DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 10 September 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 448/PJ.42/2003 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG TAK TERTAGIH DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 25 Juni 2003 perihal Permohonan Penjelasan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara memohon penjelasan mengenai penyerahan daftar nama debitur dan jumlah piutang tak tertagih kepada Pengadilan Negeri, sebagai salah satu syarat penghapusan piutang tak tertagih sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 130/KMK.04/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/1999 tanggal 25 Pebruari 1999 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya. Apabila terdapat beberapa debitur dengan wilayah hukum yang berbeda-beda, apakah penyerahan nama dan jumlah piutangnya harus dilakukan di Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi kedudukan salah satu debitur saja sebagaimana diatur dalam Pasal 118 Undang-undang Hukum Acara Perdata mengenai domisili tergugat, yang menyebutkan bahwa penggugat dapat memilih Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal salah satu dari tergugat. 2. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (Undang-undang Pajak Penghasilan), besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi antara lain piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: 1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; 3) telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan 4) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. 3. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-238/PJ./2001 tanggal 28 Maret 2001 tentang Penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dipungut ditagih, antara lain diatur hal-hal sebagai berikut: Pasal 1 huruf b dan d Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak, Wajib Pajak dapat membebankan penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagai biaya dengan syarat antara lain telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN), atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang (perjanjian restrukturisasi utang usaha) antara kreditur dan debitur yang bersangkutan dan Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak. Pasal 2 ayat (1) dan (3) Penyerahan perkara penagihan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b yang memenuhi persyaratan atau kriteria sebagai piutang negara berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku dapat dilakukan kepada Pengadilan Negeri atau kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Penyerahan perkara penagihan piutang selain piutang negara hanya dapat dilakukan pada Pengadilan Negeri. Pasal 5 ayat (1), (2) dan (4) Kewajiban menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d dilakukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan (sebagai lampiran). Daftar piutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat data dan informasi mengenai debitur, yaitu : nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Wajib Pajak harus dapat menunjukkan bukti pendukung masing- masing debitur apabila diminta atau diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan pajak. Pasal 6 Kewajiban menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus disertai pula dengan fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau fotokopi perjanjian restrukturisasi utang usaha yang telah dilegalisir oleh Notaris, dan fotokopi bukti pengumuman dalam penerbitan umum atau khusus. 4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat diberikan penegasan bahwa: a. Yang harus diserahkan ke pengadilan negeri adalah perkaranya, bukan daftar nominatif debiturnya, agar dilakukan proses hukum di pengadilan sesuai ketentuan Undang-undang Perdata; b. Adapun daftar nominatif debitur harus diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak kreditur terdaftar dengan dilampiri fotokopi bukti penyerahan perkara ke pengadilan. Demikian harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN