DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 20 Mei 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 434/PJ.53/2005 TENTANG PPN ATAS PENYERAHAN JASA KONTRAKTOR DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 17 Juni 2004 hal Penegasan PPN, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dan lampirannya dikemukakan bahwa : a. PT ABC, NPWP : XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha jasa kontraktor. b. Pada tanggal 17 Maret 2004 PT ABC mengadakan perjanjian pemborong dengan Universitas XYZ dengan Surat Perjanjian Nomor XXX untuk mengerjakan Arsitektur Gedung Fakultas Kedokteran Tahap IV XYZ. c. Dalam Pasal 14 ayat (4) Surat Perjanjian tersebut Saudara disyaratkan untuk menyetorkan PPN dari pembayaran yang dilakukan oleh XYZ dengan menyerahkan bukti copy Surat Setoran Pajak (SSP). d. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, Saudara memerlukan penegasan untuk memberikan tuntunan penjelasan mekanisme serta aspek hukum yang berkaitan dengan: 1). Apakah dengan menyetorkan secara penuh atas PPN yang diterima tanpa memperhitungkan adanya Pajak Masukan dapat dibenarkan dan diterima sesuai dengan mekanisme undang-undang atau peraturan PPN? 2). Berkaitan dengan butir 1, jika tetap dipaksakan untuk dilakukan penyetoran terhadap PPN dan Pajak Keluaran bagaimana mekanisme pelaporannya? 3). Berkaitan dengan butir 1 dan 2 terhadap kelebihan PPN, lalu apakah Saudara dapat melakukan proses restitusi atas PPN tersebut? 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000 mengatur bahwa: a. Pasal 1 : 1) Angka 23, bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2) Angka 24, bahwa Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau Impor Barang Kena Pajak. 3) Angka 25, bahwa Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak b. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. c. Pasal 9 : 1) Ayat (2), bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. 2) Ayat (3), bahwa Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak. 3) Ayat (4), bahwa Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. d. Pasal 13 ayat (1), bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c. 3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2, dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : a. Atas penyerahan jasa pemborong oleh PT ABC berupa pekerjaan Arsitektur Gedung Fakultas Kedokteran Tahap IV kepada XYZ terutang Pajak Pertambahan Nilai, dan PT ABC wajib membuat Faktur Pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. b. Bagi XYZ Faktur Pajak tersebut merupakan bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh PT ABC, yang akan dipertanggungjawabkan dalam SPT Masa PPN PT ABC dan tidak perlu disetor secara terpisah. c. Pertanggungjawaban kewajiban PPN oleh PT ABC dilakukan dengan cara memperhitungkan Pajak Keluaran yang dipungut dengan Pajak Masukan yang dibayar, selisih Kurang Bayar disetorkan ke Kas Negara. d. Akan tetapi apabila dalam perjanjian diharuskan bahwa PPN atas jasa pemborongan disetorkan secara terpisah, maka setoran tersebut dapat diperhitungkan dalam SPT Masa PPN PT ABC sebagai pembayaran dimuka pajak terutang pada masa pajak yang bersangkutan. e. Apabila dalam SPT Masa PPN tersebut diatas menunjukkan adanya kelebihan pembayaran PPN, maka kelebihan tersebut dapat dimintakan pengembalian. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PPN DAN PTLL, ttd. A. SJARIFUDDIN ALSAH