DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     21 Juni 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 510/PJ.332/2005

                             TENTANG

           TINDAK LANJUT SURAT PEMBERITAHUAN PIUTANG PAJAK DALAM RANGKA IMPOR

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
  
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 17 Mei 2005 perihal dimaksud pada pokok surat, 
dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan:
    Sehubungan dengan diterimanya surat dari KPP PMA Empat Nomor : XXX tanggal 21 April 2005 
    tentang penegasan Surat Ketetapan Pajak Atas Hasil Pemeriksaan KP Bea Cukai Jakarta Dalam 
    Rangka Impor a.n. PT. ABC NPWP XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus 
    meminta penegasan atas permasalahan:
    a.  KPP PMA Empat telah menerima Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor 
        dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Jakarta atas nama PT. ABC dengan perincian utang 
        pajak sebagai berikut: 
        -   Tagihan PPN Impor       Rp 180.483.600
        -   Tagihan PPh Pasal 22 Impor  Rp   43.448.241
                            ------------------
            Jumlah tagihan          Rp 223.931.841

        Tagihan di atas bersumber dari hasil audit Tim Audit Direktorat Verifikasi dan Audit DJBC 
        untuk periode 6 November 2000 sampai dengan 7 Oktober 2002, atas pemeriksaan terhadap 
        fasilitas Bapeksta dan pemeriksaan terhadap fasilitas PKB/PDKB.

    b.  Pasal 13 Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan 
        sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 
        2000, antara lain mengatur:
        Ayat (1) huruf a    :   Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, 
                    atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak,
                    Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak 
                    Kurang Bayar dalam hal apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau
                    keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. 
        Ayat (2)        :   Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan 
                    Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) 
                    ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
                    persen) sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, 
                    dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, 
                    Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya
                    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

    c.  Butir 1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-219/PJ./1998 tanggal 10 Desember 
        1998 tentang Perlakuan Terhadap Hasil Pemeriksaan Tim Pemeriksa Bersama DJP-DJBC Atas 
        PPh Pasal 22, PPN dan PPn BM Yang Belum Dibayar Pada Saat Impor menyatakan bahwa 
        sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
        234/KMK.05/1996 tanggal 1 April 1996 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : 
        SE-05/PJ.52/1996 tanggal 12 Februari 1996, maka kepada Kepala KPP yang telah menerima 
        Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor dari Kantor Inspeksi Bea dan Cukai 
        harus menindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak sesuai dengan ketentuan 
        peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sebagai dasar bagi KPP yang 
        bersangkutan untuk melakukan penagihan.

    d.  Berdasarkan ketentuan pada butir 3, atas PPh Pasal 22 Impor dan PPN impor yang belum 
        dibayar, agar diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Namun demikian, 
        dalam peraturan yang ada, tidak dijumpai adanya formulir Surat Ketetapan Pajak Kurang
        Bayar PPh Pasal 22 Impor. Bagaimana mengatasi masalah tersebut? Dan bagaimanakah 
        prosedur yang harus ditempuh oleh KPP, apakah harus menerbitkan Surat Himbauan terlebih 
        dahulu kepada Wajib Pajak sebelum KPP menerbitkan SKPKB?

    e.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2, cara penghitungan bunga pada SKPKB adalah sebesar 
        2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung sejak saat 
        terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak 
        sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Kurang Bayar. Namun demikian, data utang 
        pajak yang diberikan oleh Ditjen Bea dan Cukai adalah data global yang tidak dipilah-pilah 
        per masa pajak. Oleh karena itu Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus meminta penegasan 
        bagaimana cara penghitungan sanksi administrasi pada SKPKB yang akan diterbitkan 
        mengingat periode audit Bea dan Cukai adalah 6 November 2000 sampai dengan 7 Oktober 
        2002.

2.  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000, antara lain diatur 
    bahwa:

    Pasal 13
    Ayat (1) huruf a:
    Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, 
    Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan 
    Pajak Kurang Bayar dalam hal antara lain apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
    pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

    Ayat (2):
    Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (1) huruf a ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
    persen) sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak
    atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya 
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

    Pasal 14
    Ayat (1) huruf a:
    Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila antara lain Pajak Penghasilan 
    dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

3.  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur 
    bahwa:

    Pasal 28
    Ayat (1) huruf b:
    Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit
    pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa antara lain pemungutan pajak atas penghasilan 
    dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
    22; 

4.  Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 234/KMK.05/1996 tentang Tata Cara Penagihan 
    Piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga dan Pajak Dalam Rangka Impor sebagaimana 
    telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 483/KMK.05/2000, antara lain diatur 
    bahwa:

    Pasal 1 
    Ayat (1):
    Kepala Kantor Pabean melakukan penagihan piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, 
    dan Pajak dalam rangka impor yang tidak atau kurang dibayar oleh importir, pengangkut, pengusaha 
    Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau pengusaha pengurusan
    jasa Kepabeanan.

    Ayat (2):
    Penagihan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Surat Pemberitahuan 
    Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka 
    impor (SPKPBM).

    Pasal 2:
    Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan SPKPBM sebagaimana dimaksud dalam 
    Pasal 1 ayat (2), pihak yang berutang wajib melunasi utangnya dan memberitahukan pelunasannya 
    kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan SPKPBM. 

    Pasal 5
    Ayat (1):
    Apabila telah lewat jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 
    ditambah 7 (tujuh) hari, importir, pengangkut, Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, Pengusaha
    Tempat Penimbunan Berikat, atau Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan belum melunasi 
    kewajibannya, Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai segera menerbitkan Surat Teguran.

    Ayat (2) huruf b:
    Apabila dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan Surat Teguran sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (1) pihak yang berutang belum melunasi kewajibannya, Kepala Kantor Pelayanan
    Bea dan Cukai segera menyampaikan Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam rangka impor berupa
    Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Pasal 22, kepada 
    Kepala Kantor Pelayanan Pajak di wilayah importir, pengangkut, Pengusaha Tempat Penimbunan 
    Sementara, Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan 
    berdomisili, untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. 

5.  Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-219/PJ./1998 tanggal 12 Oktober 1998 tentang
    Perlakuan terhadap Hasil Pemeriksaan Tim Pemeriksa Bersama DJP-DJBC atas PPh Pasal 22, PPN dan
    PPn BM yang Belum Dibayar Pada Saat Impor, antara lain ditegaskan bahwa:

    Butir 1:
    Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    234/KMK.05/1996 tanggal 1 April 1996 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 
    SE-05/PJ.52/1996 tanggal 12 Pebruari 1996, maka kepada Kepala KPP yang telah menerima Surat 
    Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor dari Kantor Inspeksi Bea dan Cukai harus 
    menindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan 
    perundang-undangan perpajakan yang berlaku sebagai dasar bagi yang bersangkutan untuk 
    melakukan penagihan;

    Butir 2:
    Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap PPh Pasal 22, PPN dan PPn BM yang belum dibayar 
    pada saat impor ternyata dijumpai bahwa Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor 
    sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas belum dikirimkan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai 
    kepada Kepala KPP terkait atau sudah dikirimkan namun oleh Kepala KPP terkait belum ditindaklanjuti,
    maka terhadap hasil pemeriksaan tersebut harus ditindaklanjuti oleh pemeriksa yang bersangkutan 
    dengan ketentuan sebagai berikut:

    a.  Perlakuan/tindak lanjut atas hasil pemeriksaan tahun berjalan terhadap:
        1)  PPh Pasal 22 impor yang ternyata belum/tidak dibayar, pemeriksa wajib mengusulkan
            kepada Kepala KPP terkait untuk menerbitkan STP PPh kepada Wajib Pajak/importir 
            yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan, apabila berdasarkan perhitungan 
            pemeriksa ternyata tanggal jatuh tempo pembayaran yang akan dicantumkan dalam 
            STP masih dalam tahun berjalan (masih dalam tahun pajak yang bersangkutan) atau 
            apabila jangka waktu pembayaran PPh Pasal 22 dimaksud tidak melampaui akhir 
            tahun pajak yang bersangkutan.

            Namun apabila berdasarkan hasil perhitungan pemeriksa ternyata tanggal jatuh 
            tempo atau jangka waktu pembayarannya akan melampaui akhir tahun pajak yang 
            bersangkutan, maka terhadap PPh Pasal 22 impor yang tidak/belum dibayar tersebut
            tidak dapat diusulkan untuk diterbitkan STP;

        2)  PPN dan PPn BM impor yang ternyata belum/tidak dibayar, pemeriksa wajib 
            mengusulkan kepada Kepala KPP terkait untuk menerbitkan SKPKB kepada Wajib 
            Pajak/Importir yang bersangkutan sesuai ketentuan;

    b.  Perlakuan/tindak lanjut atas hasil pemeriksaan tahun lalu terhadap:
        1)  PPh Pasal 22 impor yang ternyata belum/tidak dibayar, tidak dapat diusulkan untuk 
            diterbitkan STP;
        2)  PPN dan PPn BM impor yang ternyata belum/tidak dibayar, pemeriksa wajib 
            mengusulkan kepada Kepala KPP terkait untuk menerbitkan SKPKB kepada Wajib 
            Pajak/Importir yang bersangkutan sesuai ketentuan.

6.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-03/PJ.24/1999 tanggal 3 Maret 1999 tentang 
    Formulir-formulir Ketetapan PPh Final dan PPN atas Impor, PPN Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari
    Luar Daerah Pabean, PPN Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean, PPN Pemungutan Pajak oleh 
    Pemungut Pajak, PPN atas Jasa Membangun Sendiri serta PPn BM atas Impor dan PPn BM Pemungutan
    Pajak oleh Pemungut Pajak, menyatakan bahwa dalam rangka penyederhanaan formulir maka 
    ketetapan pajak terhadap jenis-jenis pajak sebagaimana dimaksud pada pokok surat di atas terhitung
    sejak diterimanya Surat Edaran ini, agar menggunakan formulir-formulir yang diatur dalam 
    Kep-18/PJ./1995 tanggal 5 Mei 1995.

7.  Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan ini disampaikan bahwa:
    a.  Sesuai dengan Butir 2 huruf b angka 1 SE-219/PJ./1998 tanggal 12 Oktober 1998, hasil audit 
        Tim Audit Direktorat Verifikasi dan Audit DJBC berupa Tagihan PPh Pasal 22 impor untuk 
        periode 6 November 2000 sampai dengan 7 Oktober 2002 tidak dapat ditindaklanjuti dengan 
        penerbitan STP PPh Pasal 22 karena tanggal jatuh temponya telah melampaui tahun pajak di 
        mana PPh Pasal 22 impor tersebut terutang.

    b.  Untuk hasil audit Tim Audit Direktorat Verifikasi dan Audit DJBC berupa Tagihan PPN Impor 
        untuk periode 6 November 2000 sampai dengan 7 Oktober 2002, sesuai dengan Butir 1 
        SE-219/PJ./1998 tanggal 12 Oktober 1998 yang menyatakan bahwa Kepala KPP yang telah 
        menerima Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor dari Kantor Inspeksi Bea 
        dan Cukai harus menindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (sepanjang 
        belum diterbitkan SKPKB atas tahun pajak yang sama) dengan bentuk formulir sebagaimana
        yang diatur dalam Kep-18/PJ./1995 tanggal 5 Mei 1995 sebagai dasar bagi Kantor Pelayanan 
        Pajak untuk melakukan penagihan tanpa didahului dengan penerbitan Surat Himbauan.

    c.  Mengingat periode audit Bea dan Cukai adalah 6 November 2000 sampai dengan 7 Oktober 
        2002 sehingga menyulitkan dalam penghitungan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua 
        persen) sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, kami menyarankan agar KPP 
        PMA Empat melakukan konfirmasi ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tentang data-data/
        rekapitulasi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dirinci permasa pajak yang 
        menimbulkan kurang bayar Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) sehingga dapat dilihat 
        besarnya PDRI yang kurang bayar dan sanksi administrasinya untuk setiap masa pajak.

Demikian untuk dimaklumi.



DIREKTUR,

ttd.

HERRY SUMARDJITO