DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      8 Juni 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 485/PJ.33/2005

                            TENTANG

                      PERMASALAHAN PEMERIKSAAN

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : S-60/WPJ.03/KP.0105/2005 tanggal 21 April 2005 perihal 
dimaksud pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

I.  Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan :
    A.  Saat dilakukannya Pemeriksaan SPT LB PPh tahun  2003 atas nama Wajib Pajak PT. XXX 
        ditemukan data-data sebagai berikut :
        1.  Sesuai dengan anggaran dasar pendirian perusahaan, Wajib Pajak berusaha di bidang 
            pengembang yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemborong pada umumnya 
            (general contractor) antara lain membangun kawasan perumahan (real estate), 
            kawasan industri (industrial estate),  gedung-gedung apartemen, kondominium, 
            perkantoran, beserta fasilitas-fasilitasnya. 
        2.  Pada tanggal 8 Oktober 2002 diterbutkan sertifikat HGB No. 763/2002 atas tanah eks 
            Taman Ria & Taman Budaya kepada Wajib Pajak seluas 54.470 m2. Atas perolehan 
            tanah ini Wajib Pajak telah  membayar BPHTB sebesar Rp 1077.378.00 pada tanggal 
            13 Oktober 2002. 
        3.  Pada tanggal 24 Desember 2002 diterbitkan Keputusan Gubernur Nomor : 17/2002 
            tentang Berita Acara Pelepasan Nomor : 51/BA/IX/2002 untuk tanah seluas 24.453 
            m2 dengan rincian sebagai berikut : 
            a.  HGB No. 764 a.n. PT.XXX luas 19.654 m2. 
            b.  HGB No. 765 a.n. PT XXX luas 1.215 m2 
            c.  HGB No. 767 a.n. PT XXX luas 3.584 m2 
            d.  Hak pengelolaan No. 02/2002 Pempro Sumsel luas 30.287 m2 yang terdiri : 
            e.  HGB No. 766 Luas 6.561 (peruntukan untuk Hotel Aston) 
            f.  Fasum/Parkir luas 23.726 m2
            (tanah pada butir d dikelola bersama berdasarkan  perjanjian kerjasama antara 
            Pemprop Sumsel dan PT XXX).
        4.  Pada tanggal 28 Desember 2002 dibuat pernyataan dari PT XXX dihadapan Notaris 
            Husnawati yang menyatakan "RUPS menyetujui atas tiga bidang tanah yang terdiri 
            dari Sertifikat No. 764, 765 dan 767 ke atas nama Sengman Thahja (ST) Pribadi.
        5.  Pada tanggal 30/12/2002 dibuat pernyataan dihadapan Notaris Nurbaiti SH yang 
            antara lain menyatakan : 
            a.  Bahwa PT XXX memiliki 3 (tiga) bidang tanah (Sertifikat HGB No. 764,765 
                dan 767);
            b.  Bahwa tiga bidang tanah tersebut akan ditingkatkan status hak tanahnya 
                menjadi hak milik dan tercatat atas nama Tuan Sengman Tjahja; 
            c.  Bahwa terhitung mulai 3 (tiga) bidang tanah tersebut menjadi hak milik dan 
                tercatat atas nama Sengman Tjahjam tanah tersebut tetap sah milik PT. XXX; 
            d.  Bahwa PT XXX adalah pemilik sah tanah tersebut;
            e.  Bahwa seluruh hasil penjualan dari tanah tersebut akan dikembalikan kepada 
                PT XXX sehingga Sengman Tjahja tidak berhak menerima apapun. 
        6.  Selanjutnya pada tanggal 17 Februari 2003 atas tanah tersebut diterbitkan Sertifikat
            Hak Milik atas nama "ST" (Sepanjang saham mayoritas pada Wajib Pajak).

    B.  Saudara memohon petunjuk mengenai konsekuensi perpajakan dari adanya pernyataan yang 
        disahkan di hadapan notaris serta penerbitan Sertifikat Hak Milik tersebut, terutama 
        berkenaan dengan :
        1.  Apakah adanya pernyataan perubahan nama di depan notaris yang diikuti dengan 
            penerbitan sertifikat serta pernyataan bahwa tanah tersebut tetap milik Wajib Pajak 
            tersebut dapat dikategorikan sebagai pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan 
            dari Wajib Pajak kepada ST?
        2.  Dalam hal dianggap terjadi pengalihan apakah Wajib Pajak wajib membayar PPh 
            Pasal 4 ayat (2)? Hal ini kami sampaikan mengingat dalam Peraturan Pemerintah 
            Nomor : 79 TAHUN 1999 maupun dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
            566/KMK.04/1999. Transaksi Penjualan atau Pengalihan Hak atas pengalihan tanah 
            dan bangunan antara sebagai barang dagangan dengan bukan barang dagangan. 
            Namun demikian dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : 
            SE-55/PJ.42/1999 tanggal 31 Desember 1999 yang ditegaskan terbatas pada bahwa 
            Wajib Pajak Badan  termasuk Koperasi yang melakukan transaksi penjualan atau 
            pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai barang dagangan. 
        3.  Dalam hal pernyataan berubah nama di depan notaris yang diikuti dengan penerbitan 
            sertifikat dianggap sebagai pengalihan sebagaimana pada huruf a, apakah 
            pernyataan "masih tetap milik perusahaan" sebagaimana pada angka 5 dapat 
            dianggap sebagai inbreng?
        4.  Dalam hal pernyataan perubahan nama di depan notaris yang diikuti dengan 
            penerbitan sertifikat dianggap sebagai pengalihan sebagaimana pada huruf a, dan 
            pernyataan "masih tetap milik perusahaan" dianggap sebagai imbreng huruf c, mohon 
            petunjuk mengenai penerapan PPN. Apakah hak ini dapat dianggap sebagai Retur 
            (Pengembalian) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
            596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 yang ditegaskan dengan Surat Edaran 
            Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-12/PJ.54/1995 tanggal 3 April 1995 yang 
            menyatakan : Tidak berlebihan kiranya bila ditegaskan bahwa atas pengembalian 
            BKP yang terjadi dalam Masa Pajak yang sama dengan terjadinya penyerahan BKP 
            tersebut, tidak harus ditatausahakan sebagai pengembalian BKP dalam Surat Edaran 
            ini, melainkan dapat ditatausahakan sebagai pembatalan dan atau perbaikan atas 
            penyerahan berikut Faktur Pajak yang bersangkutan.

II. Dasar Hukum PPh

    1.  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
        telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa : 
            Pasal 4 ayat (1) huruf d    :   yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap 
                        tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau 
                        diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia 
                        maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk 
                        konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
                        bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, 
                        termasuk keuntungan  karena penjualan atau karena 
                        pengalihan harta termasuk keuntungan karena pengalihan 
                        harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya 
                        sebagai penggganti saham atau penyertaan modal;
            Pasal 4 ayat (2)        :   atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-
                        tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan 
                        sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan 
                        harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan 
                        tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan 
                        Peraturan Pemerintah.
 
    2.  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak 
        Penghasilan atas Penghasilan dari pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 TAHUN 1999, 
        antara lain diatur bahwa :
        Pasal 1 ayat (1)        :   atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi 
                        atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau 
                        bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan;
        Pasal 1 ayat (2) huruf a    :   pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana 
                        dimaksud dalam ayat (1) antara lain adalah penjualan, tukar-
                        menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, 
                        penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang 
                        disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;
        Pasal 2         :   orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh 
                        penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau 
                        bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) 
                        huruf a, wajib membayar sendiri. Pajak Penghasilan yang 
                        terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum
                        akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang 
                        atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditanda 
                        tangani oleh pejabat yang berwenang;
        Pasal 4 ayat (1)        :   besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam 
                        Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah 5% (lima per 
                        seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah 
                        dan/atau bangunan;
        Pasal 6         :   dikecualikan dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, bagi 
                        Wajib Pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya 
                        melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau 
                        bangunan, pengenaan Pajak Penghasilannya berdasarkan 
                        ketentuan umum Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-
                        Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
                        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang 
                        Nomor 10 Tahun 1994;
        Pasal 8 ayat (1)        :   bagi Wajib Pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi 
                        yang sejenis, yang usaha pokoknya melakukan transaksi 
                        pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran 
                        Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 
                        ayat (1) bersifat final.

    3.  Peraturan Pemerintah Nomor 79 TAHUN 1999 tanggal 30 September 1999 tentang Perubahan 
        Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak 
        Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
        Pasal 1 ayat (1)    :   Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau 
                    badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib 
                    dibayar Pajak penghasilan.
            ayat (2)    :   Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana 
                    dimaksud pada ayat (1) antara lain :
                            a.      penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak,
                        pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain 
                        yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;
        Pasal 6     :   Dikecualikan dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas, bagi Wajib 
                    Pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan 
                    transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pengenaan 
                    Pajak Penghasilannya berdasarkan ketentuan umum Pasal 16 ayat 
                    (1) dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
                    Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
                    Undang Nomor 10 Tahun 1994".

    4.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 566/KMK.04/1999 tanggal 27 Desember 1999 tentang 
        Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan yang Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi Penjualan 
        atau Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan jo. SE-55/PJ.42/1999 tanggal 31 
        Desember 1999.
        Pasal 1 :   Yang dimaksud dengan Wajib Pajak Badan termasuk koperasi yang usaha 
                pokoknya melakukan transaksi atau pengalihan hak atas tanah dan atau 
                bangunan sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah 
                Nomor 79 TAHUN 1999 adalah Wajib Pajak badan termasuk koperasi yang 
                melakukan transaksi penjualan atas pengalihan hak atas tanah dan atau 
                bangunan sebagai barang dagangan, termasuk pengembangan kawasan 
                perumahan, pertokoan, pergudangan, industri, kondominium, apartemen, 
                rumah susun, dan gedung perkantoran.

III.        Dasar Hukum PPN

    1.      Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan 
        Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
        Undang Nomor 18 TAHUN 2000 :
            Pasal 1         :   Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
                        2.  Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat
                            atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau 
                            barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
                        3.  Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana 
                            dimaksud dalam angka 2, yang dikenakan pajak 
                            berdasarkan Undang-Undang ini.
                        4.  Pengusaha adalah orang pribadi atau Badan 
                            sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam
                            kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan 
                            barang, mengimpor barang, mengekspor barang, 
                            melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan 
                            barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, 
                            melakukan usaha jasa  atau memanfaatkan jasa 
                            dari luar Daerah Pabean.
            Pasal 1A ayat (1)   :   Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena 
                        Pajak antara lain :
                                a.      penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah 
                            Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha;
            Penjelasan Pasal 4 
        huruf a         :   Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang 
                        Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan 
                        menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud 
                        dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang 
                        seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak 
                        tetapi belum dikukuhkan.
                                Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi 
                        syarat-syarat sebagai berikut :
                                a.  barang berwujud yang diserahkan merupakan 
                            barang Kena Pajak,
                                b.  barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan 
                            Barang Kena Pajak tidak berwujud,
                                c.  penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean, dan
                                d.  penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha 
                            atau pekerjaannya. 
            Pasal 7 ayat (1)        :   Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).

    2.  Pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 sebagaimana telah diubah 
        dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002 mengatur bahwa Terutangnya Pajak atas 
        Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak 
        bergerak terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang 
        Kena Pajak tersebut, baik secara  hak untuk menggunakan atau menguasai Barang Kena 
        Pajak tersebut, baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli. Dalam 
        penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa Dalam penentuan atau penyerahan barang tidak 
        bergerak, Pajak Pertambahan Nilai menganut pendirian bahwa penyerahan hanya dilakukan 
        bila barang tersebut secara fisik telah ada. Oleh karena itu pajak terutang pada saat 
        penyerahan barang tidak bergerak itu dilakukan, yaitu pada saat surat atau akte perjanjian 
        yang mengakibatkan perpindahan hak atas barang tersebut ditandatangani oleh pihak yang 
        bersangkutan. 

V.      Kesimpulan 

    A.  PPh 
        1.  Perubahan nama dihadapan Notaris Husnawati Nomor 62 Tanggal 28 Desember 2002 
            dari PT XXX ke ST yang diikuti dengan penerbitan Sertifiakt Hak Milik atas nama ST 
            dan pernyataan di hadapan Notaris Nurbaiti SH nomor 11 pada tanggal 30 Desember 
            2002 bahwa tanah tetap sah menjadi milik PT XXX, secara materiil tidak terdapat 
            pengalihan hak yang mengakibatkan adanya objek Pajak Penghasilan sehingga tidak 
            terutang Pajak Penghasilan, sepanjang aktiva tersebut masih tetap menjadi milik 
            PT XXX dan tercatat sebagai aktiva pada neraca PT XXX.
        2.  Sepanjang PT XXX merupakan perusahan pengembang maka transaksi pengalihan 
            hak atas tanah dan atau bangunan yang merupakan barang dagangan oleh PT XXX 
            kepada konsumen bukan objek PPh Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 
            1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
            Undang Nomor 17 TAHUN 2000 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 
            tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas 
            Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan 
            Pemerintah nomor 79 TAHUN 1999 sehingga pengenaan Pajak Penghasilannya 
            didasarkan pada ketentuan umum Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang 
            Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir 
            dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000. 

    B.  PPN
        Perubahan nama dihadapan Notaris Husnawati Nomor 62 tanggal 28 Desember 2002 dari 
        PT XXX ke ST yang diikuti dengan penerbitan Sertifikat Hak Milik atas nama ST dan 
        pernyataan di hadapan Notaris Nurbaiti SH nomor 11 pada tanggal 30 Desember 2002 bahwa 
        tanah tetap sah menjadi milik PT XXX, bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak 
        (BKP) yang terutang PPN, sepanjang aktiva tersebut tetap menjadi milik PT XXX dan tercatat 
        sebagai aktiva pada neraca PT XXX. 

Demikian untuk dimaklumi.




Direktur Jenderal, 


ttd.

Hadi Poernomo
NIP 060027375