DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
6 Juni 2005
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S-500/PJ.53/2005
TENTANG
PERMOHONAN PENEGASAN MENGENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI JASA LUAR NEGERI (PPN JLN)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 3 Januari 2004 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat di atas yang kami terima tanggal 14 Januari 2005, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :
1.
Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa:
a.
PT ABC dengan NPWP XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX merupakan perusahaan yang bergerak di bidang geographic survey (jasa pertambangan umum). Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, PT ABC memanfaatkan jasa dari luar negeri yang terutang Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri (PPN JLN).
b.
Dalam pelaksanaannya terdapat kerancuan mengenai masa pengkreditan PPN JLN yaitu apakah PPN JLN tersebut dikreditkan pada saat penyetoran atau paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.
Sebagai contoh yaitu:
1)
Saat terutang PPN JLN adalah bulan Desember 2001, namun penyetorannya dilakukan bulan Agustus 2003, sedangkan pengkreditannya dilaporkan dalam SPT Masa PPN masa Maret 2002 melalui mekanisme pembetulan yang dilakukan pada tanggal 3 September 2003, yaitu setelah PPN JLN tersebut disetor.
2)
Mengacu kepada Pasal 9 ayat (9) UU PPN mengenai pengkreditan Pajak Masukan masa pajak tidak sama, Saudara melakukan pengkreditan PPN JLN dimasa Maret 2002 melalui mekanisme pembetulan SPT Masa Maret 2002.
3)
Pembetulan SPT Masa PPN masa Maret 2002 dilakukan setelah PPN JLN tersebut disetor dan sebelum dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (9) UU PPN.
c.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas dan adanya pendapat yang berbeda-beda diantara petugas pajak mengenai hal dimaksud Saudara mengharapkan penegasan mengenai:
1)
Apakah pengkreditan PPN JLN yang dilakukan sesuai dengan masa pajak yang tercantum dalam SSP PPN JLN atau paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku?
2)
Apabila PPN JLN tersebut harus dikreditkan pada masa penyetoran, apakah PPN JLN yang disetor tersebut dapat dipindahbukukan?
2.
Undang-undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor **16 TAHUN 2000**, antara lain mengatur:
a.
Pasal 8 ayat (1), bahwa Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak.
b.
Pasal 14
1)
ayat (1) huruf c, bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
2)
ayat (1) huruf f, bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
3)
ayat (4), bahwa terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
3.
Undang-undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor **18 TAHUN 2000**, antara lain mengatur:
a.
Pasal 4 huruf e, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
b.
Pasal 9 ayat (9), bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Dalam memori penjelasannya dijelaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak dimungkinkan untuk mengkreditkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak sama, yang disebabkan antara lain karena Faktur pajak terlambat diterima. Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan telah terlampaui, pengkreditan Pajak Masukan dapat dilakukan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang bersangkutan.
4.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor **568/KMK.04/2000** tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean, antara lain mengatur:
a.
Pasal 2, bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
b.
Pasal 3, bahwa saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa dibawah ini:
1)
Saat Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
2)
Saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
3)
Saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
4)
Saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya.
Dalam hal saat sebagaimana tersebut diatas tidak diketahui maka saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian atau saat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
c.
Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran.
5.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor **KEP-522/PJ/2000** tentang Dokumen-dokumen Tertentu Yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor **KEP-312/PJ./2001**, antara lain mengatur:
a.
Pasal 1, bahwa Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat:
1)
Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen;
2)
Nama dan alamat penerima dokumen;
3)
NPWP dalam hal penerima dokumen adalah sebagai Wajib Pajak dalam negeri;
4)
Jumlah satuan barang apabila ada;
5)
Dasar Pengenaan Pajak;
6)
Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.
b.
Pasal 2 huruf g, bahwa Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar.
6.
Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 5, dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan sesuai dengan contoh pada surat Saudara bahwa:
a.
Atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai, dan PPN terutang wajib dipungut oleh PT ABC pada saat dimulainya pemanfaatan JKP tersebut sebagaimana dimaksud dalam butir 4 huruf b di atas, dalam hal ini yaitu bulan Desember 2001.
b.
Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut harus disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 Januari 2002, namun PT ABC baru melakukan penyetoran pada bulan Agustus 2003 sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau penyetoran PPN atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang terutang. Dengan demikian atas keterlambatan tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dari kekurangan pembayaran pajak dalam hal ini seluruh PPN atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang terutang, yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran (bulan Januari 2002) sampai dengan tanggal pembayaran (bulan Agustus 2003).
c.
Atas keterlambatan pemungutan PPN atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang terutang, sehingga SSP atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean (dokumen yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar) terlambat diterbitkan, maka PT ABC dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak.
d.
Dalam pengisian SSP sebagai Faktur Pajak Masukan atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, Masa dan Tahun Pajak diisi dengan masa dan tahun seharusnya PPN terutang yaitu masa Januari 2002, sedangkan masa penyetoran oleh Wajib Pajak/Penyetor adalah pada masa dilakukan penyetoran yaitu masa Agustus 2003.
e.
Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran yaitu bulan Januari 2002, namun PT ABC baru melaporkan pada bulan Maret 2002 melalui pembetulan SPT Masa Maret 2002, dengan demikian atas pembayaran PPN pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean pada bulan Agustus 2003 masih dapat dikreditkan dalam pembetulan SPT Masa Januari 2002 atau dalam Pembetulan SPT Masa PPN sebelum berakhirnya masa 3 (tiga) bulan Masa Pajak yang bersangkutan (April 2002), karena belum melampaui masa 2 (dua) tahun kewajiban pelaporan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum dilakukan pemeriksaan.
Demikian untuk dimaklumi.
a.n.
DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,
ttd.
A. SJARIFUDDIN ALSAH