DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 18 Agustus 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 714/PJ.313/2005 TENTANG PPh PASAL 23 ATAS DIVIDEN DARI PERSEROAN TERBATAS DALAM NEGERI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara kepada Direktur Jenderal Pajak Nomor XXX tanggal 19 Mei 2005 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa dalam rangka penggalian potensi pajak khususnya PPh Pasal 23 atas pembagian dividen dari perseroan terbatas dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang PPh, Kepala KPP Medan Belawan mengemukakan hal-hal sebagai berikut: a. Sebagian besar perseroan terbatas dalam negeri berbentuk perseroan terbatas tertutup, umumnya pemegang sahamnya adalah orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan dan jumlah pemegang saham yang relatif sedikit sehingga RUPS menjadi tidak penting bagi mereka; b. RUPS adalah organ perseroan terbatas yang kedudukannya sebagai organ pemegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan terbatas, sehingga penting kehadiran dan kedudukannya. Karena itu penyelenggaraan RUPS merupakan suatu keharusan dan wajib dilakukan; c. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ.43/1993 tentang PPh Pasal 23/Pasal 26 atas pembayaran Dividen atau Bagian Keuntungan dari Perseroan dalam negeri, antara lain menyatakan bahwa bagi perusahaan yang tidak go publik, saat terutangnya PPh Pasal 23 atau Pasal 26 ialah pada saat disediakan untuk dibayarkan. Adapun yang dimaksud dengan saat disediakan untuk dibayarkan adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan/ditentukan dalam RUPS; d. Mengingat Surat Edaran tersebut diterbitkan pada masa sebelum berlakunya Undang-undang Perseroan Terbatas dan tidak secara eksplisit menyatakan saat terutang/jatuh tempo PPh Pasal 23 atas dividen, guna menggali potensi pajak dan untuk menghindarkan kemungkinan PPh Pasal 23 atas dividen menjadi hilang atau tidak tertagih karena bubarnya perseroan terbatas, sedangkan selama berdirinya tidak melakukan kewajiban sebagaimana mestinya, Kepala KPP Medan Belawan mengusulkan untuk menerbitkan surat edaran atau Peraturan Menteri Keuangan tentang keharusan perseroan terbatas yang tidak go public untuk setiap tahun melakukan penghitungan/penyetoran PPh Pasal 23 atas dividen, dan menetapkan saat terutangnya paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku. 2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), diatur sebagai berikut: a. Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 3, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk antara lain keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; b. Pasal 10 ayat (3), nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. 3. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ.43/1993 tentang PPh Pasal 23/ Pasal 26 atas pembayaran dividen atau bagian keuntungan dari perseroan dalam negeri, antara lain ditegaskan sebagai berikut: a. Angka 3.1., Bagi perusahaan yang tidak go public, saat terutangnya PPh Pasal 23 atau Pasal 26 ialah pada saat disediakan untuk dibayarkan. Adapun yang dimaksud dengan saat disediakan untuk dibayarkan adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan/ditentukan dalam RUPS tahunan; b. Angka 3.2., Bagi perseroan yang go public, penentuan saat terutangnya PPh Pasal 23/Pasal 26 atas pembagian dividen berdasarkan tanggal RUPS akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya, mengingat sampai dengan suatu jangka waktu tertentu setelah tanggal RUPS saham yang diperjualbelikan di Bursa masih mengandung hak memperoleh dividen, sehingga pemegang saham yang berhak atas dividen tersebut masih berubah-ubah; Dengan demikian, kewajiban perusahaan untuk memotong PPh Pasal 23/Pasal 26 baru timbul pada tanggal penentuan kepemilikan (Recording date). Dengan perkataan lain, pemotongan PPh Pasal 23/ Pasal 26 atas dividen yang dibayarkan atau terutang sebagaimana diatur dalam Pasal 23 dan Pasal 26 baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak menerima atau memperoleh dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai. 4. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: a. Usulan dari Saudara untuk membuat peraturan agar setiap perseroan terbatas yang tidak go public untuk setiap tahun melakukan penghitungan/penyetoran PPh Pasal 23 atas dividen, dan menetapkan saat terutangnya paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku, dapat dipertimbangkan, untuk lebih menggali potensi pajak yang ada; b. Namun demikian, berhubung peraturan yang ada sekarang belum mengakomodir usulan Saudara, maka akan kami teruskan kepada tim penyusunan RUU Pajak Penghasilan agar dipertimbangkan dalam rancangan Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd. HERRY SUMARDJITO