DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
9 Juli 2001
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 841/PJ.51/2001
TENTANG
PERMOHONAN IJIN IMPOR KENDARAAN UNTUK TAKSI DALAM BENTUK CBU
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara kepada Menteri Keuangan Nomor xxx tanggal 22 Maret 2001 hal
tersebut pada pokok surat yang tembusannya disampaikan kepada kami, dengan ini disampaikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut secara garis besar dikemukakan bahwa :
1.1. PT. SIM adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan export/import,
transportasi, yang dalam usahanya melakukan kerja sama dengan beberapa perusahaan
taksi untuk melakukan peremajaan atau penambahan armada taksinya.
1.2. Sebanyak 75 % dari 35.000 unit armada taksi yang ada, dikategorikan sudah tidak layak jalan.
Sementara peraturan dari DLLAJ akan memberi sanksi mencabut ijin taksi apabila Saudara
tidak segera melakukan peremajaan.
1.3. Sehubungan dengan hal tersebut pada butir b di atas Saudara bermaksud mengimpor
kendaraan bermotor dalam bentuk Completely Built Up (CBU) untuk peremajaan armada
taksi sebanyak 20.000 unit.
1.4. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas Saudara memohon untuk diberikan ijin impor
kendaraan dalam bentuk CBU dan pembebasan bea masuk serta keringanan pajak lainnya.
2. Pajak Pertambahan Nilai
2.1. Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 dinyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai
dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha dan atas impor Barang Kena Pajak.
2.2. Berdasarkan Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 dinyatakan bahwa tarif Pajak Pertambahan
Nilai berjumlah 10% (sepuluh persen).
2.3. Di samping pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, atas impor Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah, sesuai ketentuan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 juga
dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2.4. Sesuai Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000 tentang Kelompok Barang Kena
Pajak yang tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah jo. Pasal 1
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000 tentang Jenis Kendaraan Bermotor
Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah diatur rincian besarnya pengenaan tarif
PPn BM terhadap impor dan atau penyerahan masing-masing jenis kendaraan bermotor.
2.5. Sesuai Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 145 TAHUN 2000 tentang Kelompok
Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah jo. Pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000 tentang
Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, kendaraan
bermotor yang digunakan untuk angkutan umum dikecualikan dari pengenaan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah.
2.6. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, kendaraan bermotor roda empat tidak termasuk
Barang Kena Pajak yang atas impor dan penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
2.7. Sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 540/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000
tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas
Kendaraan Bermotor, dijelaskan antara lain bahwa pihak yang menyerahkan kendaraan
bermotor yang tergolong mewah kepada pembeli yang mempunyai Surat Keterangan Bebas
(SKB) PPn BM dapat mengajukan restitusi atas PPn BM yang telah dipungut sebelumnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat yang
bersangkutan dikukuhkan.
3. Pajak Penghasilan
3.1. Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000,
diatur bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk
memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-
badan tertentu memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor
atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.2. Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 tentang
Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besamya Pungutan serta
Tatacara Penyetoran dan Pelaporannya, diatur antara lain :
a. Pasal 1 huruf a :
Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ditunjuk sebagai pemungut PPh
Pasal 22 atas impor barang.
b. Pasal 2 ayat (1) huruf a :
Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor ditetapkan sebagai
berikut :
1) yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), sebesar 2,5% (dua
setengah persen) dari nilai impor;
2) yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari
nilai impor;
3) yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual
lelang.
c. Pasal 2 ayat (2) :
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
pabean di bidang impor.
d. Pasal 4 ayat (1) :
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk.
4. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan butir 3 serta memperhatikan isi surat Saudara, maka dengan
ini ditegaskan bahwa :
4.1. Atas impor dan atau penyerahan kendaraan bermotor roda empat dalam bentuk CBU yang
dilakukan oleh PT. SIM terutang PPN sebesar 10% dan PPn BM sesuai tarif sebagaimana diatur
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000.
4.2. Atas penyerahan kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan angkutan umum
(taksi) dari PT. SIM kepada perusahaan taksi terutang PPN sebesar 10% dan dikecualikan dari
pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
4.3. Atas penyerahan kendaraan bermotor kepada pembeli yang mempunyai SKB PPn BM, PT. SIM
dapat mengajukan permohonan restitusi atas PPn BM impor sesuai dengan ketentuan yang
berlaku kepada KPP di tempat yang bersangkutan dikukuhkan.
4.4. Atas impor kendaraan bermotor roda empat dalam bentuk CBU yang dilakukan oleli PT. SIM
untuk keperluan angkutan umum terutang PPh Pasal 22 impor dengan rincian :
a. apabila menggunakan API maka PPh Pasal 22 yang terutang sebesar 2,5% (dua
setengah persen) dari nilai impor.
b. apabila tidak menggunakan API maka PPh Pasal 22 yang terutang sebesar 7,5%
(tujuh setengah persen) dari nilai impor.
c. Pajak Penghasilan Pasal 22 tersebut dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk.
Demikian agar Saudara maklum.
Direktur Jenderal,
ttd.
Hadi Poernomo
NIP. 060027375
Tembusan :
1. Menteri Keuangan
2. Menteri Perindustrian dan Perdagangan
3. Direktur Jenderal Bea dan Cukai
4. Direktur Jenderal Perhubungan Darat
5. Direktur PPN dan PTLL
6. Direktur PPh
7. Direktur Peraturan Perpajakan