DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     7 Maret 1994

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 731/PJ.52/1994

                            TENTANG

            PENCANTUMAN MATA UANG ASING DALAM FAKTUR PAJAK

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX  tanggal 27 Januari 1994 perihal tersebut pada pokok surat, 
dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

1.  Pasal 28 ayat (5) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara 
    Perpajakan menetapkan bahwa pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia 
    dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa 
    Indonesia atau dalam bahasa Asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

2.  Faktur Pajak adalah bagian atau alat kelengkapan dari pembukuan atau pencatatan, karenanya 
    persyaratan penulisan huruf, angka, bahasa, dan satuan mata uang, tetap tunduk pada ketentuan 
    Pasal 28 ayat (5) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983.

3.  Sebagai bagian atau alat kelengkapan dari pembukuan, maka isi Faktur Pajak seperti Harga Jual/
    Pengantian/uang muka, Dasar Pengenaan Pajak, PPN dan PPn BM yang merupakan satu kesatuan 
    yang tak terpisahkan dan harus dicatat dalam pembukuan sehingga pencatatannya dalam satuan mata 
    uang harus konsisten dan seragam di dalam satuan mata uang rupiah. Mengenai persyaratan 
    penulilsan huruf, angka, bahasa dan satuan mata uang pada Invoice yang dibuat oleh Supplier Luar 
    Negeri, tentu saja tidak terikat dengan ketentuan Pasal 28 ayat (5) Undang-undang Nomor 6 Tahun 
    1983 karena pembuatan dokumen tersebut berada di luar wilayah Republik Indonesia.

4.  Berdasarkan hal tersebut pada butir 3 di atas, dengan mencantumkan satuan mata uang rupiah yang 
    telah dikonversi hanya pada perhitungan PPN dan PPn BM saja, adalah tidak sesuai dengan maksud 
    dari Pasal 28 ayat (5) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983. Pencantuman mata uang asing pada 
    Faktur Pajak untuk Harga Jual/penggantian uang muka sebagai Dasar Pengenaan Pajak dapat 
    diperkenankan sepanjang nilai rupiah hasil konversi juga dicantumkan, sedangkan untuk PPn BM harus 
    dalam mata uang rupiah.

5.  Faktur Pajak yang tidak sesuai ketentuan dalam butir 4 dikategorikan sebagai Faktur Pajak yang tidak 
    lengkap, sehingga tidak dapat dikreditkan. Untuk dapat dikreditkan, Faktur Pajak dimaksud harus 
    dibatalkan dan diganti dengan Faktur Pajak baru yang  pengisiannya sesuai dengan ketentuan 
    perpajakan. Pada Faktur Pajak yang dibatalkan diberi catatan "dibatalkan dan diganti dengan Faktur 
    Pajak Nomor ... Tanggal ...", sedangkan pada Faktur Pajak yang baru diberi catatan "sebagai 
    pengganti Faktur Pajak Nomor .... Tanggal ....". Kedua Faktur Pajak tersebut dilekatkan satu sama 
    lain, untuk memudahkan pengawasan.

6.  Atas contoh yang Saudara berikan dapat kami jelaskan sebagai berikut :
    -   Dalam ketentuan cara menghitung PPN adalah tarip X DPP, sehingga untuk menghitung PPN 
        yang terutang pada bulan September 1993 ke dalam rupiah yaitu 
        1,000.00 X Rp 2.078,00 = Rp 2.078.000,00
        Untuk PPN bulan November 1993, DPP-nya adalah 
        US $ (5,000.00 -1,000.00) X Rp 2.108,00 = Rp 8.432.000,00 . 
        PPN yang terutang  = 10% X Rp 8.432.000 = Rp 843.200,00.

    -   Dengan demikian kami sependapat dengan Saudara bahwa untuk menghitung PPN bulan 
        September 1993 digunakan kurs September 1993 dan untuk bulan Nopember 1993 digunakan 
        kurs Nopember 1993. Cara pencantuman dalam Faktur Pajak, mulai dari DPP sudah harus 
        dikonversi dalam mata uang rupiah.

Demikian untuk dimaklumi.




A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 
DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA

ttd

SUNARIA TADJUDIN