DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                             24 Juni 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 517/PJ.343/2005

                             TENTANG

         PERMOHONAN PENJELASAN DAN KONFIRMASI ATAS TRANSAKSI DENGAN HUBUNGAN ISTIMEWA

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 10 Juni 2005 perihal seperti tersebut pada pokok surat, 
dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa:
    a.  XYZ yang berkedudukan di Mauritius dan 100% dimiliki oleh PT ABC telah menerbitkan 
        obligasi senilai US$ 280.000.000,- pada tanggal 18 Juni 2002 dan akan jatuh tempo pada 
        tanggal 18 Juni 2007.

    b.  Hasil emisi obligasi seluruhnya dipinjamkan kepada PT ABC dengan suatu perjanjian hutang 
        yang skema pinjamannya sama dengan skema obligasi yang diterbitkan oleh XYZ, termasuk 
        tingkat bunga tetap sebesar 10,375% (neto) pertahun yang wajib dibayarkan oleh PT ABC 
        kepada XYZ setiap 6 (enam) bulan.

    c.  Berdasarkan Condition 6 dari Offering Circular obligasi, ditentukan bahwa XYZ berhak 
        melunasi seluruh obligasi yang masih terhutang dengan par value sebelum jatuh tempo 
        apabila terdapat perubahan peraturan perpajakan di Mauritius maupun di Indonesia yang 
        mengakibatkan XYZ atau PT ABC berkewajiban membayar tambahan pemotongan pajak 
        melebihi tarif 10% per tahun dan kewajiban tersebut tidak dapat dihindari dengan melakukan 
        "reasonable measures" baik oleh XYZ maupun PT ABC.

    d.  Mulai tanggal 1 Januari 2005, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara 
        Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Mauritius telah diterminasi sehingga kewajiban 
        pemotongan pajak atas bunga oleh PT ABC kepada XYZ berubah dari semula 10% menjadi 
        20%.

    e.  Adanya terminasi P3B di atas telah menimbulkan masalah yang saat ini masih menunggu 
        proses hukum di pengadilan Inggeris yakni apakah struktur pembiayaan Mauritius ini dapat 
        disesuaikan sehingga peningkatan kewajiban pemotongan pajak atas bunga tersebut dapat 
        dihindari.

    f.  Wali amanat (Trustee) dari obligasi, dalam hal ini PQR Bank, NA Cabang London, 
        menyampaikan beberapa bentuk struktur pembiayaan yang dapat dipertimbangkan oleh XYZ 
        dan/atau PT ABC termasuk:
        i.  memindahkan tempat kedudukan manajemen ("seat of management") XYZ dari 
            Mauritius ke jurisdiksi lain;
        ii. mengganti XYZ dengan sebuah perusahaan baru di jurisdiksi lain (Perusahaan Baru) 
            yang akan mengambil alih kewajiban XYZ ("substitution") atau;
        iii.    mendirikan suatu "Perusahaan Baru" berdasarkan hukum di jurisdiksi lain yang 
            memiliki P3B dengan Pemerintah Indonesia dan menempatkannya di antara PT ABC 
            dan XYZ ("interposition") sehingga dapat menikmati tarif pemotongan pajak sesuai 
            P3B sebesar 10% atau kurang.
        Jurisdiksi yang disarankan adalah Inggeris, Netherlands dan Luxemburg.

    g.  Jika struktur "interposition" yang akan dipakai, maka XYZ akan mengalihkan haknya 
        berdasarkan suatu perjanjian hutang kepada Perusahaan Baru, dan Perusahaan Baru akan 
        membuat suatu perjanjian hutang baru dengan PT ABC.

    h.  Saat ini dalam jajaran direksi XYZ terdapat 2 (dua) direktur dari Indonesia dan 2 (dua) 
        direktur lainnya merupakan penduduk Mauritius. Dalam struktur pembiayaan yang baru, 
        komposisi jajaran direksi juga akan terdiri dari direktur lokal dan direktur dari Indonesia 
        dengan jumlah yang sama.

    i.  Disampaikan pula posisi Trustee yang menganggap bahwa berdasarkan hukum Indonesia, 
        tidak terdapat ketentuan atau bukan kebiasaan dilakukan pemeriksaan apakah penerima 
        bunga adalah resident atau merupakan beneficial owner, melainkan cukup dengan 
        memperlihatkan Surat Keterangan Domisili saja untuk dapat melakukan pemotongan pajak 
        sesuai P3B. Tidak ada larangan dalam hukum Indonesia untuk melakukan "treaty shopping" 
        dan selama para pihak memenuhi persyaratan dalam P3B maka mereka dapat menikmati 
        fasilitas P3B yang bersangkutan meskipun dengan melakukan "treaty shopping" atau    
        menggunakan "conduit company" atau "pass-through company".

    j.  Berdasarkan hal-hal tersebut Saudara memohon penjelasan dan konfirmasi atas hal-hal 
        sebagai berikut:
        i.  Apakah restrukturisasi hutang yang akan dilakukan di Netherlands, Luxemburg atau 
            Inggeris dapat diperkenankan dan dapat menikmati fasilitas P3B berupa tarif 
            pemotongan pajak atas bunga sebesar 10%;
        ii. Interprestasi beneficial owner untuk pemenuhan salah satu syarat dalam P3B dan 
            apakah Perusahaan Baru akan dianggap sebagai beneficial owner dari bunga yang 
            diperoleh dan jika tidak apakah akan diwajibkan untuk melakukan pemotongan pajak 
            sebesar 20% sesuai Pasal 26 Undang-Undang PPh;
        iii.    Apakah Perusahaan Baru akan dianggap memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia;
        iv. Apakah penyerahan Surat Keterangan Domisili kepada pihak pajak Indonesia 
            merupakan bukti yang cukup untuk menerapkan tarif 10% sesuai P3B Indonesia - 
            Luxemburg dan P3B Indonesia - Netherlands dan tidak akan dilakukan pemeriksaan 
            lebih lanjut;
        v.  Apabila struktur "interposition" digunakan di Netherlands, apakah ketentuan Pasal 11 
            (4) dalam P3B Indonesia - Netherlands dapat diterapkan sehingga kewajiban 
            pemotongan pajak menjadi 0%.
        vi. Apakah tambahan pembayaran bunga PT ABC yang mungkin terjadi akibat 
            restrukturisasi hutang dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal;

2.  Menanggapi hal-hal tersebut diatas, dengan ini kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut:

    a.  Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), 
        antara lain diatur bahwa:
        (3) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan 
            dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya 
            Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa 
            dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang 
            tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

    b.  Dalam Pasal 6 UU PPh antara lain diatur bahwa:
        (1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha 
            tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi:
            a.  biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk 
                biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, 
                termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang 
                diberikan dalam bentuk uang, bunga, royalti, biaya perjalanan, biaya 
                pengelolaan limbah, premi asuransi, biaya administrasi dan pajak kecuali 
                pajak penghasilan;

    c.  Selanjutnya dalam Pasal 9 UU PPh antara lain diatur bahwa:
        (1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri 
            dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
            f.  jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham 
                atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa ....;

    d.  Dalam P3B antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda, diatur antara lain sebagai 
        berikut :

        Article 11 (Interest)
        2.  However, such interest may also be taxed in the State in which it arises and according 
            to the laws of that State, but if the beneficial owner of the interest is a resident of the 
            other State, the tax so charged shall not exceed 10 per cent of the gross amount of 
            the interest.
        4.  Notwithstanding the provision of paragraph 2, interest arising in one of the two States 
            shall be taxable only in the other State if the beneficial owner of the interest is a 
            resident of the other State and if the interest is paid on a loan made for a period of 
            more than 2 years or is paid in connection with the sale on credit of any industrial,   
            commercial or scientific equipment.
        5.  The competent authorities of the two States shall by mutual agreement settle the 
            mode of application of paragraph 2, 3 and 4.
        7.  The provision of paragraphs 1 and 2 shall not apply if the recipient of the interest, 
            being a resident of one of the two States, has in the other State in which the interest 
            arises a permanent establishment with which the debt-claim from which the interest 
            arises is effectively connected. In such case, the provisions of Article 7 shall apply.
        9.  Where, owing to a special relationship between the payer and the recipient or between 
            both of them and some other persons, the amount of the interest paid, having regard 
            to the debt-claim for which it is paid, exceeds the amount which would have been 
            agreed upon by the payer and the recipient in the absence of such relationship the 
            provisions of this Article shall apply only to the last-mentioned amount. In that case, 
            the excess part of the payments shall remain taxable according to the law of each 
            States, dua regard being had to the other provisions of this Agreement.

    e.  Dalam P3B antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Inggeris, diatur antara lain sebagai 
        berikut :

        Article 11 (Interest)
        (2) However, such interest may also be taxed in the Contracting State in which it arises, 
            and according to the laws of that State; but where the beneficial owner of such 
            interest is a resident of the other Contracting State the tax so charged shall not 
            exceed 10 per cent of the gross amount of the interest.
        (6) The provisions of paragraph (1) and (2) of this Article shall not apply if the beneficial 
            owner of the interest, being a resident of a Contracting State, carries on business in 
            the other Contracting State in which the interest arises, through a permanent 
            establishment situated therein, or performs in that other State independent personal 
            services from a fixed base situated therein, and the debt-claim in respect of which 
            the interest is paid is effectively connected with such permanent establishment or 
            fixed base. In such case, the provision of Article 7 or Article 14 of this Agreement, as 
            the case may be, shall apply.
        (8) Where, by reason of a special relationship between the payer and the beneficial owner 
            or between both of them and some other persons, the amount of the interest paid 
            exceeds, for whatever reason, the amount which would have been agreed upon by   
            the payer and the beneficial owner in the absence of such relationship, the provisions 
            of this Article shall apply only to the last-mentioned amount. In such case, the excess 
            part of the payments shall remain taxable according to the law of each Contracting 
            State, due regard being had to the other provisions of this Agreement.
        (9) The provisions of this Article shall not apply if it was the main purpose or one of the 
            main purposes of any person concerned with the creation or assignment of the debt-
            claim in respect of which the interest is paid to take advantage of this Article by 
            means of that creation or assignment.

    f.  Dalam P3B antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Luxemburg antara lain diatur 
        sebagai berikut:
        Article 11 (Interest)
        2.  However, such interest may also be taxed in the Contracting State in which it arises, 
            and according to the laws of that State, but if the recipient is the beneficial owner of 
            the interest the tax so charged shall not exceed 10 per cent of the gross amount of 
            the interest.

        Article 29 (Exclusion of Certain Companies)
        This Agreement shall apply neither to holding companies (societes holding) within the meaning 
        of special Luxemburg laws, currently the Act (loi) of 31 July 1929 and the Decree (arrete 
        grand-ducal) of 17 December 1938 nor to companies subject to similar fiscal law in 
        Luxemburg. Neither shall it apply to income derived from such companies by a resident of 
        Indonesia nor to shares or other rights in such companies owned by such person.

    g.  Dalam Article 5 P3B antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda (senada juga 
        dengan Article 5 dari P3B Indonesia - Inggeris dan Article 5 dari P3B Indonesia - Luxemburg) 
        antara lain diatur sebagai berikut:
        5.  A person acting in one of the two States on behalf of an enterprise of the other State - 
            other than an agent of an independent status to whom paragraph 7 applies - shall be 
            deemed to be a permanent establishment in the first-mentioned State ....

    h.  Dalam Article 28 P3B antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda (senada juga 
        dengan Article 25 dari P3B Indonesia - Inggeris dan Article 26 dari P3B Indonesia - 
        Luxemburg) antara lain diatur sebagai berikut:

        Article 28 (Exchange of Information)
        1.  The competent authority of the two States shall exchange such information as is 
            necessary for carrying out the provisions of this Agreement or of the domestic laws of 
            the two States concerning taxes covered by the Agreement in so far as the taxation 
            thereunder is not contrary to the Agreement. The exchange of information is not 
            restricted by Article 1. Any information received by one of the two States shall be 
            treated as secret in the same manner as information obtained under the domestic 
            laws of that State and shall be disclosed only to persons or authorities (including 
            courts and administrative bodies) involved in the assessment or collection of, the 
            enforcement in respect of, or the determination of appeals in relation to, the taxes 
            covered by the Agreement. Such persons or authorities shall use the information only 
            for such purposes. They may disclose the information in public court proceedings or 
            in judicial decisions.

        3.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagaimana diuraikan pada butir 2 di atas, 
            disampaikan penegasan sebagai berikut:
            a.  Sesuai dengan judul asli dari Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda 
                yakni Agreement (Convention) between the Government of the Republic of 
                Indonesia and the Government of # for the Avoidance of Double Taxation 
                and the Prevention of Fiscal Evasion with respect to Taxes on Income, dan 
                sesuai juga dengan Un dan OECD Commentary on Model tax Convention, 
                maka salah satu maksud dan tujuan utama pembentukan P3B adalah untuk 
                menghindari terjadinya pemajakan ganda dan untuk mencegah tindakan 
                penghindaran dan pengelakan pajak yang berkenaan dengan pajak atas 
                penghasilan.
            b.  Treaty shopping merupakan suatu bentuk penyalahgunaan P3B mengingat 
                tindakan treaty shopping dimaksud bertentangan dengan tujuan dari 
                pembentukan P3B itu sendiri. Treaty shopping dapat terjadi apabila Wajib 
                Pajak non-resident dari negara-negara pihak pada P3B berusaha untuk 
                memperoleh manfaat dari suatu P3B dengan mendirikan suatu perusahaan 
                atau institusi legal lainnya di salah satu negara pihak pada P3B sebagai 
                conduit atas penghasilan yang diperoleh di negara pihak lainnya.
            c.  Dengan demikian, segala bentuk skema restrukturisasi hutang yang dilakukan 
                oleh PT ABC dan XYZ yang bertentangan dengan tujuan pembentukan P3B 
                tidak dapat diakui secara fiskal berdasarkan ketentuan perpajakan domestik 
                Indonesia. Berdasarkan fakta dan kondisi-kondisi dalam surat Saudara, 
                tujuan utama dilakukannya restrukturisasi hutang oleh PT ABC dan XYZ 
                adalah untuk menghindari pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi akibat 
                diterminasinya P3B Indonesia dan Mauritius dan untuk mengambil 
                keuntungan dari manfaat yang diberikan oleh P3B negara lainnya maka 
                manfaat dari P3B tidak dapat diberikan.
            d.  Sesuai dengan prinsip Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia yang 
                menganut azas "Substance Over Form", dan sesuai dengan OECD maupun 
                UN Commentary on Model Tax Convention, maka klausul beneficial owner 
                yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menerapkan tarif 
                pemotongan pajak atas bunga sesuai P3B merupakan suatu anti abusive rule 
                yang dimaksudkan agar pihak-pihak yang memang memiliki hak saja yang 
                dapat memanfaatkan fasilitas dalam P3B yang bersangkutan. Jadi yang 
                dimaksud dengan "beneficial owner" adalah pemilik sebenarnya dari 
                penghasilan bunga tersebut, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati 
                secara langsung manfaat penghasilan bunga tersebut. Dengan demikian, 
                maka conduit company dan nominee seperti misalnya Perusahaan Baru 
                adalah bukan pemilik yang sebenarnya dari penghasilan.
                Pasal 11 ayat (9) P3B Indonesia-Inggeris seperti dikutip pada butir 1 e di atas 
                merupakan contoh "specific anti-avoidance rule" dalam P3B yang menetapkan 
                "limitation of tax benefits", sehingga apabila terdapat "the creation or 
                assignment of the debt claim", yang jelas mempunyai tujuan utama untuk 
                memperoleh manfaat dari ketentuan Pasal 11 P3B Indonesia-Inggeris 
                tersebut, sebagaimana diketahui dari penjelasan dalam surat Saudara, maka 
                tarif pajak yang diterapkan adalah 20%.
            e.  Penyerahan asli Surat Keterangan Domisili hanya merupakan salah satu 
                bentuk pengujian untuk meyakinkan apakah pihak yang memanfaatkan 
                fasilitas dalam P3B adalah benar-benar pihak yang berhak. Apabila dipandang 
                perlu, untuk meyakinkan bahwa penerima penghasilan bunga adalah benar-
                benar pihak yang berhak menikmati fasilitas yang diberikan oleh P3B, maka 
                dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui prosedur pemeriksaan yang 
                lazim dilaksanakan termasuk dapat dilakukan dalam kerangka mutual 
                agreement procedures dan exchange of information sesuai ketentuan dalam 
                P3B yang terkait.
            f.  Apabila pihak-pihak yang melakukan transaksi ternyata bukan merupakan 
                pihak yang berhak atas fasilitas yang diberikan oleh P3B termasuk apabila 
                Perusahaan Baru yang dibentuk memenuhi kriteria Article 29 dari P3B 
                Indonesia-Luxemburg, maka ketentuan yang diatur dalam undang-undang 
                perpajakan domestik Indonesia akan berlaku.
            g.  Bentuk Usaha Tetap dari Perusahaan Baru dimungkinkan untuk timbul di 
                Indonesia apabila komposisi jajaran direksi dan manajemen Perusahaan 
                Baru tersebut memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Article 5 dari 
                P3B Indonesia-Belanda, P3B Indonesia-Inggeris atau P3B 
                Indonesia-Luxemburg.
            h.  Apabila restrukturisasi hutang yang digunakan adalah pola "interposition" di 
                Belanda, maka Pasal 11 ayat 4 dari P3B antara Pemerintah Indonesia dan 
                Pemerintah Belanda tidak dapat diterapkan karena belum dibentuknya suatu 
                mode of application antara competent authority perpajakan Indonesia dan 
                negara yang bersangkutan.
            i.  Sepanjang tambahan biaya bunga sebagai akibat dipergunakannya suatu 
                bentuk restrukturisasi pembiayaan yang baru memenuhi kriteria Pasal 6 UU 
                PPh dan Pasal 9 UU PPh maka tambahan biaya bunga tersebut dapat 
                dibebankan sebagai biaya secara fiskal.

4.  Ketentuan dalam surat penegasan ini berlaku terbatas terhadap kasus rencana PT ABC dan XYZ untuk 
    melakukan restrukturisasi skema hutangnya pada kurun waktu dan kondisi sebagaimana yang telah 
    diuraikan di atas. Surat penegasan ini dibuat dalam rangkap dua dalam bahasa Indonesia dan 
    Inggeris yang memiliki kekuatan hukum yang sama. Apabila terjadi perbedaan penafsiran maka surat 
    dalam bahasa Indonesia yang akan berlaku.

Demikian untuk diindahkan sebagaimana mestinya.




DIREKTUR,

ttd.

HERRY SUMARDJITO