DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 22 Juli 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 606/PJ.52/2004 TENTANG PENJELASAN DI KAWASAN GUDANG BERIKAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 17 Juli 2002 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa : a. PT. ABC adalah Pengusaha Kena Pajak yang memiliki ijin sebagai Pengusaha Pada Gudang Berikat (PPGB) dan bergerak dalam bidang perdagangan umum; b. Salah satu transaksi penjualan barang yang ditimbun pada gudang berikat adalah ke PT. X yang berkedudukan di Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) yang memiliki fasilitas BAPEKSTA yaitu pembebasan Bea Masuk dan penangguhan PPN dan PPn BM; c. Dalam penjualan tersebut terdapat keraguan yakni, apakah PT. ABC wajib membuat Faktur Pajak Standar, karena PT. X telah membuat dan memiliki Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang berdasarkan ketentuan yang berlaku dapat berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar; d. Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara memohon penegasan apakah atas transaksi yang dilakukan PT XYZ tersebut terutang PPN, mengingat sampai saat ini Pulau Batam masih merupakan Kawasan Berikat. 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur bahwa: a. Pasal 4 huruf a, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b. Pasal 13 ayat (1), Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak; c. Pasal 16B ayat (1), Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk : 1. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean; 2. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu; 3. impor Barang Kena Pajak tertentu; 4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; d. Pasal 19 ayat (1) huruf b, Selama peraturan pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan pelaksanaan yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini yang belum dicabut dan diganti dinyatakan masih berlaku; 3. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, antara lain mengatur bahwa : a. Pasal 14 ayat (1) huruf f, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak antara lain apabila Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak; b. Pasal 14 ayat (4), Terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 33 TAHUN 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 1997, antara lain mengatur bahwa : a. Pasal 1 angka 3, Gudang Berikat adalah bangunan atau tempat dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan, penyortiran, pengepakan, pemberian merk/label, atau kegiatan usaha lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang asal impor untuk tujuan dimasukkan ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya, Kawasan Berikat, atau direekspor tanpa adanya pengolahan; b. Pasal 2 ayat (1) huruf c, Barang atau bahan impor yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat diberikan fasilitas berupa tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan; c. Pasal 5 ayat (1), Barang asal impor yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan diimpor untuk dipakai, sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan Bea Masuk, Cukai, atau Pajak dalam rangka impor dikenakan PPN, PPnBM berdasarkan harga penyerahan; d. Pasal 5 ayat (2), Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan ketentuan umum di bidang impor; e. Pasal 21 ayat (1), Pengusaha Pada Gudang Berikat (PPGB) bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, dan Pajak yang terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari perusahaannya; f. Pasal 21 ayat (2), Pengusaha Pada Gudang Berikat (PPGB) dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang berada di perusahaannya : 1. musnah tanpa sengaja; 2. telah diekspor, direekspor, atau diimpor untuk dipakai; 3. dimasukkan ke Kawasan Berikat, dipindahkan ke Kawasan Berikat lainnya, Tempat Penimbunan Sementara, atau Tempat Penimbunan Pabean; 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 339/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat antara lain mengatur bahwa : a. Pasal 3 ayat (1), Barang atau bahan asal impor yang dimasukkan ke Gudang Berikat (GB) oleh Pengusaha Pada Gudang Berikat (PPGB) diberikan fasilitas berupa penangguhan Bea Masuk, pembebasan cukai, tidak dipungut PPN dan PPn BM dan PPh Pasal 21; b. Pasal 4 ayat (2), Untuk keperluan pengeluaran barang impor dari Gudang Berikat, Pengusaha Pada Gudang Berikat dapat menerbitkan invoice atas nama perusahaannya berdasarkan harga transaksi; c. Pasal 14 ayat (1), Pengeluaran barang impor dari Gudang Berikat ke perusahaan yang mendapatkan fasilitas pembebasan/keringanan Bea Masuk dan penangguhan PPN/PPn BM dalam rangka ekspor dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) sesuai dengan tata laksana kepabeanan di bidang impor yang berlaku; d. Pasal 14 ayat (2), Terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Gudang Berikat yang bersangkutan; 6. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini kami tegaskan bahwa : a. PT. ABC bertanggung jawab terhadap PPN yang terutang atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke DPIL dan harus melunasi PPN dimaksud yang seharusnya terutang pada saat memasukkan barang ke Gudang Berikat dengan menggunakan PIB dan menerbitkan Faktur Pajak kepada PT. X di DPIL; b. Dengan demikian, PIB dibuat oleh PT. ABC sebagai Pengusaha yang bertanggung jawab atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke DPIL sebagaimana dimaksud pada butir 4 huruf e di atas; c. Selain itu, bagi PT. X sebagai Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR PPN & PTLL ttd A. SJARIFUDDIN ALSAH