasa manajemen tersebut di atas, apakah dapat direstitusi. 2. Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 : a. Pasal 3A ayat (3) menyatakan bahwa Orang Pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf d dan atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. b. Pasal 4 huruf e menyatakan bahwa PPN dikenakan atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Bagian penjelasan peraturan perpajakan di atas menyebutkan bahwa jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam daerah pabean dikenakan PPN, misalnya, Pengusaha Kena Pajak "C" di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha "B" yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang PPN. c. Pasal 4A ayat (3) mengatur tentang penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan jasa manajemen tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan PPN. d. Pasal 9 Ayat (2) menyatakan bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. e. Pasal 9 Ayat (8) menyatakan bahwa Pajak masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk: 1) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 2) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; 3) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; 4) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 5) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; 6) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); 7) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); 8) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; 9) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. 3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan pada butir 2 dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Jasa manajemen tidak termasuk dalam kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). b. Atas jasa manajemen yang diterima oleh PT. ABC dari XYZ tidak dikenakan PPN impor, akan tetapi dikenakan PPN atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada butir 2 huruf (b). c. PT. ABC wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang tersebut; d. Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetorkan PT. ABC dapat dimintakan kembali (direstitusi) apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran. Demikian untuk dimaklumi. Pj. DIREKTUR ttd. ROBERT PAKPAHAN