DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 20 Mei 1997 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 63/PJ.32/1997 TENTANG PENJELASAN MENGENAI PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 8 April 1997 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Permasalahan yang Saudara ajukan dalam surat tersebut adalah : a. Sesuai surat KPP Tegallega Nomor : SE-01/WPJ.07/KP.1207/1997 tanggal 17 Maret 1997 dinyatakan bahwa Faktur Pajak harus diterbitkan tepat waktu oleh penjual. Berdasarkan surat KPP Tegallega tersebut Saudara menanyakan apakah ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-53/PJ./1994 tanggal 29 Desember 1994 masih tetap berlaku. b. Dalam Surat KPP Tegallega di atas disebutkan juga bahwa bulan/masa terbit Faktur Pajak harus cocok dengan bulan pelaporan Faktur Pajak tersebut. Atas penegasan tersebut Saudara menanyakan apakah ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan Pasal 9 ayat (9) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994. 2. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, dinyatakan bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. Dalam Pasal 9 ayat (9) dinyatakan pula bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. 3. Sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, dinyatakan bahwa PKP wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP atau ekspor BKP atau setiap penyerahan JKP. Dalam Pasal 13 ayat (3) dinyatakan bahwa apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP, Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran. Selanjutnya dalam Pasal 13 ayat (4) dinyatakan bahwa saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tatacara penyampaian, dan tatacara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 4. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-53/PJ./1994 tanggal 29 Desember 1994 disebutkan bahwa Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan keseluruhan JKP dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran. 5. Berdasarkan uraian di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : a. Dalam hal penyerahan BKP dan/atau penyerahan keseluruhan JKP dilakukan terlebih dahulu, Faktur Pajak Standar dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali apabila dilakukan pembayaran sebelum akhir bulan setelah bulan penyerahan, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat pembayaran. Dengan demikian ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-53/PJ./1994 masih tetap berlaku. Namun, apabila terdapat Faktur Pajak yang penerbitannya tidak mematuhi ketentuan mengenai waktu penerbitan seperti tersebut di atas, akan mengakibatkan PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan karena tidak memenuhi ketentuan persyaratan formal penerbitan Faktur Pajak yang memuat PPN tersebut. b. Pada prinsipnya Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. Namun demikian Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Agar prinsip pengkreditan Pajak Masukan harus terjadi pada Masa Pajak yang sama tetap dihargai, maka penyimpangan dari prinsip tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan dalam arti kata PKP yang bersangkutan harus memberikan penjelasan sebab-sebab tidak dapat dilaksanakannya prinsip tersebut di atas. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR ttd Drs. DJONIFAR AF, MA